"Kalian masih seperti dulu, gak berubah," tutur Revan.
"Dia berubah, semakin galak dan cemburuan." Rio menggedikan dagunya pada gadis yang masih cemberut itu.
"Cemburuan? Sama loe? Jangan-jangan ....” Revan buru-buru menyelamatkan lengannya sebelum Iriana menyambar dan mengigitnya.
"Pesanan Anda, Pak."
Ketiganya berhenti tertawa ketika seorang pelayan membawa pesanan makanan dan minuman mereka.
***
Pertemuan yang penuh canda tawa sampai tidak terasa meja ketiganya sudah penuh dengan gelas kosong dan piring kosong, beberapa minuman dan cemilan sudah masuk ke perut mereka masing-masing. Waktu pun bergulir tak terasa.
Ponsel Revan berbunyi, nomer ponsel sang ibu tertera di sana. Langsung dia jawab.
"Iya, Bund."
"Van, kamu makan malam dirumah?" tanya suara lembut, malaikat yang sudah menghadirkan Revan di dunia ini.
"Pasti dong, aku gak akan melewatkan masakan Bundaku sayang," jawab Revan.
"Oke, Bunda tunggu di rumah ya, papa kamu sudah pulang sejak tadi, kenapa kamu belum?”
"Aku masih di cafe, Bund. Masih ngobrol sama Rio dan Iriana."
"Oh masih pada asik ngobrol ya."
Bukan Sekar tidak tahu, Revan sebelumnya sudah memberi kabar pada ibunya kalau dia ada pertemuan dengan kedua sahabatnya. Tapi sebagai seorang ibu dia khawatir akan keberadaan putranya maka dari itu dia menanyakan keberadaan Revan yang ternyata masih di cafe tersebut.
"Ya sudah kalau begitu, hati-hati nanti pas pulang, salam untuk Rio dan Iriana."
"Iya, Bund. Terimakasih, salam balik dari mereka, katanya kangen kue buatan Bunda."
"Iya kalau begitu ajak ke rumah sekalian."
"Nanti lah gak sekarang."
Panggilan pun berakhir setelah Revan memberi salam penutup.
"Sumpah, gua kangen banget sama Bunda Sekar," ungkap Rio. Sekar adalah sosok wanita yang sudah dia anggap sebagai ibu angkatnya sejak dia bersahabat dengan Revan.
"Bunda ngajak kalian ke rumah," sahut Revan.
”Tapi gak sekarang kali," timpal Iriana sembari melihat jam tangannya.
"Iya lah, kita atur lagi waktunya. Ya sudah, gua balik dulu ya," ujar Revan, bersiap memanggil pelayan meminta tagihan pesanan makanan dan minuman, sambil mengeluarkan dompetnya dan dia mengeluarkan kartu hitam tipis miliknya pada sang pelayan. Membayar semua tagihan pesanan makanan dan minuman yang dia makan beserta dua sahabatnya.
"Thanks ya, Van," ucap Rio karena sahabatnya itu sudah mentraktirnya.
Revan menjawabnya lewat senyum dan anggukan kepalanya.
"Iriana ...."
"Dia datang sama gua, pulang juga sama gua," sela Rio sebelum Revan menyelesaikan kalimatnya.
Revan menatap Rio dan Iriana bergantian, "Hati-hati di jalan," pesannya singkat, memeluk Iriana dan mencium kedua pipinya kemudian beralih ke Rio, keduanya bersalaman dan berpelukan ala pria.
"Sampai ketemu lagi." Revan mengangkat tangannya kemudian pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang masih berdiri di tempatnya.
***
"Apa Revan sudah pulang?" tanya Raiden pada istri tercintanya ketika dia tiba di ruang makan, matanya pun berbinar melihat lauk pauk yang tertata rapih di atas meja makan begitu terlihat nikmat.
"Sudah, tapi dia sedang mandi," jawab Sekar sembari merapihkan tata letak piring agar terlihat simetris dengan garpu dan sendok.
"Kenapa masak banyak sekali, Sayang? Apa ada acara spesial?" Raiden menyomot satu potongan daging di salah satu piring, dia mengunyahnya sambil melihat Sekar yang melotot kearahnya. Meski begitu Raiden hanya membalasnya dengan senyuman khasnya yang selalu berhasil membuat Sekar luluh.
"Selamat malam, Unty, Uncle."
Sekar dan Raiden langsung menoleh ke arah suara centil itu.
Ini alasan Sekar memasak banyak, karena ada kakak beradik yang datang kerumahnya atas undangannya.
"Selamat malam, Sayang," balas Sekar, langsung merangkul Laiqa dan mencium kedua pipinya dengan gemas.
Hal yang serupa Laiqa lakukan pada Sekar kemudian Raiden tanpa rasa canggung sedikitpun.
"Apa kabar, Haris?" sapa Sekar pada pria yang datang bersama Laiqa.
"Seperti yang Unty lihat, aku selalu sehat wa'alfiat," jawabnya jumawa.
"Unty, apa kabar? Terlihat semakin awet muda," balas Haris seraya memuji Sekar, ibu kandung Revan itu langsung menepuk lengan Haris-pria yang seusia dengan Revan itu dengan wajah tersipu malu.
"Kamu bisa aja," cicitnya malu-malu.
Haris juga memberi salam pada Raiden setelah Laiqa. Kedua kakak beradik itu langsung di persilahkan duduk oleh Raiden.
"Mas Revan kamana, Unty?” tanya Laiqa, matanya menjelajah mencari sosok yang selama ini dia rindukan.
"Lagi mandi, sebentar lagi dia datang," jawab Sekar dan benar saja, bersamaan dengan itu Revan datang dengan penampilan yang sudah segar, meski hanya menggunakan kaos dan celana panjang training tidak melunturkan pesonanya.
"Oh, ada tamu ternyata," sapa Revan, sungguh dia tidak menyangka ternyata makan malam kali ini ada orang lain selain keluarganya sendiri.
"Mereka bukan tamu, Van," tegur Raiden.
Haris dan Laiqa memang bukan keturunan Ryuzaki. Akan tetapi keduanya sudah Raiden dan Sekar anggap keluarga.
"Uncle Raiden cerita kalau kamu sudah kembali dari Jepang dan mulai mengajar di Kampus mulai besok, Laiqa langsung minta ke sini ketika aku sampaikan kabar baik ini padanya," ujar Haris.
Revan hanya menggapi dengan senyuman saja. Pasalnya, dia sendiri juga tidak terlalu dekat dengan kakak beradik itu meski sudah kenal lama. Entah mengapa Revan merasa tidak sefrekuensi dengan Haris dan Laiqa.
"Wow... Bunda masak banyak sekali, dan semuanya makanan kesukaan aku, terimakasih ya." Alih-alih menanggapi ucapan Raiden dan kehadiran Haris dan Laiqa, Revan lebih mengutamakan piring-piring berisi makanan kesukaannya yang begitu menggoda untuk segera di santap.