Rowena sangat kesal dengan sikap genit Jordan, dengan segera dia mendorong pria itu menjauh dari tubuhnya. Pria ini, semakin lama menjadi semakin menjadi-jadi. Tidakkah Jordan sadar kalau dia sudah tidak muda lagi? Kenapa hormon pria ini terlalu tinggi tiap kali bersamanya?
"Aku tidak jadi menggunakan baju ini." Rowena yang kesal segera melepaskan baju tadi dan memakai pakaiannya yang semula. Mood-nya untuk mencoba gaun baru langsung menghilang karena ulah Jordan. "Apa kamu merasa puas?"
"Tidak, bagaimana mungkin hal ringan seperti tadi bisa memuaskanku?"
"Pria m***m, hentikan pikiran kotormu. Juga, cepat tenangkan adikmu. Jangan mengacau di sini." Rowena melirik pada sesuatu yang menonjol dari celana Jordan, jika dia adalah gadis pemalu, mungkin dia akan tergagap saat mengatakannya. Sayangnya Rowena hanya meliriknya sekilas dan berkata dengan tenang, meski rona merah masih menjalari wajah dan lehernya.
Rowena buru-buru keluar dari ruang ganti. Enggan berurusan dengan Jordan dan takut pria itu akan melakukan hal-hal yang sesat jika mereka masih berada dalam ruang ganti yang sempit. Sesempit pemikiran pria itu jika sudah berurusan dengan kemesumannya.
Jordan yang ditinggal sendiri di dalam ruang ganti hanya bisa tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri karena terlalu mudah tergoda oleh gadis itu. Reaksi tubuhnya terlalu jujur, sayangnya dia masih harus lebih bersabar lagi sampai bibi flo istrinya berakhir sebelum nantinya dia akan berbuka puasa. Alhasil Jordan berada di dalam ruang ganti cukup lama, berusaha meredam pemikirannya dari Rowena dan memikirkan masalah perusahaan agar adiknya tidak terlalu antusias.
Rowena menunggu Jordan sekitar 10 menit lamanya. Dia memutuskan untuk duduk dan bermain game di ponselnya. Tidak ingin memikirkan pria itu yang selalu berhasil membuatnya marah. Dia tidak terlalu peduli dengan pertemuan keluarga yang disebutkan oleh pria itu. Dia merasa cukup percaya diri dan tidak merasa rendah diri saat berada di sisi Jordan, dia bahkan tidak merasa gugup sama sekali meskipun saat pertemuan nanti akan menjadi pertama kalinya dia bertemu dengan mertuanya.
Bagi Rowena, menjadi terlalu rendah diri dan tidak percaya diri hanya akan membatasi diri sendiri untuk bisa menampilkan versi terbaik dirinya. Dia tidak ingin terkekang oleh pemikiran takut dan gugup yang akan membuatnya lengah, sehingga akan mudah melakukan kesalahan karenanya.
"Apa kamu sudah selesai memilih bajunya?"
"Tidak, sebaiknya kamu yang memilihnya. Aku sudah malas memilih baju lagi." Rowena masih sibuk memainkan game mobile di ponselnya yang sudah di ujung kemenangan. Hingga ketika suara "victory" terdengar, barulah Rowena keluar dari permainan dan menatap sosok Jordan dengan kedua mata menyipit penuh curiga.
"Jangan bilang kamu mengeluarkannya di dalam?" Tanya Rowena dengan penuh selidik.
Jangan salahkan pemikiran Rowena, karena memang Jordan terlalu lama berada di dalam ruang ganti yang sempit. Dia tidak bisa memikirkan kemungkinan lain, apa lagi dia jelas melihat tonjolan tersebut yang sangat mencolok sebelumnya.
"Apa kamu akan membantunya jika aku mengatakan tidak?"
"Lupakan, lebih baik jangan memprovokasiku atau celanamu akan sesak lagi. Rasanya sangat sulit menjadi gadis cantik dan seksi, terlalu banyak p****************g di dunia ini." Rowena tampak mengeluh, namun jelas hal itu ditujukan pada Jordan.
Jordan tidak menggubrisnya, dia segera mengambil beberapa baju yang dia kira cocok untuk dipakai istrinya. Dia mengambil sekitar 5 baju, meminta Rowena untuk mencobanya di ruang ganti. Namun kali ini dia tidak akan ikut masuk, karena pelajaran tadi sudah cukup membuatnya sadar kalau bukan dia yang berhasil menggoda gadis itu. Justru malah dia yang tergoda hingga tersiksa sendiri saat harus menenangkan diri tanpa pelepasan.
"Jangan coba-coba masuk ke ruang ganti!" Rowena menatap tajam Jordan sebelum mencoba baju ke dalam ruang ganti.
Setelah bolak-balik dari ruang ganti, Rowena kini merasa kesal bukan main. Dia merasa dipermainkan. Jordan selalu mengerutkan keningnya tidak senang saat melihatnya memakai baju yang pria itu pilihkan sendiri. Bukan karena bajunya yang jelek atau tidak cocok untuknya, namun karena ada beberapa hal yang ternyata agak terbuka hingga menonjolkan lekuk tubuh Rowena yang menggoda.
"Ganti yang lain. Dadanya terlalu rendah."
"Ini sudah gaun keempat, jika baju terakhir masih tidak cocok lebih baik kamu pergi sendiri ke rumahmu. Aku akan tidur di rumah, kamu tidurlah di luar." Dengan menghentakkan kakinya karena kesal, Rowena akhirnya masuk lagi ke dalam ruang ganti. Terus mengomel dalam hatinya untuk mengumpat Jordan.
"Bagaimana?" Setelah bersusah payah berganti baju, akhirnya Rowena keluar dari ruang ganti.
"Cantik, ayo kita berangkat."
Jordan merasa puas dengan gaun terakhir yang dipakai oleh Rowena. Saat ini gadis itu mengenakan dress yang panjang belakangnya mencapai betis, sedangkan bagian depannya mencapai lutut. Gaun tersebut berwarna navy dengan potongan lengan balon transparan yang menampilkan lengan ramping dan kurus Rowena, namun masih terlihat sopan. Model kerah dress tersebut memiliki tali yang bisa diikat model pita dan tidak terbuka.
"Aku baru sadar kamu adalah pria yang sangat posesif. Ini hanya masalah baju, kenapa kamu sangat ketat hingga mempermasalahkan hal-hal sepele?"
Rowena benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jordan. Sebagai seorang desainer, model pakaian yang bervariasi adalah hal yang dia sukai dan tidak menjadi masalah baginya. Berbeda dengan Jordan yang terlalu pemilih dan sangat tidak memiliki selera fashion yang baik. Meskipun gaun yang akhirnya dipilih oleh pria itu tidak begitu buruk. Hanya cukup sopan dan membuatnya terlihat seperti istri yang penurut dan baik hati. Memikirkannya membuat Rowena bergidik, jelas tidak mungkin untuk membuatnya menjadi gadis penurut, dia menolaknya.
Tidak menunggu waktu lama, Jordan telah memarkirkan mobilnya di pelarangan rumah mewah yang lebih luas dari mansion milik Jordan sendiri. Dia keluar dari mobil, berjalan memutar membukakan pintu mobil untuk Rowena.
Rowena melihat sekeliling, cukup mengagumi selera penataan mansion ini yang terlihat menarik dan menampilkan kesan megah di dalamnya. Berbeda dengan mansion milik Jordan yang meskipun tidak kalah, namun lebih memiliki gaya yang menonjolkan maskulinitas sesuai dengan pemiliknya.
"Ayo masuk." Jordan mengulurkan tangannya. Membuat Rowena mau tidak mau menggandeng lengan suaminya dan berjalan beriringan memasuki mansion keluarga Agustino.
"Ayah, Ibu aku pulang." Jordan menyapa orang tuanya dengan nada datar yang biasa dia gunakan. Suaranya tampak terasing, seperti sudah terbiasa menjauhkan diri dari keluarga utama.
"Akhirnya kamu pulang, apa kamu masih menganggap kami sebagai orang tuamu? Tidak semua anjing dan kucing liar bisa masuk ke dalam keluarga kita!" Seorang wanita yang berusia lebih dari 60 tahun menatap kedatangan Jordan dan Rowena dengan tatapan kesal yang tidak berusaha ditutup-tutupi.
"Bu, aku datang ke sini untuk memperkenalkan pada kalian istriku. Jika Ibu tidak bisa menerima kedatangan istriku, itu sama artinya dengan Ibu tidak menerimaku di rumah ini." Jordan tampak tegas melindungi Rowena. Takut kata-kata ibunya akan menyakiti Rowena dan membuat gadis ini takut.
"Baru berapa hari menikah sudah berani membantah orang tua. Memang benar wanita liar adalah yang paling beracun. Ibu tidak menyukainya, sudah jelas kalau selama ini Freya menyukaimu sejak lama. Tapi kamu malah memungut anjing liar untuk dibesarkan di rumah."
Bukannya mereda, sindiran ibu Jordan pada Rowena malah semakin menjadi-jadi. Membuat Rowena yang sejak tadi hanya diam tampak terkekeh pelan saat mendengarnya.
"Jika saya memang anjing liar, berarti anak anda telah menikahi seorang anjing. Mungkin sekarang dia sudah ikut menjadi anjing liar setelah saya gigit, bahkan bisa jadi dia sudah tertular rabies."
"Kamu, lancang!"