Permintaan

1212 Words
Yudha duduk di ruang Reskrimum Mapolda Jatim. Matanya mengawasi foto-foto dari TKP tadi pagi, juga laporan hasil autopsi. Polisi muda dengan pangkat perwira tersebut tampak bingung. Kombespol Adam yang melewati meja kerja Yudha, berhenti dan menatap pemuda itu. Pria itu tidak terlalu tua, tapi rambutnya sudah putih seluruhnya. Dia mengawasi anak buahnya yang tampak serius itu. Direktur Reskrimum Polda Jatim itu menghampiri Yudha, kemudian duduk di depan meja cowok itu. "Kelihatannya kamu dalam kesulitan," katanya sambil tersenyum. Yudha tersadar dari lamunannya. Dia balas tersenyum pada atasannya itu. "Saya mengalami kebuntuan pada kasus yang saya tangani sekarang, sama sekali tidak ada petunjuk." "Keterangan apa saja yang sudah kamu dapat dari TKP?" tanya Adam. Yudha menunjukan beberapa potret yang diambilnya dari TKP. "Hanya beberapa hal yang saya ketahui korban selalu siswi SMA dan penyebab kematiannya perdarahan akibat tusukan benda tajam pada urat nadi di pergelangan tangannya, itu saja," jelas Yudha. Adam mengawasi foto-foto di tangannya dengan seksama. Korban tewas karena urat nadinya dipotong. Cara kematian yang biasa dipilih oleh orang yang ingin bunuh diri. "Bagaimana dengan hasil autopsi? Ada luka lain?" tanya Adam. "Dari hasil visum, korban tampak mengalami p*********n sebelum meninggal, jadi kemungkinan besar pelakunya adalah seorang pria." "Apa kamu sudah mengintrogasi keluarga, teman-teman dan kenalan korban? Dalam kasus seperti ini kita berpikir bahwa ini adalah pembunuhan random tapi bisa saja pelakunya justru adalah orang terdekat korban." "Saya sudah melakukannya, korban adalah gadis biasa yang tidak populer, kurang dalam pergaulan, tapi juga tidak memiliki musuh dan tidak ada yang memiliki motif untuk membunuh mereka." Adam memperhatikan foto-foto TKP itu dengan seksama sambil bergumam. "Kasus yang sulit." Seorang polisi dengan pangkat Briptu memasuki ruangan. Mata polisi itu tertuju pada Kombespol Adam lalu menghampirinya. "Maaf Komisaris, putri Anda datang mencari Anda," kata polisi itu. Adam termenung. "Shita? Ada urusan apa?" Adam bangkit dari kursi kemudian berkata pada Yuda, "Kalau kamu menemui perkembangan dalam kasus ini beritahu aku." "Ah, baik," jawab Yudha. Atasannya itu kemudian melangkah pergi. Yudha menghela napas, dia lalu membereskan berkas-berkas itu dan hendak memasukannya dalam laci. Saat membuka laci, Yudha diam sejenak. Matanya menatap nanar selembar foto usang dalam laci tersebut. Itu adalah foto seorang Gadis manis berseragam SMA. Gadis itu tersenyum manis pada kamera. Yudha diam memandang foto itu dengan tatapan penuh arti sebelum memasukannya ke bagian paling bawah dari laci mejanya. Sementara itu, Adam yang menuju ruang tunggu bertemu dengan Shita bersama seorang teman perempuannya. Dilihat dari seragam yang mereka kenakan, sepertinya mereka bukanlah teman satu sekolah. Shita tampak senang saat melihat kehadiran ayahnya. "Ayah!" Adam tersenyum, dia menghampiri Shita dan duduk di samping putri semata wayangnya itu. "Ada urusan apa datang ke sini?" tanya Adam. "Kami mau melapor, kenalkan, ini temanku, namanya Anita, dia baru saja mengalami pelecehan s*****l, dan pelakunya terus mengancam akan menyebarkan foto-foto dan video pelecehannya di internet kalau nggak memberinya uang," kata Shita. Adam diam sebentar dan mengamati Anita. Gadis itu menundukan kepala dalam-dalam tak berani memperlihatkan wajahnya pada Adam. Adam menatapnya dengan prihatin. "Siapa yang melakukannya?" tanya Adam. "Itulah Ayah, kami hanya tahu namanya Brian. Katanya dia mengenal orang itu dari f*******:, lalu mereka melakukan kopi darat. Pertemuan awalnya biasa saja. Mereka bertemu lagi beberapa kali, dan cowok itu juga tampak normal. Pada pertemuan keempat, dia mengajak Anita pulang malam lalu melakukannya dengan teman-temannya, bergiliran lima orang," jelas Shita. "Bagaimana dengan nomer ponsel pelaku saat mengancam?" "Mereka terus berganti-ganti nomer." Adam termenung dan berpikir. Shita memandang ayahnya penuh harap. "Bisa kan Ayah melakukan sesuatu?" tanya Shita dengan setengah memaksa. Adam mengawasi Anita yang sedari tadi hanya menunduk, kemudian tersenyum. Dia menepuk pundak Anita. Gadis itu terkesiap karena sentuhan itu. "Tenanglah, kami pasti akan menghukum dengan berat, orang-orang yang telah menyakitimu." Anita hanya diam lalu dengan lirih dia mengucap terima kasih. Shita tersenyum senang. Ayahnya memang bisa diandalkan. "Ayo tuliskan laporanmu dulu, Shita," kata Adam sambil bangkit. "Ya, kamu tunggu di sini dulu ya, Anita." Shita mengikuti ayahnya, meninggalkan Anita duduk sendirian di ruang tunggu. "Benarkah Ayah bisa menangkap mereka?" tanya Shita. "Itu akan sulit, apalagi jika hanya tahu nama dan alamat f*******:-nya saja, karena semua informasi di f*******: bisa dipalsukan sesukanya," kata Adam dengan jujur. Shita terperanjat. "Padahal tadi Ayah bilang akan menghukum mereka dengan berat! Jadi Ayah bohong!" protes Shita tidak percaya. Adam menghentikan langkah dan menatap Shita. "Anggap saja Ayah mengatakan kata-kata yang sedikit menghibur temanmu, tapi Ayah pasti akan melakukan yang terbaik. Kami akan menyampaikan laporanmu pada divisi cyber crime, semoga mereka bisa menanganinya." Shita memberengut. Padahal dia sudah senang dan berharap banyak. Adam mengerti perasaan putrinya itu. "Memang, polisi pun terkadang juga nggak bisa berbuat banyak. Bagaimana kalau kamu minta bantuan Igo saja? Bukankah dia selalu bisa menemukan apa saja?" tawar Adam. Shita mendengus kesal. "Dia nggak akan bergerak kalau nggak ada uang." *** Km kabur ke mn? Tlng bntu cri pmerkosa Anita Igo mendesis kesal membaca pesan Line Shita yang baru masuk ke dalam ponselnya itu. Dia membalas pesan itu dengan satu kata. Ogah! Igo sama sekali tak tertarik dengan pekerjaan yang tidak dibayar. Igo memasukan kembali ponsel dalam saku lalu masuk ke dalam sebuah Kafe. Pandangan matanya tertuju pada beberapa pengunjung. Sebagian besar orang datang bersama teman dan mengobrol, hanya ada seorang wanita yang duduk sendirian di pojok Kafe. Wanita itu berusia sekitar empat puluh tahun. Dia memakai baju warna hijau. Igo menghampirinya. "Maaf, Anda Nyonya Lisa?" tegurnya. Wanita itu tertegun. Dia memandang Igo, kemudian memanggut. Igo tersenyum lalu duduk di kursi di hadapan wanita itu. "Saya Igo Casanova, Informan Anda." Bu Lisa diam dan mengamati pemuda yang duduk di hadapannya dengan seksama. Anak SMA dengan seragam lusuh ini... Benarkah dia adalah Informan handal kenalan temannya itu? Bu Lisa rasanya tidak percaya. Igo mengawasi Bu Lisa. Dia menjuntaikan kakinya sedikit dan menyentuhkan ujung sepatunya ke ujung sepatu Bu Lisa. Seketika Igo merasa tubuhnya dialiri listrik voltase rendah dan dia mulai melihat gambaran-gambaran aneh. Setelah pengeliatan itu menghilang, Igo tersenyum. "Pasti Anda berpikir 'Apa benar anak SMA dengan pakaian lusuh ini adalah seorang Informan' begitu, kan?" tanya Igo. Bu Lisa terkesiap. Bagaimana Igo bisa mengetahui apa yang dipikirkannya? Igo tersenyum kemudian berkata, "Nama Anda Lisa Widyawati, umur empat puluh dua tahun, bekerja sebagai seorang karyawan perusahaan properti, memiliki seorang putri bernama Nisa yang sekarang kelas satu SMA P. Putri Anda itu sudah nggak pulang ke rumah selama tiga minggu dan Anda bermaksud mencarinya." Kerutan di dahi Bu Lisa semakin dalam. Bagaimana pemuda ini bisa tahu umur, pekerjaan, dan bahkan tempat putrinya bersekolah padahal dia sama sekali belum mengucapkan sepatah kata pun. "Sebaiknya Anda jangan menilai orang dari penampilan luarnya saja," kata Igo. Bu Lisa terdiam. Mungkin benar apa kata temannya. Bocah SMA ini adalah seorang informan handal yang memang dibutuhkannya. Bu Lisa sendiri sebenarnya sudah putus asa, di mana dia bisa mencari putrinya. "Sepuluh juta ya!" seru Igo. "Eh?" Bu Lisa menatap Igo bingung. "Karena ini bukan pekerjaan mudah, apa lagi Ibu sudah meremehkan saya, jadi itu sebagai bayarannya," kata Igo. Bu Lisa terbelalak. "Ta-tapi...." "Kalau nggak mau, ya udah, silahkan cari informan lain." Igo hampir bangkit, tapi Bu Lisa segera mencegahnya. "Tu-tunggu! Baiklah, berapa pun akan saya bayar, asal putri saya ditemukan," kata Bu Lisa akhirnya. Igo menyunggingkan senyum yang lebih mirip seringaian. "Oke kalau begitu kita deal, putri Anda akan saya temukan dalam waktu kurang dari satu minggu, jika saya nggak berhasil, Anda nggak perlu bayar." ***                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD