PART 13 - MAK COMBLANG

1637 Words
Dewi berjalan beberapa kali didepanku, meliriku seakan aku tidak menyadari yang sedang ia lakukan. Ia tampak memikirkan sesuatu. Sepatu yang ia gunakan untuk kuliah menyapu lantai home stay hingga membuat suara berdecit yang sedikit terdengar mengganggu. “Kenapa Wi?” tanyaku penasaran pada tingkah Dewi yang aneh sejak pulang kuliah.Ia bahkan belum mengganti pakaiannya dan segera mencariku disini yang tengah bersantai setelah beres-beres. Aku yang baru selesai membantu bli Komang membersihkan home stay memilih beristirahat diatas sofa cokelat diruang tunggu karena udara disini sangat sejuk. “Kamu mau pergi gak besok sore?” sepupuku ini berjalan kearahku dan ikut duduk diatas sofa bersamaku. “Pergi kemana? Paman dan Bibi memangnya kasi ijin Wi.” aku khawatir bibi dan pamanku masih melarang kami untuk pergi jalan-jalan berdua. “Sama kak Andi kok, tenang saja. Ibu sama bapak pasti kasi ijin.” ujar Dewi bersemangat. “Tumben kak Andi mau ajak kita jalan-jalan.” aku masih merasa ada yang aneh dengan sikap Dewi padaku. “Begini Mal, sebenarnya yang ajak pergi itu Mas Tomo.” Dewi menatapku menunggu ekspresi dan ucapan yang akan kuberikan. “Oh… Bagus dong, kita mau jalan-jalan sama-sama gitu kan” “Ehm… kamu gak peka banget sih Mal. “ Dewi menatapku dengan kesal. “Gak peka bagaimana , Wi? Kan katanya kita mau jalan-jalan.” aku benar-benar tak memahami ucapan Dewi padaku. “Mas Tomo itu lo suka sama kamu, dia mau ajak kamu kencan.” Dewi memukul lenganku gemas. “Hahaha…ada-ada saja kamu.” Dewi mungkin kecapean belajar hingga pikirannya jadi melantur kesana kemari. Dia masih saja mengganggap mas Tomo menyukaiku, padahal aku merasa mas Tomo biasa saja padaku. “ Aku serius, Mal. Tomo suka sama kamu beneran.” “Kamu taunya mas Tomo suka sama aku dari mana? Dari ucapannya langsung atau dari analisismu saja?” aku menatap Dewi dengan serius agar sepupuku ini tidak kesal lagi padaku. “Ini rahasia lo ya, jangan kasi tau mas Tomo kalau aku yang kasi tahu tentang hal ini ke kamu. Aku dikasi tau sendiri sama mas Tomo tadi pagi saat ia datang menjemput kak Andi.” mata Dewi terlihat setengah melotot saat berbicara, ia pasti berusaha membuatku percaya dengan ucapanku. Belum sempat aku menjawab ucapan Dewi, aku mendengar suara mesin motor vespa yang terdengar tak asing memasuki halaman home stay. “Panjang umurnya ni orang, baru aja diomonign.” ucap Dewi lalu berjalan keluar untuk melihat siapa yang datang dan aku hanya menunggunya membawakan informasi untukku walau sebenarnya aku bisa menebak kalau itu adalah motor vespa milik mas Tomo. “Beneran mas Tomo…” Dewi berkata-kata tanpa mengeluarkan suara, lalu berjalan lagi memasuki ruang tunggu home stay yang berbetuk teras yang cukup luas hingga tak perlu lagi menggunakan air conditioner untuk mendinginkan ruangan, angin alami saja sudah cukup membuat tempat ini terasa sejuk. “Dia baru pulang kuliah sepertinya sama kak Andi. Mereka masuk kerumah.” ujar Dewi sambil berjalan lalu duduk kembali ke atas sofa. “Mungkin dia datang mencarimu.” lanjut Dewi. Aku tak membalas ucapan Dewi. Aku menatap sepupuku ini sejenak, lalu menganggukkan kepalaku padanya. Aku melempar pandanganku pada sinar matahari yang tampak begitu menyengat siang ini. Keheningan menemani kami untuk beberapa saat, Dewi mungkin juga sedang terpana pada pamandangan taman mungil didepan ruang tunggu home stay ini. Kudengar, kak Andilah yang mendesain taman itu. “Sebenarnya kemarin aku bertemu seseorang, Wi.” entah apa yang ada dipikiranku hingga akhirnya aku bisa memulai untuk menceritakan tentang kejadina yang aku alami kemarin. “Bertemu siapa?” jawab Dewi lesu. Kulihat wajahnya terlihat seperti orang yang mengantuk. Suasana disini memang mampu mengundang siapapun merasakan kenyamanan hingga membuat seseorang ingin tidur. “Seorang pria dipantai Kuta.” jawabku pelan. “ Eh seriusan? Ganteng gak? Kamu ajak kenalan gak?” Dewi kini terlihat begitu bersemangat. Rasa kantuk yang tergambar jelas diwajahnya seakan lenyap begitu saja. “Kamu ingat gak, pria yang kita lihat di toilet pom bensin?” tanyaku. “Aaahhhhh, kamu ketemu dia lagi?” “Iya….” jawabku yang tanpa kusadari membuatku tersenyum. “Oh my God, Mal. Kamu naksir dia?” Dewi semakin merapatkan tubuhnya padaku. “Enggak kok. Aku gak naksir dia.” “Bohong… kamu senyum-senyum begitu kok.” “Terus…terus… kamu sempat berkenalan sama dia, gak?” Dewi menatap kedua mataku, membuatku merasa seperti terintimidasi sekaligus merasa malu. “Ehmm.. iya…” kubuang wajahku dan melihat langit-langit home stay. Entah apa yang kutatap. Aku hanya tidak ingin Dewi melihat wajahku dan menggodaku lagi. “Good move, Mal! Terus siapa namanya?” Dewi melihat kearah langit-langit mengikutiku. “Ryuzaki…” jawabku tanpa mengubah pandanganku. “Aaahh, dia orang Jepang. Sudah kuduga sih waktu lihat dia di Pom Bensin. Ngomong-ngomong, kamu liatin apa, Mal?” Dewi masih  mengikutiku menatap langit-langit. “Ah itu, Aku lagi cek apa ada sarang laba-laba atau gak.” bohongku sambil terus  menerus menatap langit-langit. Dewi tidak berbicara ataupun mengatakan apapun lagi. Keheningan menyelimuti kami berdua lagi hingga akupun menoleh kerahanya untuk melihat apa yang Dewi lakukan. “Kenapa Wi?” tanyaku pada Dewi yang terlihat sedang berbicara sendiri dengan suara pelan, hingga tak bisa kutebak apa yang sedang ia bicarakan. “Aku bingung, Mal. Aduuhhh, kamu pakai naksir cowok lain lagi, padahal aku kan sudah janji sam mas Tomo mas jadi mak comblang kalian.” Dewi menggoyangkan kepalanya lalu tiba-tiba bangkit berdiri dan tampak berpikir keras. Ia kembali berbicara seorang diri. “Aku gak lagi naksir cowok , Wi.”  sepupuku ini mengabaikanku dan tidak memperhatikan ucapanku. Ia masih fokus dengan pikirannya sendiri. Aku hanya berniat menceritakan kisahku padanya, bukannya mau membuat sepupuku ini kebingungan. “Aduh, aku bingung bagaimana harus ngomong ke mas Tomo nya ini.” ujar Dewi kembali. “Mal, kamu akan berpacaran dengan pria Jepang itu gak?” pertanyaan ini bukanlah hal yang kupikirkan sebelumnya. Bagaimana mungkin berpikir untuk pacaran dengannya, aku saja tidak tahu apakah masih bisa bertemu dengan pria itu atau tidak. “Kamu ngomong apa sih, Wi. Aku kesini bukan untuk pacaran. Bukan untuk cari cowok.” ungkapku jujur. Aku memang seharusnya tidak memikirkan hal seperti itu dulu saat ini. Bukan saat ini, entah kapan, namun yang pasti aku harus berfokus untuk membuat bangga keluarga dulu sekarang. “Sudah, aku balik kerumah saja ya, mau belajar.” mengingat keluargaku membuatku berpikir lebih baik aku belajar saja daripada membahas persoalan asmara tak jelas seperti ini. “Laah aku ditinggal ni?” Dewi bangkit berdiri mengikutiku. “Aku mau belajar, Wi. Supaya nanti lulus tes masuk.” balasku. *** Saat sampai dihalaman rumah, aku melihat mas Tomo sedang mengerjakan sesuatu dengan mas Andi sepertinya mereka sedang belajar bersama. Mas Andi tanpak sudah mengganti baju kuliahnya dengan pakaian yang lebih santai sedangkan mas Tomo masih menggunakan kemeja lengan panjang berwarna biru muda dengan lengan yang ia lipat seperempat dan masih menggunakan celana jeans biru. Dia terlihat sangat rapi hari ini. “Eh Dek Mala…” mas Tomo merapikan rambutnya saat melihatku dan memberiku senyuman khasnya. “Dari mana?” tanyanya lagi. “Dari home stay, mas.” jawabku seadanya. “Mala terus disapa, aku dilupain, nanti butuh baru cari aku.” Dewi memprotes perlakukan mas Tomo padanya. “Kamu cemburu, Wi?” mas Andi memblas ucapan Dewi yang segera dibalas keras oleh Dewi. “Idiiih cemburu apanya. “ “Sudah ndi. Aku mau ngomong sama dek Mala lo ini. Sana kalian berantem ditempat lain saja.”  ucapan mas Tomo membuat kak Andi langsung memukul lengan sahabatnya itu. “Geli banget aku!” “Aku masuk dulu ya kak, mas.” aku ingin segera masuk kedalam rumah saja, takutnya aku tidak punya waktu untuk belajar siang ini. “Tunggu dek.” Mas Tomo bangkit berdiri dan turun dari gazebo. Ia membawa buku ditangan kanannya. “Ini buku kumpulan soal-soal untuk tes masuk universitas. Punyaku dulu. Dek Mala bisa pakai untuk belajar.” aku seperti melihat harta karun yang diberikan padaku. Sebenarnya aku sudah punya satu buku yang diberikan Dewi, namun kalau punya lebih pasti akan lebih membantuku. Segera kuambil tiga buku yang ukurannya cukup besar dan tebal dari tangan mas Tomo. “Terima kasih banyak ya mas. Ini benaran aku boleh pinjam?” “Iya, pakai saja dulu sampai kapan Mala perlunya, mau diambil juga tidak apa-apa.” suara mas Tomo terdengar lebih ramah hari ini. “Terima kasih ya mas.” ulangku. Aku benar-benar senang melihat buku ini. Mas Tomo memang pria yang sangat baik dan perhatian. Aku merasa seperti memiliki seorang kakak lagi disini. “Sama-sama dek, kalau ada soal yang tidak dipahami nanti tanya saja ya. Mas akan bantu.” saat berada dekat begini, aku baru menyadari mas Tomo hari ini tercium lebih wangi dari biasanya. Ia mungkin menggunakan parfum hari ini. “Iya mas, sekali lagi terima kasih ya.” sudah tiga kali aku ucapankan terima kasih padanya. Andai bisa melakukan sesuatu yang lebih, pasti aku akan melakuannya. “Mala, masuk dulu ya mas.” aku membalas senyuman mas Tomo dan segera memeluk buku-buku yang baru diberikan padakau. Kudengar suara Dewi dan kak Andi mengatakan sesuatu pada mas Tomo saat aku sudah sampai diteras rumah. Aku tidak bisa mendengar jelas yang mereka ucapakan, namun aku tahu dari nada suaranya mereka tampak sedang menertawakan sesuatu.Saat kumenoleh melihat mas Tomo dan yang lainnya, benar saja kak Andi dan Dewi tampak sedang menggoda mas Tomo. *** Kuhabiskan sebagian besar malamku dengan belajar. Aku begitu bersemangat mempelajari soal-soal dari buku yang siang tadi diberikan mas Tomo padaku. “Mal, mas Tomo itu baik banget ya…” Dewi yang tengah menggunakan masker wajah bengkoang berbicara berlahan agar maskernya tak rusak. Sepupuku ini setiap malam melakukan perawatan rutin untuk wajahnya, tak heran wajahnya selalu terlihat bersih dan cantik. “Iya,Wi. Baik banget mas Tomo.” balasku sambil menutup jendela kamar. Kepalaku terasa sedikit pusing, mungkin karena aku kebanyakan belajar, jadi kuputuskan untuk berhenti belajar dan tidur saja. “Aku kenal mas Tomo sudah lama, sejak dia kenal mas Andi. Dia belum pernah kaya begini ke cewek lainnya. Kamu spesial buatnya.” Jujur, aku sebenarnya malas membahas perihal ini. “Kamu sudah kerjakan tugas kuliah Wi?” tanyaku pada Dewi mencoba mengalihkan pembicaraan kami. “Minggu ini aku lagi ujian semester, Mal. Gak ada tugas kuliah kebetulan.” Dewi bangkit dari ranjang dan mulai mengipas masker bengkoangnya, mungkin supaya lebih cepat kering. “Oh…” pantas saja sejak selesai makan malam, Dewi tampak serius membaca buku-bukunya, biasanya dia terlihat lebih santai.  “Ucapan aku yang tadi gak ditanggepin, Mal.” “Yang mana?” “Yang soal mas Tomo.” Dewi mengeraskan ucapannya, “Aduh…duh, rusak ni masker ku.” Masker yang Dewi gunakan tampak belum kering semua, jadi saat ia berbicara dengan aktif, maskernya terjatuh dan mengenai baju tidunya. Aku tersenyum melihat tingkah Dewi yang kini sibuk mengurus maskernya dan melupakan topik pembicaraan kami. “Rusak beneran. Aku cuci muka aja deh.” Dewi keluar kamar dengan membawa maskernya yang sudah berantakan. Aku segera cepat-cepat memeluk guling dan memejamkan mata. Aku harus cepat-cepat tidur sebelum Dewi, sang mak comblang itu berusaha keras menjalankan tugasnya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD