8 | Janji

1357 Words
♥●♥●♥ Kinara bangun masih dalam keadaan kacau balau. Diliriknya jam dinding besar di sebelah pintu ruangan tempat ia dirawat. Menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Kala menoleh kesamping kanannya, bisa dilihatnya Moko duduk di tepi ranjang dan menatapnya khawatir. "Ko," panggilnya parau. Tanpa bisa dihalau air matanya menetes lagi. "Sstt... semua udah berlalu Nar. Kamu aman sekarang." jawab Moko lantas mengusap puncak kepalanya pelan. "Hmm.." Kinara hanya berdehem pelan dan menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya. "Udah lebih baik hmm?" Kinara hanya mengangguk pelan lantas terdiam lagi. "Dokter bilang kamu udah bisa pulang. Pak Aji masih didepan ngurus administrasi. Mau balik ke kost atau ke rumah ibu?" Moko hanya memastikan Kinara akan baik-baik saja setelah pulang. Karena itu ia bersedia mengantarnya pulang ke rumah orangtuanya jika Kinara menghendaki. "Nggak, jangan kerumah ibu." Kinara menggeleng gegas. Sebagaimana ia bisa membaca jelas ekspresi ibunya. Pun demikian dengan perempuan paruh baya yang melahirkannya itu, Kinara sama sekali tak sanggup menutupi apapun padanya. Dan kini, ia sama sekali tak ingin membuat hati ibunya hancur dengan mengetahui pelecehan yang dialaminya. "Ke kost?" Moko memastikan lagi. "Hmm.. akan lebih disana sampai aku sedikit tenang Ko." Kinara menunduk menautkan jemarinya. "Take your time Nar. Ambil waktu sebanyak apapun sampai kamu tenang dan melupakan kejadian semalam." ucap Moko lantas beranjak dari tempatnya duduk. "Anak-anak yang lain gimana?" "Mereka udah balik duluan tadi, cuma aku yang tinggal nemenin kamu." Setelah menyelesaikan laporannya di kepolisian, Moko mengabari teman-teman band nya yang masih nunggu di rumah Bu Marni. Setelah dijelaskan bahwa Moko harus menemani Kinara, mereka berempat setuju untuk pulang terlebih dahulu dengan membawa mobil van milik Moko. "Mau kemana?" Kinara menahan lengan Moko dengan tangannya yang bebas. "Ke dokter didepan, bilang kalau kamu udah sadar, mau ke pak Aji juga." Kinara mengangguk lagi dan melepaskan cekalan tangannya. "Eh, pak Aji. Kinar sudah bangun pak." suara Moko masih terdengar, mungkin ia masih didepan pintu. "Hmm.. saya masuk dulu. Ini bawain ke mobil ya." Ajisaka menyerahkannya map berwarna biru pada Moko, mungkin berisi hasil visum yang ditawarkan dokter tadi. "Kin." gadis itu sontak mengangkat wajahnya ketika menjaring suara Ajisaka. Ya... Siapa lagi selain si Ajisaka ini yang memanggilnya dengan sebutan 'Kin'? Nggak ada, karena semua orang memanggilnya dengan sebutan 'Nar' atau 'Nara'. Pria karismatik itu mendekat dan duduk di kursi yang tadi ditempati Moko. "Diluar masih gelap. Terlalu bahaya jika memaksa pulang sekarang. Hmm.." Ajisaka mengetuk-ngetukkan ujung telunjuknya ke besi penyangga tempat tidur. "lebih baik menunggu agak pagi jika ingin pulang. Kamu mau menunggu disini atau di tempat lain? kebetulan rumah lama orang tua saya tak jauh dari sini. Mungkin kamu bisa menunggu disana sam—..." Ajisaka menggantung lagi kalimatnya. Kinara menautkan kening menunggu Ajisaka melanjutkan bicara. "Kamu jangan salah dulu. Nggak hanya kita berdua. Tapi ada Moko juga yang saya minta untuk selalu menemani kamu." lanjut Ajisaka cepat-cepat. "Atau kalau kamu tidak mau, kita bis amenunggu disini dulu sampai pagi." "Tapi, saya gak suka bau rumah sakit pak." potong Kinara. "Ya sudah, saya siapkan mobil dulu kalau begitu." Kinara tak menjawab, ia hanya menatap Ajisaka yang terlihat letih. Pria yang sempat dibencinya itu mungkin banyak mengeluarkan tenaga pun pikiran. Terutama saat memenangkannya saat histeris tadi. Bahkan Kinara seolah masih merasa hangat yang menjalar saat Ajisaka merengkuh tubuhnya tadi. "Sudah siap?" Kinara terkejut mendapati Ajisaka sudah berdiri didepannya lagi. Kinara hanya mengangguk sebagai jawaban. "Perlu saya bantu?" Ajisaka mengulurkan tangannya. Kinara menggeleng lalu bergerak turun dari tempat tidur secara perlahan. Wajahnya sudah tak sepucat tadi, meski cara berjalannya masih gontai di depan Ajisaka. Sorot matanya pun masih kosong, binar ceria yang biasa menghiasi netranya seolah dicabut secara paksa dari sana. Tapi setidaknya gadis itu tak histeris lagi. ▪️▪️▪️▪️ Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Ajisaka, Moko dan Kinara begitu sampai dirumah tinggal Ajisaka. Rumah orang tua Ajisaka ini termasuk besar meski bangunan lama. Lebar rumah yang 10 meter biasanya memiliki panjang yang tak begitu mencolok. Tapi rumah ini, besar dan luas mungkin tipe 150. "Mas Aji ndak kabar-kabar dulu kalo mau mampir." ucapnya, ada nada bahagia disana, seolah pria yang disapanya itu sangat dirindukannya. "Mendadak mbok, cuma mampir bentar kok. Nanti habis sarapan saya udah balik ke Rembang." "Lho.. Non Shania mana? Kok gak diajak." tanyanya lagi sambil menoleh kanan kiri. "Ada dirumah bulek Marni, sama eyangnya." jawab Ajisaka santai lantas menaruh tas kecil dan kunci mobilnya di atas meja kayu diruang tengah. "Kin, kamu bisa gunakan kamar tamu disana buat istirahat." pandangan Kinara mengikuti telunjuk Ajisaka yang mengarah pada kamar dengan pintu kayu warna coklat tua. "Mbok, anter mbak Kinara ke kamar tamu ya." titaj Ajisaka pada perempuan paruh baya tadi. "Nggih mas. Ayo non, saya tunjukkan." ujarnya kemudian seraya mengantar Kinara. "Ko, maaf kamar tamunya hanya satu karena yang lain sedang direnovasi. Kamu gak keberatan kan jika harus istirahat di sofa?" Ajisaka beralih berbincang dengan Moko yang baru masuk. "Gapapa pak, nyantai saja. Saya bisa istirahat dimanapun." jawab Moko yang sudah duduk bersandar di sofa panjang depan mereka. "Ya sudah kalau begitu saya kekamar dulu diatas. Biar mbok Sugi siapin selimut ya." ucap Ajisaka lantas berjalan menuju tangga. Selepas sarapan yang disediakan mbok Sugi, mereka bertiga berangkat ke Rembang untuk mengantar Kinara ke tempat kostnya. Moko yang berinisiatif menyetir, karena bagaimanapun Ajisaka bisa dibilang adalah kliennya kan? Jadi mana mungkin Moko membiarkan seorang klien yang sudah menolong vokalis band nya untuk menyupiri mereka hingga berjam-jam. Aji duduk disebelah kiri Moko yang fokus mengemudi, sementara Kinara setia dengan kebisuannya duduk dikursi penumpang belakang. "Mereka berdua sudah tertangkap." suara Ajisaka memecah keheningan mereka. Tangannya masih fokus memainkan ponsel didepannya. "Siapa pak?" tanya Moko menoleh sekilas. "Dua pemuda bajingàn yang semalam nyerang Kinara." Ajisaka melirik Kinara dengan ekor matanya, memastikan gadis itu baik-baik saja mendengar pembicaraannya dengan Moko. "Syukurlah, pihak berwajib bergerak cepat semalam." saut Moko ikut memperhatikan Kinara dari kaca depan. "Nar, kamu gapapa kan?"tanya Moko lagi. "Hmm.." "Saya pastikan kedua pelaku akan dapat hukuman setimpal dengan perbuatannya Kin." akhirnya Ajisaka menoleh dan mendapati Kinara menggigit bibir bawahnya. "I-iya pak. Hmm... saya gak harus datang kan? untuk memberi keterangan atau apa? sa-sa-saya rasa, saya gak sanggup." Kinara menunduk penuh gugup. "Biar orang saya yang mengurus, kamu gak usah ikut ambil pusing. Kalaupun mereka butuh keterangan kamu, akan saya usahakan agar kamu tak perlu datang kesana dan bertemu mereka lagi." "Hmm.. terimakasih banyak pak." "Ketempat kamu dulu Ko." ucap Ajisaka pada Moko, begitu mobil mereka sudah masuk tengah kota. "Nggak ngantar Kinar dulu pak?" tanya Moko bingung. "Biar saya yang nyetir dan antar Kinkin pulang, hmm.. Kinar maksud saya. Ada yang harus kami bicarakan." seru Ajisaka santai. "Baik pak." tak bisa menolak, Moko hanya menurut dan memutar arah untuk menuju rumahnya terlebih dahulu. Begitu sampai didepan rumah berlantai dua milik Moko, dengan berat hati ia melambaikan tangan pada Kinara yang berpindah ke kursi depan. "Nanti telpon aku Nar." ucap Moko sebelum mobil benar-benar melaju meninggalkan halaman rumahnya. "Mau mampir makan dulu Kin? Sebentar lagi jam makan siang." "Nggak usah pak, eh.. mas." jawab Kinara singkat. "Saya take away aja ya, nanti bisa kamu makan di tempat kost." Ajisaka mengarahkan mobilnya pada salah satu restoran ayam bakar favoritnya. Setelah memesan dua kotak nasi dan ayam bakar, ia segera kembali menuju mobil dan mengantar Kinara pulang. "Sengaja saya bungkus dua porsi, untukmu dan teman satu kamarmu lagi." Ajisaka menyerahkan dua kotak nasi pada Kinara saat mereka sudah sampai didepan pagar rumah kost Kinara. Gadis itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan setelah mengucap terima kasih. "Nanti sore akan saya kirim lagi yang lain." "Nggak usah repot mas." tolak Kinara. "Saya gak repot Kin, bukankah saya sudah janji sama kamu." "Janji?" Kinara menautkan kedua alisnya. "Iya, saya sudah janji kan, nggak akan tinggalin kamu. Saya akan lindungi kamu Kin, gak perduli kamu akan menolak, saya akan berusaha hingga kamu bisa menerimanya." . . Bersambung yaa... ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Diiih.... Ajinomoto kesempatan banget mepetin Kinkin, padahal Kinkin khilaf tuh pas meluk si Aji..( ꈍᴗꈍ) Btw yang belum follow, yukk follow i********: dan sss @rinai.hening buat info update-update ku yaa... love you all. Mbak Li, ( ˘ ³˘)♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD