7. Ingat Status

1277 Words
“Ada apa, Hun?” Pria itu bertanya pada wanita yang kian menajamkan penglihatannya pada Aria. “Ah, tidak ada apa-apa, Babe. Aku hanya seperti melihat adik temanku,” jawab wanita berambut panjang sepunggung tersebut. Ia kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya dan mengambil gambar Aria bersama Arsa yang tengah berdiri di depan kasir. [Bukankah itu adikmu?] Dalam hitungan detik, wanita itu mengirim pesan pada Marisa, memastikan apakah ia tak salah lihat. Di tempat Marisa sendiri, ia tengah berada di kamar mandi dan meninggalkan ponselnya di atas meja rias. Kembali ke toko pakaian, wanita itu berdecak karena pesannya tak segera dibalas. Ia hanya sangat penasaran. Sementara itu Aria dan Arsa keluar dari toko tersebut setelah mendapat apa yang Arsa butuhkan. Satu set pakaian formal untuk menghadiri sebuah acara. “Setelah ini cari baju untukmu.” Aria menghentikan langkahnya sejenak dan menatap Arsa dari samping. “U- untukku? Ti- tidak perlu. Bajuku masih–” Arsa setengah menoleh ke arah Aria yang berdiri tepat di sampingnya, menggandengnya bertugas menggantikan tongkat untuk membantunya melihat jalan. Aria terdiam dan segera menundukkan kepala. Gerakan sederhana yang Arsa lakukan seolah mengingatkannya bahwa ia tidak boleh bertanya kenapa atau mengatakan tidak. “Ba- baiklah,” gumam Aria kemudian kembali berjalan menuju toko pakaian wanita. Tak lama kemudian, Aria dan Arsa memasuki toko pakaian wanita. Keduanya pun segera disambut penjaga toko dan mempersilakan Arsa duduk menunggu sembari Aria memilih baju. “Pilihkan istriku gaun untuk acara formal dan beberapa pakaian yang cocok untuknya,” kata Arsa pada penjaga toko saat mengantarnya duduk di kursi tak jauh dari kamar pas. Aria merasakan getaran aneh di dadanya saat kembali mendengar Arsa menyebut ia adalah istrinya, sama seperti yang pria itu katakan pada penjaga toko pakaian pria sebelumnya. Tidak salah memang, karena ia memang istri Arsa. Tapi, ia merasa malu. Bukan malu karena memiliki suami buta, tapi malu seakan ia tak pantas menjadi istri Arsa. Jika Arsa tidak buta, pastilah ia akan jadi sosok pria sempurna yang memikat kaum hawa. Jika itu terjadi, ia yang sama sekali tidak menarik pastilah akan dibuang. “Nyonya.” Aria tersentak saat penjaga toko memegang bahunya. Ia melamun hingga mengabaikan panggilan penjaga toko itu. “I- iya. Ma- maaf.” Penjaga toko itu tersenyum ramah. “Mari, saya akan membantu anda menemukan gaun yang sesuai.” Aria melirik Arsa yang duduk dengan tenang hingga akhirnya hanya pasrah mengikuti penjaga toko tersebut. Di sisi lain, Marisa baru saja keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Ia berjalan menuju lemari untuk mengambil baju kemudian memakainya satu persatu. Setelah selesai, ia duduk di depan meja rias guna mematut wajahnya di depan cermin sampai tanpa sengaja perhatiannya jatuh pada ponselnya di ujung meja di hadapan. Marisa mengambil ponselnya dan melihat pesan masuk dari Shita, temannya. Ia segera membuka pesan itu dan mengernyitkan alis. Dengan cepat ia segera mengetikkan pesan balasan. [Di mana ini?] Tak lama kemudian panggilan masuk dari Shita membuatnya segera menggeser icon hijau pada layar. “Benar dia adikmu, kan?” “Di mana kau melihatnya?” “Di mall X. Jadi benar dia adikmu? Dia bersama seorang pria. Apa sekarang adikmu punya pacar? Ah, tapi daripada itu, apa sekarang kau sudah membebaskan adikmu?” Marisa mengabaikan pertanyaan bertubi-tubi dari temannya itu. “Jangan banyak bicara. Aku akan menyusulmu. Pastikan kau tetap di sana.” Setelah mengatakan itu, Marisa bergegas membenahi penampilannya dan pergi menyusul Shita. Ia tak percaya jika wanita yang Shita lihat benar adalah Aria. Tapi, foto yang Shita kirim benar-benar Aria. Tak mungkin ia salah mengenali adik tirinya itu. “Mau ke mana, Sayang?” Hengki bertanya saat Marisa berjalan melewati ruang tamu di mana pria itu tengah duduk santai memainkan ponsel di tangan. ”Keluar,” jawab Marisa singkat di mana ia tampak buru-buru. Hengki hanya diam menatap pintu yang tertutup setelah Marisa pergi. “Ada apa dengannya?” gumamnya diikuti kedikan bahu kemudian perhatiannya kembali pada ponsel di tangan. Di tempat lain, yakni di tempat Shita di mana ia masih berada di toko pakaian pria sebelumnya, ia terlihat menggerutu. Ia belum sempat mengatakan pada Marisa bahwa telah kehilangan jejak Aria. Tapi, wanita itu memintanya tetap mengawasi adiknya. “Ada yang terjadi, Hun?” tanya teman laki-laki Shita yang merupakan pacarnya. Shita menghela nafas dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. “Temanku. Dia benar-benar merepotkan,” ucapnya. “Babe, bisa kau tunggu di sini? Aku harus ke toilet,” lanjutnya. Pria itu mengangguk dan mengatakan, “Okey, jangan lama-lama.” “Im so sorry, Babe. Aku akan segera kembali,” ucap Shita kemudian berjalan keluar toko meninggalkan kekasihnya. Shita mengedarkan pandangan ke segala arah mencari keberadaan Aria yang mungkin masih di sekitar sana. Ucapan bahwa ia ingin ke toilet hanya lah alasan. “Ck, ke mana perginya?” Di tempat Aria, ia telah mencoba beberapa baju setelah menemukan satu gaun yang sesuai dan serasi dengan baju yang sebelumnya Arsa beli. “Kurasa sudah cukup,” ucap Aria pada penjaga toko yang terus menyodorkannya baju dengan berbagai model. “Anda yakin? Kami masih memiliki banyak model lain yang pasti akan sangat cocok dengan anda,” ujar penjaga toko tersebut tanpa melunturkan senyuman ramah. Pembeli adalah raja, harus dilayani dengan ramah apalagi memiliki black card. “Maaf … tapi sepertinya sudah cukup. Terima kasih,” tolak Aria. Ia hanya tak ingin membuat Arsa menunggu terlalu lama. “Baiklah. Saya akan membawa baju-baju pilihan anda ke kasir.” Aria hanya mengangguk kemudian menyusul Arsa. “Sudah selesai?” tanya Arsa saat Aria menyentuh bahunya sebagai isyarat ia telah kembali. “Ma- maaf, membuatmu menunggu lama,” ucap Aria padahal belum genap setengah jam ia meninggalkan Arsa. “Kukira akan lebih lama lagi,” sahut Arsa. Aria hanya diam. Ia tak mengerti apakah ucapan Arsa bermakna kiasan atau sebaliknya. “Ka- kalau begitu, sebaiknya kita segera ke kasir,” ucap Aria kemudian menggenggam tangan Arsa mengajaknya berdiri. Ia ingin Arsa mendengar langsung dari kasir berapa total uang yang harus dikeluarkan. Ia tidak ingin Arsa berpikir ia memanfaatkan kesempatan yang diberikannya. “Jadi, total semuanya tiga puluh juta.” Aria begitu terkejut saat kasir memberitahunya total belanjaannya. “Ma- maaf, apa anda serius?” tanya Aria. Wanita kasir itu tersenyum dan mengangguk kemudian menjelaskan harga perbaju yang Aria beli termasuk gaun yang ia pilih di mana harganya sudah mencapai belasan juta. Aria menyesal. Ia kira harga gaun sederhana yang dipilihnya tidak semahal itu. Lebih tepatnya, penjaga toko pilihkan dengan ia yang setuju begitu saja tanpa menanyakan harganya lebih dulu. “Apa yang kau tunggu?” ucap Arsa karena tak segera mendengar Aria menyelesaikan p********n. Tak lama kemudian, Arsa dan Aria telah keluar dari toko itu dengan beberapa paperbag di tangan. Aria masih merasa tidak enak sudah menggunakan banyak uang milik suaminya. “Ma- maaf, harusnya tadi aku memilih pakaian yang lebih–” “Apa kau lupa statusmu sekarang? Jangan membuatku terlihat tak mampu membelikanmu barang mahal,” potong Arsa sebelum Aria menyelesaikan ucapan. Aria hanya diam. Ia tahu statusnya sekarang adalah istri dari pewaris tunggal LG alias Leon Group. Tapi, ia bukan seperti wanita di luar sana yang bisa menghabiskan uang dalam sekejap mata hanya untuk penampilan. Bukan wanita yang bisa memanfaatkan kebaikan seseorang. Di parkiran mall, sebuah mobil baru saja berhenti di mana si pemilik tak lain adalah Marisa. Ia mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan sekedar ingin segera melihat dengan mata kepalanya sendiri apakah benar foto yang Shita kirim adalah Aria. Jika benar, ia tidak akan tinggal diam. Tak mungkin Aria belanja di mall. Punya uang dari mana? Bahkan suaminya hanya pria buta tak punya apa-apa. Marisa mengangkat panggilan dari Shita saat ia baru saja turun dari mobil. “Di mana kau? Cepat lah, aku sudah kembali menemukan mereka.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD