Hati-Hati Jatuh Cinta

1018 Words
"Pagi, Maas!" Ada yang menyapanya dengan ceria. Meski rumah ini masih tampak asing, anehnya, ia senang. Ya lah. Wong yang tinggal di sini kan si Salwa. Gadis itu sedang membantu Mamanya di dapur. Ahmad baru menuruni tangga dan memang berhadapan dengan dapur yang menyambung ruang makan kemudian pintu samping yang terbuka menghadap kolam renang. Jadi ya bisa dibilang, berdampingan lah dengan kolam renang. "Pagi, Sal. Lihat Abangmu?" Ia jelas bertanya-tanya karena sejak usai mandi, ia tak melihat Said. Ke mana sahabatnya itu? "Oh....Abang keluar bentar. Paling juga jajanan kue di jalanan depan. Kalo pagi kan selalu ramai." Aaaah. Ia mengangguk-angguk. Tahu kalau itu. Karena Said suka cerita. Cowok itu selain hobi di depan laptop, ia juga hobi kue-kue tradisional. Untuk apa? Ya dimakan lah. Kadang juga dijadikan sesajenan ketika lembur. Hahaha. "Ada yang bisa Ahmad bantu, Tan?" Ia menawarkan diri. Si Tante terkekeh. "Kamu bantu duduk aja di sana." Ia tertawa kecil karena disuruh demikian. Ia tak jauh berbeda dengan Said. Tak tahu apa-apa soal dapur. Ahmad agak menjauh. Ia memang pergi menarik kursi. Namun tak henti menatap Salwa. Hahahaha. Si gadis ceria yang bagai pusat alam semesta di matanya. Begitu mendengar suara dehaman, ia buru-buru duduk. Hampir terjatuh pula. Hal yang membuat Papanya Salwa menahan tawa. Sebetulnya, sudah sejak kemarin malam, si Papa memerhatikan Ahmad. Karena Ahmad sering tersipu tiap tak sengaja ditatap Salwa. Salwa justru tampak biasa-biasa saja. Suka ya sama anaknya? Ya anaknya memang cantik bin manis. Jadi tak heran kalau banyak yang suka. Hahaha. Namun ia tentu tahu kabar Ahmad hendak dijodohkan dengan gadis lain. Jadi ia tak menyentil sama sekali urusan anaknya. Kenapa? Ya kalau sudah akan dijodohkan dengan gadis lain, maka tak perlu menganggu. Dalam pikirannya, Ahmad tak mungkin menolak perjodohan itu. Kenapa? Karena perjodohan itu sangat penting dalam silsilah keluarganya Ahmad yang masih keturunan sultan lah. Ya dari wali-wali maksudnya. Yang si Papa tahu juga, perempuan yang hendak dijodohkan dengannya juga masih keturunan wali-wali. Wajar rasanya kalau ingin menjaga hal itu. Kalau ia dan keluarga kan memang hanya keturunan orang biasa. Kalau suka dengan anaknya ya sah-sah saja. Tak perlu dilarang karena suka itu kan hak setiap orang. "Kabar paman-pamanmu bagaimana?" Ahmad punya banyak paman sebenarnya. Tapi dari berbeda nenek. Ya kakeknya punya beberapa istri lah istilahnya. Namun yang sah itu hanya garis keturunannya Ahmad. Selir-selir kan umum dulu. Tapi hanya untuk para raja. Kalau zaman sekarang rasanya kurang relevan untuk beberapa budaya barangkali. Karena terhitung tak ada juga kalau di Indonesia ini. Ah tapi rasanya masih banyak kesultanan juga yang masih aktif kan? "Ya begitu lah, Om." Si Om terkekeh. Hampir lupa juga dengan kabar-kabar mereka. Banyak perseteruan sebenarnya di dalam keluarga Ahmad. Tapi berhubung kakeknya masih hidup, semua tampak tenang-tenang saja. Mereka hanya mengobrol beberapa urusan kampus Ahmad. Tentu tak akan menyentil dunia pekerjaan. Karena dua perempuan yang sibuk di dapur itu tak tahu soal pekerjaan Ahmad. Tak lama ya sarapan pagi dimulai seiring dengan munculnya Said dengan kue-kuenya. Biar pun suka nyemil, anehnya ia memamg selalu kurus. Kalau katanya Ahmad, Said ini terlalu banyak berpikir. Otaknya menyerap banyak makanan yang ia makan sehingga organ tubuh lain tak kebagian. Mungkin ada benarnya juga. Usai sarapan ya santai dulu. Rencananya memang Said dan Ahmad hendak jalan-jalan sebelum besok kembali ke Jogja. Kan tak lama di sini. "Menurutmu, Ahmad bagaimana?" Salwa yang ditanya begitu oleh Papanya malah berhah ria. Ya kaget lah. Kan tak begitu mendengar apa yang dikatakan Papanya barusan. Ia memang sedang sibuk di depan laptop untuk mengerjakan tugas. Ia duduk menghadap kolam renang dan di sampingnya ada Papanya. Nah di samping kolam renang itu ada lapangan kecil lah untuk bermain bulutangkis. Said dan Ahmad sedang bermain bulutangkis. Kalau Mamanya Salwa ya sudah pergi barusan. Ya biasa lah. Urusan ibu-ibu arisan. "Ahmad kan baik. Lama kenal dengan Abangmu." Salwa tertawa. Aneh saja dengan pertanyaan Papanya ini. "Papa aneh-aneh aja. Mas Ahmad ya Mas Ahmad." Memangnya mau jawaban apalagi? Papanya mengangguk-angguk. Memang anaknya tampak biasa saja. Ia hanya mewanti-wanti untuk tak tertarik pada Ahmad karena ia tahu kan perjodohan itu. "Papa sih terus terang saja. Kalau bisa, cari lelaki lain." Salwa langsung tertawa. Jelas saja ia menatap Papanya yang begitu aneh berbicara begini. Tiba-tiba pula. Apa maksudnya coba? "Yaa Papa sih hanya memperingatkan lebih dulu. Soalnya kan Ahmad itu bisa dibilang cowok keren zaman sekarang. Jadi pasti banyak yang suka." "Dan gak mungkin suka sama Salwa juga kali, Paaaa." Ia sadar diri. Hahahaa. Menurutnya, Ahmad itu akan jatuh cinta sama cewek-cewek yang bergamis. Yang anggun. Yang solehah. Yang muslimah banget lah. Ia sih sudah jelas merasa bukan bagian dari itu. Jauh dari itu malah. Jadi ya gak mungkin lah Ahmad tertarik padanya. Papanya malah tertawa sambil mengangguk-angguk. Perkara mungkin atau gak mungkin itu soal kehendak Allah sih. Namun ia hanya tak ingin kalau-kalau suatu saat, anaknya malah kecewa dan patah hati. "Papa hanya memberitahu saja," tukasnya lantas berbisik ke telinga anak gadisnya ini. "Ahmad itu sudah dijodohkan dengan perempuan lain." Salwa menoleh lagi. Ya kaget lah mendengarnya. Dari mana Papanya tahu? "Papa tahu dari mana?" Papanya mengibas tangan. "Gak penting itu. Pokoknya Papa hanya kasih tahu saja dulu untuk berhati-hati." "Hati-hati apaan coba....." Papanya kembali berbisik dengan muka jahil. "Hati-hati jatuh cinta." Kemudian Papanya kabur usai mengatakan itu. Salwa geleng-geleng kepala dengan kelakuan Papanya itu. Ya Papanya memang begitu. Walau kemudian ia kembali fokus pada laptop. Namun dalam hati cukup terganggu juga. Jadi Mas Ahmad sudah dijodohkan dengan perempuan lain begitu ya? Benar-benar dijodohkan? Ia pikir hanya rumor loh. Ia tentu pernah mendengar gosip soal perjodohan Ahmad dan Zahra. Ya tak heran juga kalau keduanya dijodohkan. Karena ia pernah mendengar kalau Zahra itu anaknya kyai terkenal di Jawa Timur lah. Rumor itu memang sudah berseliweran sejak ia masuk BEM. Apalagi beberapa anak baru sepertinya juga ada yang mengatakan untuk jangan tertarik pada Ahmad. Kenapa? Ia pernah mempertanyakan itu. "Mas Ahmad itu udah ada yang punya. Itu tuh...." Gadis itu menunjuk Zahra yang baru saja lewat. Dari penampilannya saja sudah muslimah. Ya wajar juga menurut Salwa kalau Ahmad yang terlihat agamis dijodohkan dengan perempuan yang juga selevel dengannya. Yang jelas tak mungkin dengannya yang rada-rada abal dalam berhijab ini lah. @@@

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD