"Apakah salah selama ini aku bertahan hingga sejauh ini."
****
"Key kalau nantinya kita enggak bersama kamu gimana?"
"Uhuk ... uhuk...." Keynara yang tidak siap mendengar pernyataan Revan membuatnya terbantuk. Lalu, Revan memberikan air minum untuk Keynara, "Maaf, Key."
"Kamu mau nikah sama orang lain?" Revan menggeleng.
"Terus maksudnya ngomong kayak gitu apa?"
"Aku cuma takut aja, kalau kita enggak bisa sama-sama kamu tahu 'kan umur aku sama kamu jauh banget aku udah waktunya nikah."
"Terus kamu mau kita buru-buru nikah?"
"Enggak gitu juga, Key 'kan aku bilang misalnya."
"Kamu usah enggak sayang aku? Ada wanita lain yang bikin kamu nyaman?" Pertanyaan-pertanyaan Keynara seakan menjebak dirinya dia tidak tahu harus berbicara bagaimana dengan Keynara.
"Enggak gitu cuma–"
"Kamu to the point aja mau kamu apa, karena aku udah lihat ada yang mau kamu sampein cuma kamu ngeganjel 'kan?" Revan terdiam dan menunduk rasanya campur aduk takut mengecewakan tapi dia juga bingung harus memilih apa.
"Gara-gara Ibu kamu lihat aku jadi dia enggak setuju sama aku dan malah jodohin kamu sama orang lain?" Revan tidak menjawab karena memang ada benarnya apa yang diucapkan Keynara.
"Kamu bilang aja, Van kalau kamu diem aja aku enggak ngerti."
"Masa depan kamu masih panjang, Key. Cita-cita kamu juga masih banyak 'kan yang belum tercapai jadi kamu fokus aja dulu ke cita-cita kamu enggak usah mikirin aku."
"Maksud kamu kita berhenti aja sampai di sini. Van jelasin aja apa yang buat kamu ngomong kayak gitu, kalau kamu sembunyiin itu malah buat aku penasaran dan mikir yang aneh-aneh."
"Maaf, Key."
"Kamu enggak perlu minta maaf kamu jelasin aja ada apa sebenernya?"
"Ibu aku mau ngenalin aku sama temennya nanti." Keynara terdiam dia mundur sedikit dari jaraknya dengan Revan.
"Tapi, bukan sekarang kok kita masih bisa kayak gini aku juga enggak tahu siapa dia jadi kita jalanin aja dulu," lanjut Revan saat melihat perubahan wajah Keynara. Keynara mencoba mengambil minum. Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering padahal barusan dia minum.
"Key kamu marah?" tanya Revan lagi karena masih tidak ada jawaban yang terlontar dari bibir Keynara.
"Oh yaudah kalau gitu."
"Yaudah apa?"
"Yaudah itu keputusan kamu aku enggak bisa maksa kamu untuk menetap juga 'kan apa yang kita genggam juga pada akhirnya akan terlepas." Revan mengenggam tangan Keynara tapi Keynara menolak.
"Key kamu enggak perlu marah kita coba aja dulu."
"Ibu kamu bener kamu udah waktunya nikah kalau kamu nunggu aku itu percuma jadi...."
"Itu masih nanti kok. Aku belum kepikiran untuk ke sana juga."
"Haha ... Tapi itu mau kamu 'kan? Kamu yang pengen banget nikah. Nah, yaudah kamu lanjut aja mumpung ada cewe yang siap."
"Bukan gitu aku takut aja kalau aku udah nunggu kamu tapi kamu sama orang lain yang lebih dari aku. Misalnya Perwira, PNS atau yang jauh di atas aku deh. Nah nanti kamu ninggalin aku."
"Tahu apa kamu soal itu semua yang jalanin aku. Kamu enggak usah nerka-nerka apa yang belum terjadi."
"Tapi, Key kamu enggak mungkin nanti lebih milih aku di saat mereka lebih baik dari aku."
"Loh kamu lagi mendeskripsikan diri kamu sendiri? Itu cewe lebih baik 'kan dari aku makanya kamu alesan ini itu supaya seolah-olah aku yang labil sama pilihan aku. Itu 'kan?"
"Enggak gitu Ibu aku juga bilang gitu. Lagian masa depan kamu itu lebih panjang mending kamu fokus aja dulu ke situ. Enggak usah mikirin aku."
"Kamu aja bisa ninggalin aku karena ada perjodohan itu. Bahkan kamu enggak Inget susahnya ldr, banyaknya yang bilang enggak berhasil tapi aku bertahan. Tapi, kamu? Lihat kamu sekarang, kamu malah bilang kayak gini ke aku. Terus membalik-balikan seakan aku yang ini itu kamu sehat enggak sih?!" Keynara tadinya tidak mau emosi tapi melihat orang yang selama ini dia pertahankan memilih wanita lain apa Revan pikir perasaan Keynara sebercanda itu.
"Lagian, Key nanti di kuliah jangkauan kamu lebih banyak, lebih banyak laki-laki...."
"Cukup, Van kamu maunya apa?"
"Yaudahlah kamu lanjutin aja dulu makannya ini bahas nanti aja."
"Aku udah enggak mood makan." Keynara mendorong makanannya padahal masih tersisa karena Keynara baru memakannya.
"Ini masih banyak, Key kamu kebiasaan deh kalau makan nyisa."
"Aku udah kenyang."
"Huft...." Lagi-lagi Revan yang harus menghabiskan makanan Keynara. Sudah sering ini terjadi saat mereka makan dan Keynara tidak menghabiskan makanannya. Keynara lebih memilih memainkan ponselnya untuk menghilang rasa nyeri perasaannya.
Perjuangan dia sepertinya akan sia-sia, apa yang harus mereka pertahankan lagi. Ketika restu tidak berpihak kepada Keynara haruskah Keynara mundur atau tetap bertahan sampai memang dia lelah dan mengakhiri hubungannya dengan Revan.
"Key, kamu diem aja."
"Ya aku harus ngomong apa? Aku aja enggak tahu harus ngomong apa lagi."
"Ya kamu enggak usah pikirin masalah ini. Kita jalanin aja."
"Ngapain jalanin kalau jalannya sama kamu berdampingannya sama yang lain buang-buang waktu." Revan juga bingung ini belum semua dia jelaskan kepada Keynara apalagi nanti semua pasti Keynara akan benci dirinya.
"Yaudah pulang aja yuk kamu kayaknya capek."
"Iya capek setiap deket sama kamu aku capek banget, Van. Aku harus mikir keras gimana cara mempertahankan kita tapi pada akhirnya sama aja kamu enggak bisa pertahanin aku juga. Kenapa dari awal kita harus deket."
"Pulang yuk ini kita bisa bahas nanti lagi." Keynara masih enggan, ucapannya saja tidak digubris oleh Revan. Itu artinya tamparan untuk dirinya agar mundur tapi Keynara belum bisa. Apa mimpinya itu benar-benar pertanda.
"Kenapa sih, Van jatuh cinta sama kamu rasanya berat banget kenapa harus aku sendiri yang cinta banget sama kamu."
"Kamu enggak sendiri kok, Key aku ada di sisi kamu cuma–"
"Cuma wanita itu lebih baik dari aku makanya kamu lebih memilih dia dan melepaskan aku. Aku bukan ya g terbaik aku kekanak-kanakan, aku enggak bisa masak aku enggak cantik semua yang aku milikin pasti jauh dari perempuan yang mau dijodohin sama kamu 'kan?"
"Enggak gitu, aku juga belum tahu dia siapa. Aku juga belum kepikiran ke sana aku cuma ngasih tahu ke kamu aku harus gimana aku juga bingung sama kayak kamu."
"Kamu udah enggak sayang sama aku?"
"Bukan gitu, Key."
"Terus kenapa kamu enggak mau mepertahankan aku? Apa aku bener-bener enggak pantes jadi istri kamu? Apa aku ini jauh dari tipe kamu. Aku mandiri, aku bisa cari uang sendiri."
"Dahlah ini kita bahas nanti aja ya kita pulang dulu kamu butuh istirahat."
"Rev."
"Key ayo pulang." Revan membawa tas selempang Keynara, dia bangkit lebih dulu. Keynara yang kesal pun mau tidak mau mengikuti Revan yang lebih dulu bangkit.
......