Dosen Muda

829 Words
Revan langsung mengangguk antusias. "Tentu saja, Pa. Terimakasih banyak." Putra Sekar itu beranjak dari duduknya dan menghampiri Raiden kemudian memeluknya dengan erat. "Agak lain anakku satu ini," celetuk Raiden, yang di balas tawa renyah Revan. "Oh iya, aku minta satu permintaan lagi," pekik Revan selepas dia menarik diri dari pelukan Raiden. Sontak saja kening Raiden langsung menyernyit, satu permintaan putranya terpenuhi kini ada permintaan lainnya. "Apa lagi, Van?" tanya Raiden. "Aku gak mau ada yang mengenal aku sebagai putra dari papa atau keluarga Ryuzaki. Aku mau menutupi identitas diriku dari para mahasiswa itu, aku gak mau mereka semua mencari muka karena aku keturunan dari pemilik Universitas ini," imbuh Revan, menjelaskan alasan mengapa itu seperti itu. Raiden mengangguk-angguk sepakat dengan putranya. Bukan ide yang buruk menurutnya, cukup masuk akal. "Ya sudah kalau begitu, papa akan bilang pada management agar tidak mencantumkan marga Ryuzaki pada data dan id pengenal kamu." "Mantap! Ini baru papaku tertampan," puji Revan. Raiden menepuk-nepuk pipi putranya dengan pelan. Sambil menatap wajah yang tidak jauh tampannya dari dirinya itu hanya beda usia. Seraya menghela napas pasrah. "Jadi kapan kamu mulai siap mengajar?" "Secepatnya, Pa. Lebih cepat lebih baik." "Ck! Aku harus bilang apa sama bundamu." Raiden memijat pangkal hidungnya sembari menjatuhkan bokongnya di kursi kerajaannya. Sementara itu Revan kembali ke sofa dengan senyum sumringah di wajahnya, dia tidak perduli urusan itu. Terpenting sekarang dia sudah mendapat apa yang dia mau. "Astaga! Kenapa aku bisa lupa tanya sama dia?!" gumam Revan. "Ada apa lagi, Van?" tanya Raiden dari tempatnya. "Gak ada apa-apa, Pa. Cuma lupa sesuatu aja," kelit Revan. *** Setelah bertemu dengan papanya, Revan keluar dari gedung Rektorat menuju parkir motor, motor sport itu masih terparkir ditempatnya bersebelahan dengan motor listrik warna pink milik Feeya. Revan celingukkan mencari sosok bertubuh mungil dan wajah manis milik Feeya. Tapi, nihil. Dosen muda itu menghela napas kecewa karena tidak bertemu dengan gadis yang dia buat lecet motornya itu. Ingin menunggu sampai Feeya muncul tapi ponsel Revan berbunyi. Iriana memanggil ... Senyum Revan merekah saat nama gadis cantik sahabat masa sekolahnya itu tertera di ponsel pintarnya yang super mahal itu. "Hai," sapa Revan lebih dulu setelah dia menggeser lambang hijau di ponselnya. "Bagus ya! Tiba di Indonesia gak ngasih kabar gue lebih dulu," omel Iriana, yang langsung di sahut dengan tawa renyah Revan. "Mendadak, jadi gak sempat. Tar gue cerita deh. Bisa ketemuan di tempat favorit kita?" ajak Revan. "Okay," jawab Iriana. Panggilan pun berakhir. Revan langsung pergi dari kampus milik keluarga besarnya itu dengan motor sport hitamnya melaju menuju sebuah cafe. Tidak butuh waktu lama, motor sport dengan kecepatan maksimal Revan kendarai begitu mahir terlebih jalanan sedang lenggang. Dia tiba lebih dulu dan masuk ke dalam cafe. Suasana cafe yang masih sama, tidak banyak berubah sejak dia tinggal kuliah ke Jepang. Sejak duduk di bangku SMP dan SMA yang sama, hanya cafe ini yang memberi kenyamanan untuk Revan, Rio dan Iriana nongkrong setelah pulang sekolah atau setelah ada kegiatan di luar sekolah. Hanya pegawai cafe yang sudah berganti, Revan memesan minuman kesukaannya-milkshake cokelat. "Itu dia di sana," tunjuk Iriana yang datang bersama Rio. Revan berdiri ketika melihat sahabatnya datang, bersalaman dan memberikan pelukan pada Iriana. Keningnya sedikit berkerut ketika seorang pria mengulurkan tangannya dengan senyum khasnya. Wajah yang tidak asing tapi Revan ragu. "Rio?" tanyanya dengan mata memincing. Rio merentangkan tangannya, "Iya, ini gua, masa loe lupa?" Revan sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Sahabat kecilnya yang bertubuh gempal sejak SD sampai SMA kini berubah derastis. Rio seperti kepompong yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Tubuhnya yang gemuk kini menjadi atletis sama seperti Revan. "Ohhh, gua tahu, jadi selama ini saat kita videocall loe cuma nampakin wajah aja untuk menutupi ini semua." Tunjuk Revan dari atas sampai bawah. Rio terbahak sambil memeluk Revan dengan erat, dugaan Revan benar. Selama beberapa tahun ini pria itu mengolah tubuhnya dengan sangat baik, pola makan dan olah raga yang teratur menghasilkan lemak dalam tubuhnya lenyap berganti otot-otot tubuh yang kini menonjol membuat kaum hawa terpesona termasuk Iriana. "Gila! Salut gua sama loe," puji Revan. "Ngobrolnya sambil duduk kali," sela Iriana yang sudah duduk sejak tadi. Revan dan Rio duduk, posisi yang sama. Iriana di tengah di antara mereka. "Kamu mau pesan apa?” tanya Iriana pada Rio. "Biasa," jawab Rio santai sambil menghisap vape miliknya. Revan memperhatikan kedua sahabatnya itu seperti ada sesuatu di antara keduanya tapi dia enggan bertanya karena pertemuan pertama mereka ini setelah lima tahun lamanya tidak bertemu tatap muka langsung. Revan melambaikan tangannya memanggil pelayan cafe yang tadi melayaninya, pelayan itu pun menghampiri. "Sahabat saya mau pesan," ucap Revan sabil menunjuk Iriana. Iriana pun menyebutkan pesanannya, minuman dan cemilan untuk dirinya sendiri dan juga Rio. "Jadi, enakan di Jepang ya?" tanya Rio setelah pelayan itu pergi dengan membawa buku menu cafe. "Heum, ya ada plus minusnya juga sih," jawab Revan sembari menyesap milkshakenya. "Pasti banyak enaknya ya, buktinya loe lama di sana gak balik-balik. Cewe Jepang cantik-cantik kan?!” goda Rio dengan kedua alisnya naik turun. Kalimatnya langsung di hadiahi pukulan di lengannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD