Butuh Ketenangan

2086 Words
"Apa yang telah ditetapkan menjadi milikmu, ia tetap akan datang kepadamu, walau apapun kelemahanmu. Dan apa yang bukan milikmu, sama sekali engkau tidak akan dapat menggapainya, walau dikerah seluruh kekuatanmu." ***         Apa yang menjadi takdirmu tidak akan pernah melewatkanmu dan apa yang melewatkanmu itu berarti bukan menjadi takdirmu. Ya, Keynara sering mendengar kata-kata itu. Tapi, entah kenapa dalam prakteknya terasa sulit. Dia memang berusaha untuk bisa tegas terhadap dirinya sendiri untuk melepaskan Revan tapi nyatanya sampai sekarang dia masih menjalani hubungan itu.        Kekecewaan datang bertubi-tubi tapi tidak lantas Keynara menyalahkan takdir karena apa? Ya memang ini salahnya, apa yang dia lakukan bersama Revan adalah kesalahan. Sampai kapan dia harus mengenggam Revan kalau pada akhirnya berpisah adalah yang nyata.    "Key?" panggil rekan kerjanya yang melihat Keynara bengong.    "Hah? Ya?" jawab Keynara.   "Bengong aja itu laporan anak-anak sama laporan keuangan udah belom udah sore. Nanti waktunya pulang aja grusak-grusuk."   "Wkwkw biasalah temen lu tuh." Mereka memang biasa seperti itu jiwa muda masih tertanam di benak mereka. Mereka semua seumuran jadi kadang Keynara merasa nyaman bekerja di sana apalagi anak-anak yang mengisi hari-hari, Keynara.   "Ya elah masih ada berapa jam lagi gece-gece amat mau pulang," jawab Keynara. Mereka sudah selesai dengan tugasnya masing-masing mengajar tapi mereka tidak bisa pulang sebelum waktunya pulang nanti pukul 12 siang.   "Ya mau ngapain lagi kalau kerjaan dah kelar tinggal tidur aja."   "Eh gue pengen bisnis deh tapi bisnis apaan ya bingung," ucap Keynara kepada dua temannya, Vira dan Yuli.   "Sama gue juga pengen usaha tapi masih enggak tahu usaha apaan."   "Kan kerja di sini mah pasti enggak lama gitu 'kan jadi pengen usaha gitu biar nanti kalau udah nikah punya bisnis tinggal jadi bosnya dah."   "Semua orang juga pengennya gitu, Key tapi tahu sendiri enggak semudah teori praktek tuh." Keynara membenarkan ucapan mereka juga sih. Lagian bisnis itu mudah yang susah memasarkannya. ....    Keynara kembali mengerjakan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Sementara teman-temannya yang lain merenung karena pekerjaan mereka sudah sedari tadi selesai mereka kerjakan. Selang beberapa belas menit kemudian Keynara berhasil menyiapkan pekerjaannya untuk hari itu.    “Apa gue open BO aja ya?” Keynara tiba-tiba bersuara sambil menutup laptop yang sudah selesai ia  pakai. Suasana yang tadinya hening, mendadak riuh karena reaksi teman-temannya.     “Lo seputus asa itu, Key?” tanya Vano, rekan kerja Keyra sambil menatap Keyra tak percaya.     “Lah kan gue mau buka usaha, kenapa bisa-bisanya lo bilang gue putus asa?” tanya Keynara pada Vano yang memandangnya bingung. “Enggak gitu juga kali, masa lo yang penampilannya anak baik-baik gini mau open BO?” Vano menggelengkan kepalanya, lagi. Masih tak habis pikir dengan jalan pikiran rekan kerjanya ini. Padahal, sudah Bagus dia menjadi guru tapi Keynara malah tiba-tiba mengatakan ingin open BO. “Kenapa malah bahas penampilan gue, Vano? Wah, jangan-jangan lo naksir ya sama gue?” Keynara tertawa karena muka Vano yang merengut menatap Keynara sebal. “Yul, bilangin nih sama teman lo, kalau mau open BO dipikirin dulu aja!” Vano akhirnya merajuk dan menyuruh Yuli yang menggantikan tugasnya sebagai teman yang baik hati, yang harus mengingatkan temannya bahwa perkerjaan yang akan ia lakukan itu adalah dosa.    “Kok jadi gue sih?” tanya Yuli pada Vano sambil tertawa senang menatap Vano yang merajuk juga kepadanya. Vano diam tak menjawab pertanyaan dari Yuli.    “Emang lo mau open BO di mana sih?” Vira yang dari tadi diam akhirnya bersuara juga.    “Taman kota lah, ramai gitu. Bisa untung banyak gue!” tegas Keynara sambil berkaca-kaca karena ia pikir rencananya akan berjalan lumayan lancar. Vano memandang Keynara ini benar-benar aneh. Asli sepanjang perjalanan berteman dengan Keynara padahal dia anaknya baik tapi bisa-bisanya mikir ingin usaha open BO.   Dalam hati, Vano beristigfar sambil mengelus dadanya,  “Gue nyerah temenan sama Keynara deh….” Vano sambil beranjak pergi dari kursinya karena memang  jam bekerja mereka sudah habis.    "Lo kenapa sih, Van aneh banget dah heran gue."   "Astaga, Keynara lo masih nanya lagi gue kenapa. Lo tadi habis makan apa dah gini amat." Keynara hanya menahan tawanya dia baru mengerti pasti pikiran Vano merujuk ke Hal negatif. Sedangkan Yuli dan Vira hanya menggelengkan kepalanya melihat dua manusia yang ribut. Yang satunya senang menggoda yang satunya lagi lemot sekali sudah tahu Keynara bercanda tapi dianggap serius oleh Vano.    “Lo kenapa sih, Van? ‘kan gue mau buka bookingan sepeda gitu di taman kota. Kayanya belum ada yang buat, jadi gue mau buat. Lumayan untungnya, tinggal ngumpulin modal doang….” Keynara akhirnya menjelaskan semuanya pada ketiga rekan kerjanya itu.   “Bilang kek mau open BO sepeda! Pikiran gue jadi kemana-mana ‘kan!” seru Vano kembali lagi ke kursinya untuk mengobrol lagi. Keynara tertawa puas diikuti Yuli dan juga Vira yang tertawa melihat raut wajah Vano yang menurutnya lucu. “Otak lo aja itu, Van. Kudu dibenerin. Istigfar ayo!” ucap Vira sambil tertawa kencang, melihat muka Vano yang memerah.    “Cie … blushing … “ ejek Yuli karena melihat Vano mukanya semakin memerah ditertawai oleh Vira dan Yuli.    “Vano emang ngiranya gue open BO yang mana sih?” tanya Keynara memancing Vano. Mereka yang asik tertawa seketika terdiam dan saling menatap.    “Udah, lo gak usah tau. Nanti aja kalau udah gede baru gue kasih tau….” Vira menepuk bahu Keynara untuk menyudahi topik open BO yang tidak sesuai dengan pikiran Vano. Keynara sebenernya mengerti open BO dalam artian negatif cuma dia tidak tahu kepanjangannya bukan tidak tahu deh lupa sepertinya. “Ya lagian, dia tiba-tiba bilang open BO. Gue jadi salah paham ‘kan…” Padahal Vira sudah mau menyudahi perbincangan tentang kesalah pahaman yang Vano buat, malah Vano sendiri yang memulai kembali. Yuli dan Vina saling  tatap karena letih melihat kelakuan Varo yang  tidak tahu situasi dan kondisi. Keynara yang sedari tadi diam karena tak mengerti ikut-ikutan menatap yuli dan Vina meminta penjelasan lebih. Tentu saja kedua gadis ini tidak ingin menjelaskan apapun.     “Udah-udah, kita pulang aja. Nanti jalanan makin ramai,” Yuli berusaha untuk menengahi situasi canggung ini. Memang canggung karena mereka hanya saling  tatap selama beberapa menit tanpa berbicara.    “Jalan mana gue tanya, yang sepi kaya di kuburan?” tanya Keynara kesal karena tidak ada yang mau menjawabnya.    “Ya ‘kan, siapa tahu nanti macet….” Yuli ingin sekali membenamkan kepalanya di lautan uang karena sikap Keynara yang kekeuh.    “Udah deh, capek gue nungguin jawaban kalian. Pulang aja yuk!” akhirnya Keynara menyudahi perbincangan yang sama sekali tak ia mengerti akhirnya dan mengemasi barangnya pulang. Namun, secara iseng Keynara membuka telepon pintarnya dan mencari arti dari perbincangan mereka kali ini.       Setelah asyik berselancar dengan telepon pintarnya, Keynara membulatkan matanya saat mengetahui apa yang ada dipikiran Vano tadi.    ‘Bugh’ Keynara memukul Vano dengan tas kerjanya. Vano yang tidak mengetahui bahwa Keynara sudah mengetahui kesalah pahamannya menatap Keynara kesal.     “Ngapain lo mukul gue, Key!” marah Vano.    “Istigfar lo Vano, pikiran lo kemana-mana … memangnya gue ini cewe apa-apaan mau open BO sembarangan? Pengen banget gue nampol lo sampai pinter, Van….“  Yuli dan Vira yang mengerti situasi konyol ini hanya dapat menertawakan wajah suram vano.   “Ya, sorry … ‘kan gue ngertinya yang itu. Lo sih, pake kata-katanya bikin salah paham…..” Vano membela dirinya sendiri. Sedangkan Keynara masih dengan emosi jiwanya, tak percaya bahwa Vano menganggapnya akan open BO yang lain.    “Tinggalin aja Vano di sini! Biar di culik nenek sihir!” ucap Keynara sambil merangkul kedua temannya—Yuli dan Vira. Meninggalkan Vano yang mengutuk dirinya sendiri karena berpikiran konyol.    Vano hanya menggumam kesal beberapa rekan mereka yang mendengar obrolan mereka hanya tersenyum-senyum. Melihat itu, Vano langsung menyembur mereka. Untung saja beberapa rekan guru yang tersisa sepantaran jadi Hal biasa bagi Vano kecuali ada kepala Yayasan mereka akan bertindak sopan di kantor.   "Ngapain kalian senyum-senyum mau ngetawain aku 'kan pasti kalian. Iyakan?? Heh Dewi kamu ngapain nutup-nutup mulut gitu. Heh Andre kamu juga ngapain ngelap buku kurang kerjaan." Vano yang kesal akhirnya menyebut nama mereka yang ingin menertawakan Vano.   "Astaga Vano sensi gais ngeri euy," saut Dewi sambil tertawa.   "Halah awas ya lu Dewi. Dahlah mau pulang bye kalian. Kasihan delo kerjaan kalian belom selesai."   "Vano ... vano...." Mereka menggelengkan Vano saat Vano sewot karena mereka tertawakan padahal maksudnya tadi tidak seperti itu.   "Vano enggak minat nerima nada open BO," ledek Andre.   "Minat elo nanti yang gue promosiin ama om-om." Vano lalu ke luar kantor dengan sinis. Sedangkan yang di dalam hanya menertawakan Vano.     Di luar mereka bertemu Ketiga geng kurcaci lagi, "Heh ngapain kalian belom pulang?"   "Astaga, Vano kasar deh ah pelan-pelan 'kan bisa ngomongnya," ucap Key menatap wajah Vano datar.   "Iya-iya kalian ngapain di sini belom pulang? Jangan bilang mau open BO."   "Vanoooooo iiih pikiran lo tuh ya!" Keynara langsung menimpuk wajah Vano dengan tas di bawanya tidak berat tapi cukup untuk memukul wajah Vano yang ngeselin. Sedangkan Vira dan Yuli hanya tertawa melihat mereka.   "Iya-iya maap etdeh dipukulin mulu gue heran dah. Dahlah gue mau pulang duluan."   "Hm ... Tiati."   "Yoks," jawab Vira.  Vano mengangguk lalu dia pulang lebih dulu meninggalkan Keynara dan dua temannya yang masih mengeluarkan motor mereka masing-masing.   "Dah yuk pulang."   "Enggak ada yang ketinggalan 'kan nanti ada lagi yang ketinggalan."   "Enggak kok dah yuk." "Oke." Mereka berdua pulang membawa sepeda motor masing-masing seperti biasa mereka akan pulang bersisihan bersama dan berpisah saat arah rumah mereka sudah berbeda. .....   Keynara memutuskan untuk pulang ke rumah Bundanya. Ayahnya sedang dines ke luar Kota jadi dari pada di rumah bosan lebih baik dia pulang ke rumah Bundanya.   "Assalamualaikum, Bun." Keynara mengetuk pintu rumah Bundanya sambil menunggu pintu tersebut terbuka. "Bun...." panggilan kedua lalu ada suara dari dalam entah apa Keynara tidak begitu jelas mendengarnya.   "Oh, non Keynara. Masuk, non." Ternyata yang membukakan pintunya pembantu Bunda sudah lumayan lama juga sih dia bekerja di sini.   "Iya, Bi. Bunda ada?"   "Bunda ada sebentar, Bibi panggilin."   "Enggak usah, Bi. Ayah ada enggak?"   "Oh Pak Alif belum pulang sekarang sih."   "Yaudah Bibi lanjutin kerja aja aku yang semperin Bunda. Oh iya Kinan ke mana? Sepi banget."   "Barusan non Kinan pergi katanya mau ketemu temen-temennya kalau enggak salah denger."   "Oh yaudah kalau gitu. Makasih ya, Bi."   "Enggak mau dipanggilin Ibu sekalian, Non?"   "Enggak usah, Bi. Nanti Bibi capek naik turun tangga biar aku aja yang naik."   "Baik, Non saya permisi dulu lanjut kerja ya."   "Okey, Bi." Pembantu Bundanya kembali lagi ke belakang entah sedang melakukan apa. Keynara lalu ke kamar lamanya sekalian menengok Bundanya.   Sampai di depan kamar Bundanya dia mengetuk pintu lebih dulu, "Bunda ... Bun, Aya dateng...."     "Iya sebentar." Suara Bundanya dari dalam lalu membuka pintunya.   "Oh Bunda mau solat ya. Aya ganggu, Bunda?" tanya Keynara lantas mencium punggung tangan Bundanya.   "Enggak kok Bunda juga udah selesai, barusan habis solat Zuhur sekalian baca Al-Qur'an terus kamu dateng."   "Aya ganggu Bunda baca Al-Qur'an dong."   "Enggak kok, kamu ke sini udah dari tadi?"   "Belum, kok Bun. Aku  baru dateng kata Bibi Bunda ada di kamar yaudah aku samperin aja."   "Oh gitu. Iya tadi Kinan juga baru pamit katanya ada kerja kelompok sama temen-temennya."   "Oh gitu."   "Yaudah sini masuk, Bunda lipet sajadah Bunda dulu."   "Aku ke kamar dulu deh, Bun mau ganti baju enggak enak masuk kamar Bunda aku baru dari luar."   "Aish kamu dulu juga sering kok. Lagian kamu emang baru pulang kerja?"   "Heem. Papa pergi, Bun makanya aku ke sini aja. Enggak ada temen di rumah."   "Oh gitu yaudah sering-sering aja di sini Bunda juga kangen banget kok sama kamu pengen kayak dulu lagi."   "Haha, Iya bun aku juga kangen yaudah nanti kita lanjut lagi kangen-kangenannya ya. Aku mandi dulu."   "Yaudah gih. Nanti Bunda siapin makan buat kamu."   "Makasih, Bunda."   "Sama-sama sayang." Keynara lantas masuk ke kamarnya yang dulu yang biasa dirinya tiduri dengan Kinan. Tidak banyak berubah dengan kamar itu karena mereka ingin selalu mengingat kenangan dulu.    Ada pesan masuk dari Revan, Keynara membuka pesan tersebut. Memang seharian ini dia sengaja tidak memegang HP lagi malas saja.     "Key kamu enggak di rumah ya? Aku dari rumah kamu kosong enggak ada orang apa belum pulang kerja?"  Keynara langsung saja membalas pesan dari Revan kalau dia sudah pulang. Namun, dia langsung pulang ke rumah Bundanya.   "Aku pulang ke rumah Bunda Mila sama Ayah Alif. Jadi, aku enggak pulang ke rumah."  Setelah membalas pesan itu Keynara menutup ponselnya lagi dan segera mandi untuk membersihkan tubuhnya selepas kerja seharian.      "Oh gitu. Yaudah selamat istirahat." Balasan Revan belum sempat dilihat Keynara karena Keynara sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi. ..... Tbc ... Sampai ketemu Keynara besok lagi....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD