Napas orang tua Jordan menjadi semakin cepat setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Rowena. Matanya tampak melotot penuh kebencian pada sosok gadis muda yang tengah memeluk lengan anaknya.
"Maaf atas kelancangan saya, hanya saja suami saya selalu mengajarkan pada saya untuk menjadi wanita yang tidak mudah ditindas agar tidak mempermalukannya."
Bibir Jordan mau tidak mau agak berkedut saat mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya. Kapan dia mengajari gadis ini kata-kata seperti itu? Sejak kapan istrinya mudah ditindas sampai dia harus mengajarinya? Malah dia selalu merasa kasihan pada seseorang yang akan menjadi lawan istrinya. Dia tahu dengan jelas bagaimana karakter Rowena yang tidak akan mau dirugikan dalam hal apapun.
"Kamu gadis kurang ajar! Wanita jalang macam apa yang kamu bawa pulang untuk dinikahi ini Jordan? Apa kamu bahkan tidak bisa mendisiplinkan istrimu sendiri. Katakan pada Ibu kalau kamu akan segera menceraikan istri tidak bermoral seperti itu!" Amarah Nyonya Tua Relda tidak baik untuk Rowena. Ibarat Rowena seperti tengah menyala bubuk mesiu yang kapan saja bisa pecah dalam diri wanita tua itu.
"Meskipun Anda sudah tidak muda lagi, setidaknya saya berharap agar Anda bisa lebih bijak lagi sebagai seorang sesepuh. Terus berbicara buruk dan tidak memiliki wibawa sebagai seorang sesepuh yang bermartabat. Jujur saja saya merasa agak kecewa karena sikap Anda. Sangat jauh dari sikap para panatua keluarga yang anggun dan bermartabat dalam keluarga kaya. Mereka biasanya bersikap penuh dengan etika baik." Rowena menampilkan ekspresi empati yang jelas di wajahnya.
Mendengar perkataan Rowena yang dengan jelas tengah menyindirnya, membuat amarah dalam diri Nyonya Tua Relda semakin pekat. Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Rowena sudah terbunuh berulang kali.
"Hentikan semua perdebatan kalian, cepat masuk dan duduk." Tuan Tua Eddy tampak berdehem sesaat dan menghentikan konfrontasi di depannya.
Jordan langsung menarik pinggang Rowena hingga mereka duduk bersama di sofa panjang. Keduanya tampak tenang, tidak ada ekspresi khawatir atau rendah diri. Mengabaikan tatapan penuh permusuhan dari Nyonya Tua dan tatapan penuh selidik dari Tuan Tua di depan mereka.
"Anggap saja rumah sendiri, jangan panik." Jordan menyelipkan rambut Rowena ke belakang telinganya. Memperlakukan seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua, tidak ada kecanggungan sama sekali. Seakan apa yang dilakukannya terlihat sangat alami dan tidak ada beban psikologis.
Rowena hanya tersenyum. Dia adalah orang yang fleksibel, tingkahnya tergantung pada bagaimana sikap orang lain padanya. Dia bisa menyesuaikan sikapnya dimanapun dia berada.
"Ekhem! Jordan, kapan kamu sudah menikah? Mengapa tidak memberitahu kami sama sekali tentang hal penting seperti ini?" Tuan tua terlebih dahulu bertanya pada putranya. Apa lagi Jordan saat ini adalah anak satu-satunya, setelah anak pertamanya meninggal dalam kecelakaan mobil.
"Aku sudah dewasa, tidak perlu merepotkan kalian para orang tua untuk masalah ini." Jordan tampak santai, masih melingkarkan sebelah tangannya pada pinggang ramping Rowena.
"Apa menurutmu kami sudah mati sampai hal-hal sepenting ini harus kami abaikan begitu saja? Apa kamu tidak menganggap kami sebagai orang tuamu lagi?" Nyonya Tua Relda tampak semakin marah. Jordan sama sekali tidak mau mendengarkan setiap pengaturannya. Anak itu terlalu pemberontak dan tidak bisa diatur.
"Jangan terlalu emosional Bu, ingatlah untuk menjaga kesehatan. Atau, aku akan memanggil dokter Rian ke sini untuk merawatmu jika hipertensimu naik lagi." Jordan berkata dengan pelan, namun jelas sikapnya masih acuh dan tidak terlalu peduli.
"Jika Ibu sampai jatuh sakit, kamu yang harus bertanggung jawab karena tidak berbakti dan selalu melawan orang tua." Nyonya Tua tampak semakin marah, ia sampai memegangi dadanya dan bergerak naik turun karena emosinya tidak stabil.
"Tidak masalah, aku akan memastikan Ibu harus dirawat penuh dan tidak bisa keluar dari rumah sakit sampai Ibu benar-benar sembuh total."
Kedua mata Nyonya Tua semakin melotot kesal. Dia tentu tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Jordan merupakan sebuah ancaman terselubung. Karena dia benar-benar akan menjadi tahanan rumah sakit jika hal itu sampai terjadi dan dia tidak bisa pergi kemanapun sampai benar-benar sehat bugar. Nyonya tua hanya bisa membuang muka dan mendengus kesal.
"Baiklah, aku pertama-tama akan memperkenalkan istriku. Rowena Ziandra, istriku sekaligus wanita yang kupilih untuk menjadi ibu dari anak-anakku."
Sudut mulut Rowena seketika langsung berkedut gatal. Mendengar perkenalan Jordan yang benar-benar tidak tahu malu. Siapa yang mau menjadi ibu dari anak-anaknya? Dia menikahi pria ini hanya demi membalas dendam pada anaknya. Sedangkan untuk memberikan anak untuk pria ini, dia masih belum memikirkannya. Membayangkan perutnya akan membuncit dan terlihat jelek, belum lagi bagaimana dia akan melahirkan yang harus mempertaruhkan nyawanya. Rowena seketika bergidik ngeri. Tidak, dia lebih memilih untuk child free dan tidak tertarik untuk melahirkan. Itu terlalu menyakitkan.
"Ibu tidak menyetujuinya!" Tatapan Nyonya Tua masih tampak galak dan tidak kooperatif pada Rowena. Sayangnya Rowena tampak bersikap tidak peduli dengan provokasi terang-terangan itu.
"Aku datang ke sini bukan untuk meminta restu, aku hanya sekedar memberitahu kalian sebagai orang tuaku."
"Bagaimana dengan keluarganya?" Tuan Tua kembali bertanya pada Jordan, sikapnya cenderung lebih stabil dan tidak mudah meledak-ledak seperti istrinya.
"Tidak buruk." Jordan hanya menjawab singkat, karena dia sudah menyelidiki semua terkait istrinya sejak awal. Sekalipun Rowena tidak pernah membicarakan mengenai orang tuanya sama sekali selama mereka menikah.
"Pernikahan bukan hal yang sepele, jadi kapan kamu berencana untuk mempertemukan kedua keluarga?"
"Pertemuan kedua keluarga? Bagaimana bisa keluarga kita menikah dengan orang yang asal usulnya tidak jelas? Apa kamu tidak takut mereka hanya berniat untuk memanjat pohon yang tinggi dan mencari keuntungan dari keluarga kita nantinya? Aku tidak setuju. Wanita tua ini hanya akan mengakui Freya sebagai menantuku!" Nyonya tua yang mendengar perkataan suaminya langsung kembali kesal dengan penuh penolakan.
"Benar, asal-usul saya masih tidak jelas. Bagaimana bisa kedua keluarga kita bertemu, aku sendiri bahkan ragu apakah keluargaku akan setuju dengan pernikahan ini. Jika memang tidak mungkin, tidak terlalu buruk untuk bercerai." Rowena menyesap teh yang baru saja disajikan oleh pengurus rumah tangga di depannya.
Ekspresinya tampak tenang dan tidak terstimulasi oleh perkataan buruk Nyonya Tua padanya.
"Tidak, tidak akan pernah ada perceraian di antara kita. Jika kedua keluarga tidak setuju, itu tidak menjadi masalah. Aku masih bisa menghidupinya dengan utuh dan menyeluruh." Jordan tanpa sadar semakin mengeratkan pelukan tangannya di pinggang Rowena.
Kening Rowena agak mengernyit saat merasakan remasan di pinggangnya. Ingin sekali dia menendang pria itu agar tidak begitu menempel padanya seperti lem. Namun karena saat ini mereka sedang melakukan pertunjukan di depan sesepuh, jadi dia hanya bisa bekerjasama dengan enggan.
"Sayangnya suamiku tidak mau melepaskanku meskipun aku setuju untuk bercerai sesuai dengan keinginan Anda Nyonya Tua. Maafkan aku, suamiku terlalu mencintaiku. Aku takut dia akan mati jika aku sampai pergi meninggalkannya." Rowena tersenyum manis, lalu berbalik membelai wajah Jordan dengan penuh kasih sayang.
Pertunjukan kasih sayang ini terjadi begitu alami. Membuat Jordan yang diperlakukan seperti ini tidak bisa menahan kedua sudut bibirnya untuk tertarik ke atas. Sekalipun dia tahu bahwa apa yang dilakukan istrinya hanya sebuah pertunjukan, namun dia menyukainya dengan senang hati.
"Kalian, dasar tidak tahu malu!"
"Nenek, apakah Kak Jordan sudah datang?"
Rowena seketika memalingkan wajahnya, dia lalu menyipitkan kedua matanya sejenak. Melihat sosok wanita yang tidak asing di matanya.
"Kemarilah, anak tidak berbakti dan wanita tidak bermoral itu hampir membuat nenek darah tinggi jika kamu tidak datang menenangkan nenek." nada suara Nyonya Tua sangat jauh berbeda. Terlihat jelas bahwa dia bias pada Rowena dalam pandangan pertama.
"Tidak heran, ternyata pihak ketiga yang tidak tahu malu ada di sini. Ini semakin menarik."