4. Mengkonfirmasi Hubungan

1411 Words
'Mengapa bocah bau ini datang terlalu cepat? Setidaknya, biarkan aku menikmati ayahmu terlebih dahulu!' Rowena merasa kesal untuk sesaat. Meskipun dia sangat ingin membalaskan dendam, namun ini terlalu cepat. Dia ingin memakan Jordan terlebih dahulu sebelum membalaskan dendamnya. Bagaimanapun, pria itu jauh lebih tampan dari pada Zidan yang masih bocah ingusan. Bahkan dari segi ukuran, jelas saja Jordan lebih besar dari pada milk Zidan. Mengingat kembali persetubuhan Zidan dan Della, membuat Rowena merasa ingin muntah. Dia harus bisa mencuci matanya dengan melihat milik Jordan. Agar trauma psikologis itu bisa hilang dari pikirannya. Tiap kali mengingatnya, Rowena selalu merasa sekujur tubuhnya merinding tak tertahankan. Apa lagi dia masih menyimpan film pendek itu di ponselnya. Mungkin setelah ini, dia akan mempertimbangkan untuk mengganti ponselnya agar tidak terkontaminasi hal-hal menjijikkan itu. "Ayah, ini ..." Zidan tampak linglung, dia menatap ayahnya dan wanita di pangkuan ayahnya berulang kali. "Ini adalah istri sah Ayah, Rowena Ziandra. Berikan salam hormatmu padanya!" Jordan tampak menunjukkan sosoknya yang mendominasi sebagai kepala keluarga. Membuat Zidan menatapnya dengan pandangan takut-takut, namun masih jelas ingin menyangkalnya. "Kamu bisa memanggilku "Mama", anak tiriku. Jangan terlalu sungkan, meskipun kita hanya terpaut beberapa tahun. Aku akan berusaha untuk tetap menjagamu selayaknya anakku sendiri." Rowena masih tampak menyunggingkan senyum manis di bibirnya. Bahkan dia dengan sengaja menekankan beberapa kata untuk mempertegas hubungan di antara keduanya saat ini. "Ini, tidak mungkin." Zidan masih tidak bisa mempercayainya, dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Jelas terguncang dengan apa yang ada di depannya saat ini. Kekasihnya, telah menjadi ibu tirinya? Bagaimana bisa dia menerimanya? Dia bahkan masih enggan untuk memutuskan hubungan dengan Rowena, kenapa dia tiba-tiba bisa menjadi istri ayahnya? Apa yang sebenarnya terjadi dalam semalam? "Ayah, apakah Ayah sedang bercanda? Ini, dia ..." Zidan tampak bingung harus berbuat apa, dia jelas tidak bisa menerimanya. Ayahnya boleh menikah dengan siapapun, tapi tidak dengan Rowena. Karena Rowena adalah miliknya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Zidan saat ini. "Apa yang kamu katakan?" Jordan menatap Zidan dengan tatapan matanya yang tajam. Rowena masih menatap sosok Zidan yang tampak takut-takut pada ayahnya dengan mata berkilat senang. Bibirnya menunjukkan senyum mengejek pada sosok Zidan yang tidak bisa berkutik di depan ayahnya. Rowena dengan sengaja semakin mengeratkan pelukannya pada leher Jordan, bahkan dia menyandarkan kepalanya pada bahu Jordan dengan mesra. Zidan tentu melihatnya dengan jelas, dia mengepalkan kedua tangannya tanpa sadar. Tatapan matanya lekat pada sosok Rowena di pangkuan ayahnya. "Kenapa Ayah tiba-tiba menikah tanpa sepengetahuanku? Lalu dia ..." "Apa kamu keberatan?" Tatapan Jordan tajam, menatap Zidan dengan tidak senang. Zidan yang ditatap dengan tajam oleh Jordan membuat nyalinya menciut. Ingin rasanya mengambil kembali Rowena dari pelukan ayahnya. Dia tidak terima melihat kekasihnya bersama dengan ayahnya, karena seharusnya dia yang berada dalam posisi ayahnya saat ini. "Apa Ayah tahu siapa wanita itu?" Rahang Zidan mengeras, dia ingin mengungkapkan bahwa Rowena adalah kekasihnya. Dengan begitu ayahnya mungkin akan melepaskan Rowena. Lalu dia akan mencari cara agar bisa membuat Rowena kembali padanya dan menyembunyikan Rowena dari ayahnya. "Tidak peduli siapa dia, itu bukan urusan kamu. Mulai sekarang dia adalah istri Ayah, kamu harus menjaga sikapmu dan lebih menghormatinya." "Tapi Ayah, dia adalah kekasi-" "Keluar! Jangan membuat kesabaran Ayah habis, fokuslah pada studimu dan jangan ikut campur urusan Ayah!" Suara Jordan menjadi semakin dingin. Membuat Zidan mau tidak mau hanya bisa menekan rasa kesalnya dan pergi begitu saja dengan perasaan campur aduk. Rowena masih mempertahankan senyum sinis di bibirnya. Dia tidak takut kalau-kalau Zidan akan membongkar hubungannya dengan pria itu di depan Jordan, toh dia sudah mengakuinya terlebih dahulu. Apa yang perlu dia takutkan? Wanita cantik dan sukses seperti dirinya memiliki banyak sekali penggemar pria. Jadi wajar saja jika banyak yang menyukainya dan tidak menyukai hubungan baru yang dijalaninya. "Apa kau menyesal?" "Kenapa aku harus menyesal ketika bisa memeluk pahamu dengan erat? Lagi pula kamu jauh lebih tampan, tubuhmu bagus, mapan, dan tentu saja kaya raya. Dulu aku buta karena menyukai pria yang lebih muda, aku telah banyak berkorban. Jadi sekarang, giliran kamu yang harus kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya." Jordan merasa dimanfaatkan, namun anehnya dia tidak keberatan dengan keterus terangan gadis itu. Gadis, mengingatnya membuat Jordan merasa dia harus secepatnya menghilangkan gelar itu. Kini mereka sudah sah, jadi dia tidak ingin dirugikan dalam hal ini. Apa lagi dia masih harus bersaing dengan anaknya sendiri. Meski begitu, bukan berarti dia akan mengalah dengan mudah. "Kalau begitu jangan menyesalinya, karena aku tidak akan melepaskanmu meskipun kamu memohon padaku!" Jordan menatap lekat kedua mata Rowena yang tampak memikat. "Tentu, suamiku!" Jordan dengan segera membawa Rowena ke dalam kamar dengan menggendongnya ala bridal style. Provokasi gadis itu membuatnya merasa tidak tahan. Dia adalah pria normal, namun dia telah diuji dengan begitu kuat oleh sikap nakal istri kecilnya. Entah dari mana gadis itu belajar menjadi begitu centil, memikirkan jika dulu dia akan bersikap begitu centil pada anaknya sendiri membuat Jordan merasa tidak nyaman. "Apa kamu selalu bersikap nakal seperti ini hmm?" "Bagaimana menurutmu?" "Jangan memancingku!" Jordan melemparkan tubuh Rowena di atas kasur yang halus dan nyaman di kamarnya. Selama ini dia tidak pernah membawa siapa pun ke kamarnya, kecuali Bibi yang bertugas membersihkan kamarnya setiap hari. Ini adalah kali pertama dia membiarkan orang lain masuk ke dalam kamarnya dengan suka rela. Rowena menyadari bahwa ini adalah saatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dia akan merasa sedikit antusias dan ada perasaan berdebar. Meski dia sudah bertekad untuk menjadi wanita yang tidak tahu malu sejak pertemuan awal mereka, namun tetap saja kini wajahnya memerah hingga ke telinga. Ia mencoba untuk menepis rasa malu dalam dirinya. Apa lagi saat ini dia telah sadar sepenuhnya. Tidak lagi berada dalam kondisi setengah mabuk seperti semalam. "Ini masih siang hari." "Memangnya kenapa kalau siang hari? Apakah ada perbedaan antara siang, malam, sore, atau bahkan pagi hari? Bukankah kamu sendiri yang dengan sengaja melemparkan dirimu padaku? Aku hanya ingin mengambil apa yang sudah seharusnya menjadi milikku." "Apa kamu cemburu pada anakmu sendiri?" Rowena tidak ingin berpikir terlalu berlebihan, bahkan dia awalnya berpikir kalau jalannya untuk bisa menikah dengan ayah Zidan tidak akan menjadi semulus ini. Tapi siapa sangka, pria ini dengan suka rela menerima permintaan gilanya untuk membantu membalaskan dendamnya pada Zidan. Entah apa yang telah terjadi dalam hubungan antara ayah dan anak tersebut. "Jangan terlalu banyak berpikir, kamu istriku sekarang. Jadi jangan pernah coba-coba untuk memikirkan pria lain saat sedang bersamaku!" Tatapan mata Jordan menajam, tidak suka jika Rowena mengungkit pria lain sekalipun itu adalah anaknya sendiri. "Aku baru mengetahuinya kalau kamu adalah tipikal pria yang pencemburu, Sayang." Rowena tersenyum manis, malah semakin tertantang untuk lebih menggoda pria di depannya kini. Jordan yang melihat tingkah laku wanita di bawahnya malah semakin ingin segera menghimpitnya untuk membungkam mulut gadis itu. Dia harus memberikan beberapa pelajaran kecil agar istrinya lebih tahu bagaimana cara menyenangkannya. Lagi pula dia tidak akan menikahi seorang istri secara sia-sia. Jordan merangkak di atas tubuh Rowena, menekan gadis di bawahnya dalam kuasanya. Mulai menciumnya segera tanpa memberikan kesempatan pada Rowena untuk menolak. Ia semakin memperdalam ciuman mereka, memegang tengkuk Rowena dan mulai mengeksplorasi mulut gadis itu yang terasa manis dan lembut. Lidah mereka saling melilit dan menari bersama. Begitupun dengan tangan Jordan yang tidak hanya tinggal diam saja. Terus bergerak membuka baju yang dikenakan oleh Rowena. Kemudian menariknya dengan satu sentakan hingga baju tersebut lolos dari tubuh istrinya. Jordan untuk yang kedua kalinya kembali melihat lekuk tubuh gadis yang telah dinikahinya. Lekuk tubuh sempurna dengan tonjolan di beberapa tempat yang terasa pas dan sangat menggoda. Begitu menyenangkan untuk dilihat, namun tidak begitu berlebihan. Sangat pas untuk berada dalam rengkuhan tangannya. Rowena yang diperhatikan dengan seksama merasa jantungnya berdetak kencang. Ini pertama kalinya dia mengekspos dirinya di depan pria lain. Dia benci dengan respon dirinya yang tampak malu-malu. Sangat memalukan batinnya. "Jangan menatapku dengan pandangan tidak senonoh seperti itu, lakukan saja jika kamu ingin melakukannya!" Rowena memalingkan wajahnya. Fakta bahwa dia masih perawan membuatnya tampak menggemaskan di mata Jordan. Tidak banyak wanita pada saat ini yang masih bisa mempertahankan keperawanannya di usia 27 tahun dengan begitu baik. Jordan merasa bahwa dia telah tertimpa karma baik. Gadis ini, sudah cukup lama dia perhatikan. Hanya saja dia tidak ingin berurusan dengan anaknya sendiri sebelum ini. Namun sekarang, dia tidak akan menahan diri. Jordan segera saja kembali menciumi bibir Rowena dengan intens dan panas. Tangannya sudah bergerak kemana-mana. Menjangkau semua yang bisa dia lakukan, hingga ketika dia hendak melepaskan celana dalam milik Rowena. Tatapan matanya yang semula tampak membara penuh gairah tiba-tiba saja seperti baru saja tersiram air es. Rowena yang menunggu tampak bingung, dia memperhatikan apa yang menjadi fokus Jordan saat ini. "s**t!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD