♥●♥●♥
“Lho kok hanya berlima? Cah ayu mana? Kinar.” Tanya bu Marni pada Moko teman-temannya saat mereka bersantap malam usai manggung usai merapikan alat-alat band mereka.
Moko, Roni, Andi, Cakra dan Bram duduk melingkar di kursi meja makan. Tamu undangan mulai sepi saat itu hanya tersisa keluarga inti dan hanya beberapa orang yang mengurusi prasmanan para tamu.
“Tadi bilangnya ganti duluan di ruang ganti bu.” Jawab Bimo menengadah pada perempuan paruh baya yang mengenakan gamis hijau tua itu.
“Ibu barusan dari sana, kosong kok ruangannya. Mau naruh ini gak jadi soalnya gak orang.” Bu Marni meletakkan tas keranjang berisi banyak buah naga.
“Kenapa bulek (*bibi)?” tanya Ajisaka dari belakang mereka.
“Itu loh si cah ayu Kinara, ilang. Eh, gak ilang sih.. Cuma diruangan ganti sana juga gak ada.” Bu Marni yang masih kerabat Ajisaka menjawab dengan raut wajah cemas.
“Biar Aji yang cari ya Lek. Kalian beresin aja makannya, biar saya yang cari Kinar.” Ajisaka mengedarkan pandangannya pada Moko dan rekan-rekannya. Moko yang sudah berdiri kembali duduk hendak melanjutkan makannya.
“Lha anakmu piye(*bagaimana)?” sela Bu Marni
“Udah tidur dari tadi sama eyangnya didalam.”
“Ya sudahlah sana, nak Moko sama yang lain biar habisin makannya dulu.” titah Bu Marni.
“Makasih pak Aji, habis ini kita susul cari Kinar. Biasanya malem-malem gini dia seneng cari udara segar sendirian pak.” lanjut Moko dengan mulut penuh makanan.
“Okay.” Ajisaka melambaikan tangannya.
Tak tau akan mencari Kinara kemana, Ajisaka hanya memutar langkah kesana kemari disekitar tenda pelaminan, panggung dan belakang rumah kepala desa yang tak lain adalah suami dari Bu Marni, bibinya dari pihak sang ibu. Nihil. Ia sama sekali tak menemukan keberadaan gadis itu. Sampai ia berpapasan dengan beberapa orang dari bagian dapur.
“Cari siapa nak Aji?” tanya salah seorang ibu dengan badan tambun.
“Kinara bu, itu.. mbak-mbak yang nyanyi tadi loh bu. Njenengan (*anda) lihat?”
“Oh.. mbak cantik yang rambut panjang itu ta?” Ajisaka mengangguk mengiyakan.
“Tadi jalan lewat taman sebelah rumah tuh, mungkin di kebun nak, coba cari kesana.” Saran ibu-ibu yang lain.
“Nggih (*iya) bu, makasih ya, saya kesana dulu.” Pamit aji dengan langkah gegas.
Sampai di area perkebunan buah naga, Aji tak langsung menemukan Kinara. Selain karena remangnya pencahayaan disana, juga karena bisingnya suara soun system yang belum dimatikan meski waktu beranjak malam. Berjalan tak tentu arah, hingga beberapa detik kemudian dadanya berdesir karena sayup-sayup mendengar teriakan minta tolong. Aji berjalan cepat mencari asal suara itu, hingga akhirnya ia melihat punggung seorang pemuda yang menindih separuh badan seorang gadis yang ia yakini adalah Kinara. Tak hanya seorang lelaki, namun dua, karena salah satunya terlihat tertawa sambil menahan kedua tangan Kinara diatas kepalanya.
Aji berlari bak orang kerasukan, lantas dengan gelap mata menarik bagian belakang kerah baju pemuda kurang aja itu, dilihatnya celana si pemuda hampir terbuka bagian depannya. Aji mundur selangkah demi mengambil sebongkah kayu penyangga ranting buah naga di sebelah kanannya. Dan dalam sekali ayun kayu panjang ditangannya sudah menghantam keras bagian belakang kepala pemuda pertama tadi. Pemuda kurang ajar tadi jatuh tersungkur sambil mengerang keras dengan kedua tangan menahan bagian kepalanya yang mengeluarkan darah segar.
“Bajingaan..!! BRENGSEKKK KALIAN...!!!” teriak Ajisaka dengan wajah merah padam menahan amarah.
Melihat temannya ambruk hingga tak sadarkan diri, pemuda kedua yang masih mematung memegang tangan Kinara. Perlahan melepaskan cekalan tangannya dan berlari terbirit-b***t menghindari Ajisaka yang mendekat ke arahnya dengan tatapan membunuh.
Tak berniat mengejar pemuda kedua yang sudah ketakutan. Ajisaka lantas mendekati tubuh Kinara setelah melemparkan asal kayu ditangannya. Tatapan nampak terluka melihat gadis yang menjerat hatinya kini terkulai hampir tak sadarkan diri, dengan keadaan setengah telanjang yang memprihatinkan.
Ajisaka bersimpuh disebelah gadis malang itu. Dirapikannya kembali celana panjang serta sweater Kinara yang menampilkan bagian tubuh apling pribadinya.
“Kin.. Kinara, bangun. Kin..” suara Ajisaka terbata-bata ketika menepuk pipi Kinara yang sedikit lebam.
Tangan pria itu bergetar menyadari Kinara masih terpejam tak sadarkan diri. Dengan sekali gerakan Ajisaka mengangkat tubuh Kinara dalam gendongannya. Dingin. Kulit Kinara begitu dingin saat bersentuhan dengan kulitnya.
“Kin bertahan Kin... Kin, please sadar.” Gumam Ajisaka sepanjang jalan, menuju kediaman kerabatnya.
“Ko...!!” teriaknya saat melihat Moko mendekat.
▪️▪️▪️▪️
“Bagaimana keadaannya dok?” cecar Ajisaka begitu dokter jaga di klinik yang ia datangi keluar dari ruang periksa.
“Gadis itu pingsan. Mungkin karena shock dengan insiden yang menimpanya. Luka-lukadi punggung dan pipinya sudah saya obati. Hmm..” dokter tersebut menggantung kalimatnya.
“masih beruntung anda segera menemukannya, sebelum gadis itu benar-benar dirusak oleh pelaku.” lanjut dokter wanita itu dengan intonasi tenang dan penuh kasih.
“I-iya dok, tapi dia akan segera sadar kan? Nggak ada masalah yang serius kan?”
“Dia hanya shock pak, mungkin tak sampai satu jam dia akan sadar.”
“Iya terimakasih dok.”
“Oiya,” dokter berparas teduh itu menghentikan langkahnya. “Anda sudah membuat laporan kepolisian terkait kasus percobaan pemerkosaan ini?” tanya dokter itu lagi.
“Saya sudah menyuruh orang untuk melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat dok.” jawab Ajisaka. Ia memang langsung menyuruh Moko untuk melaporkan kejadian ini pada aparat yang berwenang, ia ingin kedua pelaku dihukum setimpal karena perbuatan bejatnya. Moko pun langsung menyetujuinya, karena ikut tersulut amarah begitu mendengar cerita dari Ajisaka mengenai tragedi yang menimpa Kinara.
“Bagus lah kalau begitu, saya akan siapkan hasil visum juga sebagai pelengkap laporan.” Dokter berkacamata bulat itu berjalan menuju meja kerjanya.
“Terima kasih dok.”
“Iya, silahkan jika ingin menemani pasien hingga sadar.”
Ajisaka mengangguk sejenak sebelum masuk ruang rawat dimana Kinara masih terbaring lemah. Selang infus masih menghiasi lengan kirinya, sedang beberapa bagian wajahnya dibalut plester kecil-kecil.
Ajisaka menarik salah satu kursi disebelah ranjang Kinara, menggenggam tangan gadis itu penuh cemas. Hal yang hanya berani Ajisaka lakukan saat gadis itu memejamkan mata tak sadar. Jika tidak, mungkin saja Ajisaka akan mendapatkan tamparan keras karena dengan lancangnya menyentuh tangan mulus Kinara.
Klinik sedang sepi, ruang rawat yang mungkin digunakan layaknya unit gawat darurat ini hanya ada Kinara dan Ajisaka yang menemaninya. Mungkin karena hampir tengah malam juga.membuat suasana makin lengang. Hanya ada seorang petugas jaga di depan dan juga satu dokter jaga yang sedang menyiapkan hasil visum Kinara tadi.
"Hmmm..." Kinar bergeliat pelan sadarkan diri.
Cepat-cepat Ajisaka menarik tangannya. Terkejut pun salah tingkah membuat pria itu berdiri kaku disebelah Kinara.
"Ki.. Ki.. Kin. Kinar.." panggil Ajisaka terbata-bata.
Gadis itu masih separuh terpejam, namun badannya bergerak gelisah. Bibir tipisnya bergumam lirih tanpa Ajisaka tau apa yang diucapnya.
"Hmm.." Kinara menoleh ke sebelah kanannya dimana Ajisaka masih mematung menatapnya khawatir. Kinara membuka matanya sempurna, ditatapnya Ajisaka dengan tatapan lain seolah meminta perlindungan padanya.
"Pak.. mas Aji.." panggil Kinara hampir tak terdengar, matanya nampak berkaca-kaca siap melelehkan air mata.
"Iya Kin, kamu aman sekarang." jawab Ajisaka sedikit membungkuk untuk mendengar lebih jelas suara Kinara.
Tak menjawab. Kinara berusaha duduk setengah bersandar diujung ranjang. Selang sedetik kemudian gadis itu justru menumpahkan tangis sampai tubuhnya berguncang. Kedua tangannya ia angkat untuk menutupi wajah. Bahkan tak ia hiraukan lagi darah yang naik diselang infusnya karena pergerakan yang tiba.
"Sstt... tenang Kin, kamu sudah aman." Ajisaka mencoba menenangkan.
Tak menghiraukan Ajisaka. Kinara justru berteriak histeris ketika bayangan dua pemuda tadi membekap dan menindihnya. Kinara memekik dan memukul dadanya berkali-kali.
Ajisaka terkesiap, diraihnya tangan Kinara untuk menghentikan gadis itu melukai diri sendiri. Ketika kakinya ikut meronta, Ajisaka sigap menarik tubuh kurus kinara dalam dalam dekapannya. Masalah Kinara akan marah itu urusan nanti, yang penting gadis itu tenang dan berhenti menyakiti diri.
"Tenang Kin, mas disini. Mas gak akan membiarkan kamu mengalami kejadian mengerikan seperti itu lagi. Tenang please."
Kinara makin menghamburkan tangisnya. Tanpa sadar ia malah membalas pelukan Ajisaka sangat erat. Begitu erat. Bahkan tanpa sadar kuku-kuku jarinya menancap di punggung Ajisaka. Gadis itu begitu mendamba perlindungan, tak ingin bayangan menjijikan tadi menghampirinya lagi.
"Ja-jangan tinggalin aku mas." lirih Kinara, ia terisak pelan sebelum akhirnya jatuh lemas dan pingsan lagi.
.
.
Bersambung. (。•́︿•̀。)
➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜
Kalo nemu typo atau koreksi lainnya, panggil aku yaa..( ˘ ³˘)♥
Jangan lupa masukin library kalian ya, mampir juga ceritaku yang lain..cupp..cupp.. love you all, Mbak Li (◕ᴗ◕✿)