6 | Tragedi

1254 Words
♥●♥●♥ Kinar sedang menyesap teh hangatnya sambil menatap ke arah panggung didepannya. Gilirannya menyanyi sudah selesai, kini Bimo yang mengambil alih. Alunan lagu lawas dari band Ungu mengalun indah, sangat pas dengan corak suara Bimo yang lembut. Pikiran Kinar ditarik kembali saat ia berpapasan dengan Ajisaka di ruang ganti tadi. "Saya sudah terlanjur jatuh sayang padamu, itu benar adanya Kin. Tolong pertimbangkan." bahkan kalimat yang dilontarkan Ajisaka masih terngiang-ngiang di telinganya. Sayang sih sayang, sayang aja udah punya istri. Kalo masih single mungkin bisa lah aku pertimbangkan. Rutuk Kinar dalam diam. "Nar, ngelamun." Moko menepuk pundaknya pelan. "Nggak." Kinar menggeleng cepat. "Diem aja dari tadi. Abis ini selesai kok. Bimo udah lagu terakhir, kamu ganti baju duluan aja gapapa." seru Bimo. "Oke, aku ke ruang ganti dulu." "Tapi kita cabut setelah cowok-cowok makan dan ngerokok gapapa kan?" "Gapapa kalian makan dulu aja, aku kan udah tadi." jawab Kinar, setelah menyelesaikan lagu terakhirnya ia memang langsung di ajak makan malam oleh istri kepala desa, yang punya hajat disini. Bu Marni namanya, perempuan paruh baya yang ramah sekali. "Nak Kinar, makan yang banyak, kurus banget ini badannya." ucap Bu Marni tadi. "Iya Bu, ini udah makan banyak." jawabnya penuh sungkan. "Kayaknya kamu lebih muda dari anak ibu ya. Berapa usiamu nak?" tanya beliau lagi. "19 tahun bu." "Muda sekali, anak ibu yang hari ini menikah usianya sudah 29 tahun. Telat nikah dia sampe dijuluki perawan tua sama tetangga, maklum ya dikampung gini banyak yang nyinyir nak..." Kinara hanya tersenyum menanggapi cerita Bu Marni, hingga mengalirlah cerita beliau tentang putri bungsunya yang hari ini melepas masa lajang dengan lelaki pujaannya. Setelah mengambil ponsel yang dititipkan pada Moko, Kinara segera beranjak dari tempat duduknya lantas berjalan memutar lewat belakang panggung untuk menuju ruang ganti yang tadi mereka gunakan. Setelah memastikan pintu ruangan terkunci sempurna. Kinara segera mengganti gaun cantiknya dengan celana kulot berwarna coklat tua dan kaos pendek bermotif bunga-bunga kecil. Pun tak lupa ia memakai sweater rajut berwarna baby pink. Setelah memastikan semua perlengkapan make up-nya masuk dalam tas kosmetik, pun baju panggung sudah terlipat rapi dalam sling bag besar yang selalu menemaninya tiap manggung. Kinara keluar kamar hendak mencari udara segar taman belakang kediaman kepala desa. Gadis itu memilih berjalan-jalan disekitar kebun buah naga yang tak jauh dari tempat digelarnya hajatan. Masih terdengar sayup-sayup suara sound system dari hajatan yang besar tadi, tapi sudah tak serius sebelumnya. Kinara melemparkan pandangannya jauh kedepan. Lengang, hanya hamparan perkebunan buah naga dengan hiasan beberapa lampu berwarna kuning di beberapa titik. Tapi Kinara sangat suka dengan udara segar seperti ini, jauh dari polusi seperti tempat tinggalnya di pusat kota. "Hallo cantik, eh... ini mbak yang nyanyi di rumah pak kades tadi kan?" suara asing dari belakang tubuh Kinara membuat gadis itu tersentak dan menoleh. Didapatinya dua pemuda dengan mata memerah saling berangkulan dan berjalan sempoyongan mendekat ke arahnya. Salah satu dari mereka yang memanggil Kinara tadi, sementara satu lagi hanya menyeringai menatap Kinara dengan tatapan penuh nafsû. Matanya yang menyipit memindai Kinara dari ujung rambut hingga ujung kaki. Membuat Kinara meneguk ludah kasar karena ngeri, bahkan bulu kuduk gadis itu sampai berdiri karena rasa takut yang menderanya. "Eeh.. iya, kok udahan nyanyinya neng? Padahal bagus loh suaranya." lanjut pemuda dengan potongan rambut cepak itu. "Tapi kayaknya lebih bagus lagi kalo suaranya dipake mendesah dibawah kita." saut pemuda dengan tatapan tajam disebelahnya. Mata Kinara mendelik seketika. Sembarangan ! Merasa terancam, Kinara mengepalkan tangannya kuat-kuat. Matanya melirik kanan kiri mencari jalan paling memungkinkan untuk dirinya segera pergi dari situ. Sialnya, ia tengah berdiri di jalan setapak, dikelilingi pohon buah naga, jalan satu-satunya didepannya dihalangi oleh kedua pemuda tadi. Sedangkan jalan dibelakangnya menuju kebun yang tak tau akan akan berujung kemana karena luasnya. Kedua pemuda sempoyongan tadi makin tergelak melihat Kinara yang tampak ketakutan. "Aah.. makin cantik kalo melotot gitu, bersenang-senang yuk neng. Abang bisa kok nyenengin kamu." dengan gerakan cepat pemuda dengan rambut cepak tadi menubruk tubuh Kinara, membuat tubuh gadis itu limbung terhempas ke jalan penuh kerikil dibawahnya. "Lepasin...!!" teriak Kinara, namun sepertinya suaranya teredam hiruk pikuk yang belum usai dari rumah kepala desa. "Apanya lepasin? Bajunya? Oke..." jawab pemuda satunya lagi menyeringai, lantas berjalan mendekat kearah temannya yang sudah menindih kaki Kinara. "Gagahin yuk men, rejeki anak soleh nih kita dapet biduan bening dari kota. Mulus coiii." saut temannya lagi kegirangan. Aroma alkohol sontak menguar ketika pemuda itu dengan kurang ajar mendekatkan wajahnya pada wajah Kinara. Mabuk. "Lepas !!!! Ko, tolong aku." jerit Kinara berharap Moko bisa mendengar suaranya. Lelaki dengan tampang menyeramkan itu malah menarik kedua tangan Kinara keatas kepala. Menarik senyum mengerikan di kedua sudut bibirnya. Kinara menendang kesana kemari mencoba melawan. Percuma kedua pemuda itu makin terkekeh dengan gerakan Kinara yang tampak sia-sia. Kinara mulai menangis, menjerit dan berteriak histeris untuk menyampaikan ketakutannya. Berharap ada siapapun yang lewat dan berbaik hati untuk menyelamatkannya. "Pegangin men." titah lelaki yang sedari tadi menduduki kedua kaki Kinara. Memerintahkan temannya untuk memegang tangan menara agar tetap bertahan diatas tubuhnya. "Brengsék, kurang ajarrrr...!! " pekik kinar nyalang saat pemuda pertama menarik sweater dan kaosnya keatas hingga menampakkan perut. "Sok suci banget neng, paling di kota juga udah sering dipake kan. Kenapa harus teriak-teriak sih. Enak kali." racau pemuda itu membungkam mulut Kinara dengan sebelah tangan. Sedang sebalah tangannya lagi kesulitan untuk menurunkan celana panjangnya. "Cepetan men, gue juga pengen." saut pemuda yang menahan tangan Kinara. "Ampun bang, ampuuun. Tolong jangan bang.." pekik Kinara memohon dengan tangis yang semakin menjadi-jadi. "Gantian bro," pemuda pertama sudah berhasil menurunkan celana Kinara hingga sebatas lutut, membuat Kinara makin meronta mencoba melepaskan diri. Air matanya sudah leleh membasahi wajah yang semakin memucat. "Sabar neng, Abang pelan-pelan kok." bisik pemuda kurang ajar itu sebelum menempelkan kasar bibirnya pada bibir Kinara yang meracau memohon ampun. Ditengah harapannya yang mulai pupus, sekilas ia dengar suara yang tak asing memanggil namanya. Sedetik kemudian tubuh lelaki kurang ajar yang mengungkung Kinara ditarik kebelakang dengan sangat keras. "Bajingán... !!! Brengsèk kalian." Ajisaka, itu suara Ajisaka. Namun Kinara tak mampu melihatnya lagi seiring kesadarannya yang mulai menurun. Matanya yang masih basah tertutup perlahan. Ajisaka yang kalap, mengambil kayu bekas yang digunakan untuk menopang pohon buah naga disisi kanannya. Lantas dengan sekali ayunan pria itu menghantamkan kayu yang digenggamnya ke bagian belakang kepala pria yang menindih Kinara tadi. Pria itu tersungkur seketika dan tak sadarkan diri. Melihat temannya tak sadarkan diri dengan kepala bersimbah darah, lelaki kedua yang tadi menahan tangan Kinara bangkit lari tunggang langgang menjauh dari Ajisaka yang masih tersulut amarah. Kata-kata umpatan dan sumpah serapah tak berhenti meluncur dari mulut Ajisaka. Ajisaka yang masih didera panik, melemparkan asal kayu yang digunakannya merangkak mendekati Kinara. Dinaikannya celana panjang gadis itu, demikian juga dengan sweater yang terkoyak hingga memamerkan bagian tubuh Kinara yang tak seharusnya. "Kin.. Kinara, bangun. Kin..." Ajisaka menepuk-nepuk pipi Kinara yang sedikit lebam. Kinara bergeming, matanya masih tertutup. Tubuhnya lemas tak berdaya. Tak menunggu lama, Ajisaka mengangkat tubuh Kinara dan berjalan cepat menuju mobilnya. "Ko." teriak Ajisaka ketika melihat Moko mendekat. "Setir, ke klinik terdekat." Ajisaka melemparkan kunci mobilnya ke arah Moko yang masih bingung melihat kondisi Kinara yang tampak mengenaskan. "Ke-kenapa Kinar pak?" "Nanti aja, cari klinik atau dokter terdekat. CEPAT!!" sentak Ajisaka begitu ia masuk kursi penumpang dan memangku Kinara. . . Bersambung yaa... ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Nyeseeekkk sama nasib Kinkin yaa.... (-_-;) Btw yang belum follow, yukk follow i********: dan sss @rinai.hening buat info update-update ku yaa... love you all. Mbak Li, ( ˘ ³˘)♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD