Suasana rumah yang sepi semakin memperparah hari-hari gue. Tidak ada yang bisa menemani saat gue mulai galau. Suara motor Radit membuat beban gue terangkat. Ia memasuki halaman rumah lalu mematikan mesin motornya. Ini kesempatan gue buat mencari hiburan. Radit melepas helmnya lalu masuk ke dalam rumah tapi ia menatap gue lalu berjalan mendekat. “Tumben di rumah, San. Nggak main sama si Wati?” tanya Radit. Tangannya masuk ke dalam saku celana. “Wati? Wati siapa?” “Kanaya si jomblowati,” ucapnya membuat gue naik pitam. “Jangan diledek terus, entar naksir. Bilang saja lo suka sama Kanaya, kan? Atau lo rindu sama dia?” Gue coba menggoda Radit tapi dia hanya diam. Tumben-tumbennya si toa diam tidak membalas. “Si Kanaya beda sekarang. Gue kangen dia yang dulu. Teman lo kenapa sih? Bosan