Tara memutuskan untuk mengunjungi Eve ke rumahnya. Beruntung sahabatnya itu seorang ibu rumah tangga hingga dengan mudah Tara bisa menemui Eve kapan pun ia mau. Abimanyu tak mengetahui tempat tinggal baru Eve, hingga lelaki itu tak pernah menaruh curiga jika Eve mengetahui perselingkuhannya dan mengadukannya pada Tara.
Eve dan Tara sudah menjadi sahabat sejak zaman mereka masih mengenakan seragam putih abu. Tara tak pernah menceritakan pada Abimanyu jika Eve sudah pindah ke komplek perumahan sejak suaminya diangkat menjadi seorang manager sales di perusahaan tempatnya bekerja. Siapa sangka, hal itu akan bermanfaat bagi Tara. Buktinya dengan cara itu Eve dapat memergoki kebejatan Abimanyu di belakangnya. Tuhan memang punya caranya sendiri untuk memberikan apa yang terbaik bagi setiap insannya. Selalu ada alasan dibalik setiap rencana-Nya.
Eve tersenyum dan memeluk erat Tara begitu membuka pintu dan menemukan Tara di sana. “Kenapa nggak bilang kalau mau main ke rumahku?” tanya Eve sembari menggeser sedikit tubuhnya, mempersilahkan sahabatnya itu untuk masuk ke dalam.
“Sebenarnya ini dadakan. Aku perlu alasan untuk kabur dari rumah,” ucap Tara sembari berjalan menuju sofa ruang tamu tanpa dipersilahkan terlebih dahulu oleh Si empunya rumah. Tara segera mendaratkan bokongnya pada sofa putih yang menghiasi ruangan.
“Kamu kabur dari rumah?” Eve ikut duduk di samping sahabatnya dan menatap Tara terkejut. Ia tak menyangka Tara yang begitu mencintai dan mengabdi pada suaminya bisa kabur dari rumah begitu saja. Tak mungkin, Tara berani melakukan hal bodoh itu.
“I wish i could, Eve,” ucap Tara tersenyum lirih, “aku mau kabur dari kenyataan,” lanjutnya sembari menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Eve tersenyum tipis dan mengusap-usap lengan sahabatnya. Ia tahu, jika Tara hancur berkeping-keping.
“Jadi, apa rencanamu, Ra? Mau pura-pura nggak tahu seumur hidupmu? Berpura-pura baik saja saat bekerja dengan selingkuhan suamimu?” nada suara Eve menyiratkan amarah yang tak bisa ia sembunyikan, “apa kamu pikir kepura-puraan bisa menyelamatkan pernikahan kalian?”
Tara menatap sahabatnya nanar. Jujur, ia pun tak tahu mengenai hal itu. Apa kepura-puraan akan membuat hubungan mereka kembali membaik? Apa dengan ketidaktahuan yang dibuat-buat, suaminya bisa kembali mencintainya? Andai memang semudah itu.
“Aku pikir, semuanya akan segera beakhir. Sekuat apa pun aku berusaha untuk berpura-pura, Mas Abimanyu seakan ingin lepas dariku. Aku kehilangan arah.” Tara tersenyum lirih.
Eve terperanjat. “Maksudmu ... apa dia sudah mengakui perbuatannya dan minta bercerai darimu? Apa semuanya sudah berakhir?”
Eve tak menyangka jika Abimanyu yang dulu tampak begitu mencintai Tara bisa berpaling. Apalagi lelaki itu yang ingin segera mempersunting Tara karna takut sahabatnya diincar pria lain. Kala itu, memang banyak yang menyukai Tara yang cantik jelita, hingga Abimanyu merasa tak aman sendiri. Kerap cemburu buta dan bahkan terkesan mengekang Tara.
Tara menggeleng lemah. “Tadi pagi, dia seakan mau bicara serius denganku, makanya aku kabur ke sini. Aku belum siap, Eve,” ucap Tara tak bisa menyembunyikan getaran pada nada suaranya. Hati Tara diliputi rasa pedih yang membuatnya hancur berantakkan.
Eve menggenggam erat tangan Tara, mencoba menyalurkan sedikit kekuatan pada sahabatnya itu. “Sampai kapan kamu mau terus berlari, Ra? Masalah itu harus dibicarakan.”
Tara menghela napas gusar. “Apa yang bisa dibicarakan lagi, jika dia udah nggak mencintaiku lagi, Eve,” air mata lolos begitu saja, “aku takut mendengar kata cerai atau tidak mencintai lagi keluar dari mulutnya. Aku belum siap. Aku ... mencintainya ...”
Eve menghapus air mata yang membasahi pipi sahabatnya, lalu mendekap erat tubuh sahabatnya. Diusapnya punggung Tara, mencoba mengurangi punggung wanita itu yang bergetar akibat dari isak tangisnya yang terdengar begitu memilukan. Mengiris hatinya.
“Tapi kamu nggak bisa terus-terusan kabur darinya. Kuatkan hatimu, Ra. Aku merindukan sahabatku yang kuat dan mandiri. Kemana kamu yang dulu? Wanita yang menarik perhatian banyak lelaki bukan hanya karna wajahnya yang cantik, namun sikap tangguh dan otaknya yang cerdas menjadi nilai tambah dirinya. Bisa bawa Tara yang seperti itu kembali padaku?”
Tara persis seperti apa yang Eve deskripsikan. Setidaknya semua itu adalah dirinya sebelum ia menikah Abimanyu. Cinta yang terlalu besar telah memusnahkan mimpi masa mudanya, perlahan merenggut sikap mandirinya. Salahkan saja Abimanyu yang dulu memperlakukannya bak ratu. Menemani kemanapun ia pergi, melayaninya dengan hangat, dan membuat Tara merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia ini.
Tara melepaskan pelukan mereka dan tersenyum pilu. “Mungkin, orang itu sudah mati, Eve,” gumamnya pelan, “apa yang harus kulakukan?” suara Tara penuh dengan keputusasaan.
“Balas dendam. Tunjukkan padanya siapa Tara Wijayanto yang sebenarnya,” ucap Eve sembari mencengkram kedua lengan sahabatnya, tatapan mata wanita itu penuh amarah dan juga semangat yang sudah lama tak pernah Tara temukan pada netra sahabatnya.
“Maksudmu ... aku harus selingkuh juga?”
Eve terdiam sesaat, lalu menggeleng cepat. “Bukan itu maksudku, Ra.” Ia menguncang lengan Tara, “kamu harus tunjukkan, kalau kamu nggak mencintainya dan apa yang dia buat di luar sana nggak akan mempengaruhimu. Buat dia melihat, jika kamu bisa hidup tanpanya.”
Semangat yang ditunjukkan Eve tak mampu menular pada Tara. Perkataan karibnya itu justru membuat hati Tara menciut. Bagaimana bisa ia pura-pura tak mencinta, saat hatinya mendamba lelaki itu? Bagaimana ia berusaha dia, jika jantungnya terus meneriakkan nama Abimanyu? Tara tak mungkin bisa melakukan hal konyol itu.
“Aku ... nggak bisa. Selama ini dia mengabaikanku, tapi aku nggak bisa melakukan hal yang sama. Dia menjauh, namun aku terus berusaha mendekatinya. Aku nggak bisa melakukan seperti apa yang dia lakukan padaku, Eve.”
Eve berdecak sebal. “Kamu mau suamimu kembali, bukan? Hanya ini satu-satunya cara, Ra,” ucap Eve penuh keyakinan, “lelaki itu menyukai satu hal, tantangan. Mendapatkan seorang wanita membuat mereka merasa begitu berkuasa, tapi apa yang akan terjadi saat kamu nggak lagi memohon padanya? Martabatnya akan terasa diinjak-injak, membuatnya kembali tertantang untuk mendapatkanmu kembali,” lanjut Eve menatap ke dalam manik mata sahabatnya.
Ada jeda sebelum Tara menjawab lirih, “aku nggak akan sanggup untuk melakukannya.”
“Tara, kamu harus mengingat apa yang dilakukannya kepadamu, jadikan itu sebagai motivasi untuk membalaskan dendam. Jadikan kebencian untuk membuatnya kembali bertekuk lutut padamu, Ra.”
“Apa menurutmu, aku bisa melakukannya?”
Eve mengangguk penuh keyakinan. “Tentu saja. Belajarlah untuk mengabaikannya, Tara. Aku tahu, semua ini nggak mudah, tapi ini satu-satunya cara jika kamu menginginkan Mas Abimanyu kembali. Buat dia sadar, jika dia sangat mencintai dan membutuhkanmu.”
Tara mencoba mengukir senyum pada wajahnya. “Aku akan mencobanya. Aku nggak akan melepaskannya dan membuatnya sadar, jika aku lah yang dia cintai. Bukan Dania.”
Eve tersenyum senang dan memeluk sahabatnya. “Tara ... saat seluruh dunia menjauhimu, kamu harus selalu ingat, aku akan selalu ada untukmu,” ucapnya seraya melepaskan pelukan, “beri pelajaran pada Mas Abimanyu. Kamu bisa mulai dengan mendiamkannya, lalu jangan lari saat dia ingin membicarakan hal serius padamu. Jaga wajahmu tetap datar walau hatimu tersakiti. Kamu pasti bisa melewati semua ini, Ra!”
Tara mengangguk. Entah kekuatan dari mana ia dapatnya, hingga ia mulai berpikir, jika dirinya pasti bisa melewati badai dalam rumah tangganya. Tara tak ‘kan kalah. Dirinya yang mengenal Abimanyu terlebih dahulu, jatuh cinta, dan memiliki lelaki itu.
Tara yang telah kehilangan arah, seakan menemukan harapan baru berkata sahabatnya itu. Ia tak terlalu yakin, apakah cara ini dapat mengembalikan cinta suaminya, akan tetapi ia akan mencoba berbagai cara untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Ia mencintai suaminya.