"Sakit, Na!" celetuk Rio, matanya mendelik.
Revan mengulum senyumnya melihat kedua sahabatnya yang ternyata tidak berubah meski sudah pada dewasa tapi kelakuan masih seperti dulu.
"Cewek mulu! Kurang apa gua?" cicit Iriana.
Tidak ada kurangnya, Iriana cantik seperti gadis Rusia kebanyakan. Akan tetapi, dua pria yang menjadi sahabatnya itu selalu membahas gadis lain di depannya yang membuatnya cemburu.
Revan memiringkan kepalanya menatap Iriana, "Loe cantik, Na, cuma ...."
"Cerewet!" potong Rio.
Sontak Iriana mendelik dan dengan gemasnya dia mengigit lengan kekar Rio. Dengan reflek pria itu mendorong kening Iriana yang malah semakin mengencangkan gigitannya.
***
Mengambil semester pendek adalah salah satu cara agar cepat menyelesaikan perkuliahan, meski membuat jadwal Feeya menjadi padat dengan mata kuliah. Ingin secepatnya skripsi dan wisuda, lalu cari kerja yang kantoran menjadi eksekutif muda meniti jenjang karier di dunia bisnis, menjadi pemimpin sebuah perusahaan miliknya sendiri dah memperkerjakan adik-adik pantinya yang sudah dia sekolahkan nantinya adalah cita-cita dan angan Feeya saat ini. Hidup dari bayi di panti asuhan membuat gadis berwajah Oriental itu menjadi gadis yang tangguh.
Masuk ke Universitas Swasta terbesar dengan beasiswa tidaklah mudah tapi Feeya bisa dapat karena memang otaknya yang pintar sejak kecil, entah keturunan dari siapa karena dari bayi dia tidak mengenal ayah dan ibunya. Dua sosok yang seharusnya menjadi malaikat pelindungnya malah tidak dia kenal dan ketahui sejak kecil. Terkadang Feeya berasa entah dosa apa yang dulu pernah dia perbuat sampai di kehidupan ini dia harus menghabiskan tumbuh kembangnya di sebuah panti asuhan, berjuang hidup sendiri tanpa orangtua kandung. Hanya ibu panti yang sayang padanya, sedangkan pengurus yang lainnya hanya sekedar bertugas mengasuh dan membesarkan dirinya dan juga anak-anak lainnya. Ibu panti menjadi pengganti kedua orang tuanya saat ini.
Feeya menghela napas lega setelah satu mata kuliahnya selesai, masih ada tiga mata kuliah lagi yang harus dia ikuti hari ini. Melihat jam tangannya, waktunya makan siang. Beberapa mahasiswi berpakaian serba modis bergandengan tangan dengan teman-temannya, percakapan kalau mereka merencanakan makan siang di sebuah cafeshop dekat kampus selalu jadi pilihan mereka, tanpa mengajak Feeya tentunya. Mereka menganggap Feeya tidak sefrekuensi dengan mereka. Ada 'Gap' si miskin dan si kaya sudah pasti, Feeya tidak kaget dengan hal itu. Maka dari itu dia selalu membawa bekal makan siangnya sendiri, dengan begini dia juga bisa berhemat.
"Fee, loe bawa bekal lagi?" tanya salah satu teman sekelasnya yang sudah sangat hapal dengan kebiasaan gadis itu.
"Iya dong," jawab Feeya seraya mengulas senyum manisnya.
"Ck! Sesekali gak usah bawa bekal kenapa sih? Gue mau ngajak loe makan siang di kantin," seru Kristal, satu-satunya teman Feeya sejak dia masuk ke Universitas Ryuzaki ini. Dia juga gadis yang masuk karena beasiswa. Bedanya Kristal dari keluarga mampu hanya saja dia tidak mau memakai kekuatan uang keluarganya untuk biaya pendidikannya. Salah satu anak orang kaya yang tidak sombong, tidak seperti yang lainnya. Itu mengapa Feeya bisa berteman dengan Kristal.
"Gue traktir, tenang aja," tambahnya.
Feeya menggelang, "Makasih ya, tapi bukannya gue nolak rejeki, loe simpen aja duitnya buat traktir orang yang lebih membutuhkan," tolak Feeya, halus.
"Loe mah selalu begitu! Gue tuh tiap bulan selalu menyisihkan sedikit rejeki gue ke panti, nah soal traktir loe itu beda dananya, Feeya sayanggg," tutur Kristal, menjelaskan pada sang sahabat.
Feeya menghela napasnya, menatap sang sahabat yang wajah dan matanya sudah penuh harap kalau Feeya tidak menolak untuk kesekian kalinya.
"Ya sudah, sekarang gue ikut loe deh, tapi tar loe anterin gue ya ke minimarket sebelah," ucap Feeya.
"Mau beli apa loe di sana?”
"Mau ngasih bekal gue sama anak yang ada di depan minimarket itu."
Kening Kristal menyernyit, dia mencoba mengingat sosok yang Feeya maksud.
"Oh, anak kecil yang suka bukain pintu di minimarket itu?"
"Nah!” Feeya menjentikkan jarinya.
***
Universitas swasta besar ternama dan paling keren, tentu saja kantinnya juga elit. Kedai-kedai di sana lengkap dari mulai makanan utama sampai cemilan.
Jujur sejak pertama masuk kampus ini, Feeya tidak pernah menginjakan kakinya di kantin. Melihat dari luar saja dia sudah membayangkan harga makanan di sana yang pasti mahal-mahal. Gajinya sebagai pelayan di restauran cepat saji lebih baik dia habiskan untuk kebutuhan anak-anak panti pikirnya.
Melihat sahabatnya celingukan karena bingung, Kristal mengajak Feeya ke sebuah kedai yang menjadi langganannya.
"Loe mau pesan apa?" Kristal memberikan selembar menu makanan pada Feeya.
Benar saja dugaan Feeya, matanya membola saat melihat harga makanan dan minuman yang tertera di sana. Sebenarnya harganya cukup standar, tapi tidak bagi Feeya.
Feeya mendekat ke telinga Kristal, "Gak ada kedai yang lebih murah?" bisiknya, membuat Kristal tertawa renyah.
"Di sini sudah paling murah, kedai ini langganan gue karena sesuai sama harganya. Enak dan banyak porsinya, worth it-lah," balas Kristal, ikut berbisik.
"Udah sih pilih aja, gue yang bayar!" tambahnya memaksa.
Meski hatinya berat tapi akhirnya Feeya memesan menu makanan yang ingin dia makan saat ini, tentu saja yang harganya paling murah yang ada di daftar menu.
***
Revan tertawa renyah sambil menarik lengan Iriana agar melepaskan gigitannya.
"Sudah, sudah ... Kalian gak malu apa di liatin orang-orang," ucap Revan, sesekali tertawa karena dua sahabatnya terlihat lucu. Sesekali juga dia tersenyum canggung pada tamu cafe yang lainnya yang sedang menatap mereka dengan wajah heran.
"Sakit, Irianaaa," erang Rio sembari mendorong kening Iriana.
Sudah puas barulah Iriana melepas gigitannya, melipat tangannya di d**a dengan wajah cemberut bersandar di kursinya.