Perang Batin

2035 Words
"I thought you were healing me. But no, you just broke me even more." ****       Keynara bangun dengan peluh membasahi dahinya. Papanya dengan wajah panik duduk di samping Keynara sambil membangunkan anaknya tadi.   "Kamu enggak papa?" tanya Papanya saat Keynara sudah bangun. Keynara menggeleng tapi mimpinya tadi Masih terasa jelas sampai saat ini. Gambaran wanita yang dikenalkan Revan dalam mimpinya seakan nyata.   "Ayah ambil minum dulu buat kamu," ucap Reno. Keynara mengangguk lantas Reno bangun dari duduknya dan mengambilkan air untuk anaknya.     Keynara mengusap wajahnya, mimpinya seakan menjadi pertanda kalau hubungannya dengan Revan diambang perpisahan. Reno datang membawa segelas air dan tissue untuk mengelap keringat anaknya.   "Minum dulu, Key."   "Makasih, Pa." Keynara meminum gelas yang di bawa Papanya.   "Kamu tadi mimpi buruk?" Keynara mengangguk ada perasaan mengganjal dalam hatinya.   "Revan?" Keynara lagi-lagi mengangguk. Reno bisa tahu karena sedari tadi Keynara hanya menyebut nama Revan.  Telepon masuk di ponsel Reno membuatnya harus mengangkat teleponnya lebih dulu.   "Papa angkat telepon dulu."   "Heem...." Reno berada di luar kamar Keynara dengan pintu yang masih terbuka hingga Keynara mendengar pembicaraan Reno entah dengan siapa.   "Ya Waalaikumsalam."   "...."   "Gimana kalau diwakilkan dulu karena sepertinya saya enggak bisa ke kantor hari ini." "...."   "Kalau agak siangan gimana?"   "...."   "Yasudah saya segera siap-siap sekarang." "...."   "Waalaikumsalam...." Telepon dimatikan, Reno merasa berat meninggalkan Keynara di rumah, walaupun Keynara bukan lagi anak kecil tapi menurut Reno Keynara masih menjadi Putri kecilnya dan itu tidak akan merubahnya sampai nanti anaknya menikah.   Reno masuk lagi ke kamar Keynara memasang wajah yang enggan meninggalkan anaknya tapi ada kerjaan yang penting jadi dia harus tetap datang. Keynara yang paham dan mendengar pembicaraan Papanya tadi pun tersenyum. "Papa kalau mau berangkat kerja berangkat aja. Aya enggak papa kok."   "Tapi, Papa ngerasa pengen sama kamu aja."   "Papa yang ajarin Aya untuk professional apapun yang terjadi. Mungkin kerjaan Papa lagi butuh Papa sekarang. Jadi, Papa berangkat aja. Nanti aku bisa kok ke tempat Mama Mila."   "Kalau gitu kamu di rumah aja biar Papa yang telepon Mama kamu untuk ke sini aja ya." Keynara mengangguk.   "Papa berangkat dulu sekarang enggak papa 'kan kamu Papa tinggal?"   "Enggak papa kok, Pa. Papa kerja aja Aya enggak papa."   "Yaudah, Papa berangkat dulu ya, nak." Reno mencium kening anaknya dan Keynara pun menyalimi tangan Papanya.   "Assalamualaikum...."   "Waalaikumsalam, Pa." Reno pergi dari kamar Keynara dan menutup pintunya kamar Keynara rapat.   "Huft...." Mimpi itu sangat nyata. Dia punya firasat kalau hubungannya dengan Revan tidak akan bertahan lama lagi.    Pikirannya mengayal ke status hijrahnya Keynara dulu. Keynara rasanya malu, dia sempat berpakaian tertutup, menjauh dari beberapa laki-laki demi menjadi dirinya tapi dia harus terjatuh ke lubang yang salah lagi dengan perasaannya kepada Revan. Keynara tidak menyalahkan Revan karena bagaimana pun Keynara juga salah dia tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Dia tidak bisa menahan perasaannya sendiri hingga membuat Keynara harus memiliki perasaan lebih dengan Revan.     Benar seseorang bisa berubah tapi ada yang menjadi lebih baik atau sebaliknya. Sepertinya Keynara sebaliknya. Rasa cintanya dengan Revan itu salah, kedekatannya dengan Revan itu salah. Dia memang tidak ada status tapi itu hanya sebagai alibi untuk menghalalkan kedekatannya padahal apa yang dilakukannya tetaplah salah. Dia ingin menikah supaya tidak terjerumus dalam hubungan terlarang ini tapi dia terlalu takut dengan hiruk pikuk bahtera rumah tangga.   Dia belum menjadi perempuan yang pantas untuk Revan dan akhir-akhir ini pun dia merasa Revan tidak yakin dengannya. Apa ini pertandan Keynara memang harus mundur. Apa yang dipaksakan tidak akan baik pasti. Keynara membuka ponselnya ada pesan masuk seperti biasa dari Revan. Dia tersenyum tapi rasa bersalah masih mendominasi perasaannya.   "Pagi, Key."   "Pagi juga, Van."  Sepertinya Revan sudah mulai bekerja mengingat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh siang. Untung saja Keynara sedang libur hari ini jadi dia tidak kesiangan.    "Enggak kerja?"   Balasan chatnya masuk lagi dari Revan. "Lagi libur, Van."   "Oh gitu yaudah aku kerja dulu ya."   "Iya semangat sayang❤️" Keynara menghembuskan nafasnya kasar sampai kapan dia harus perang batin dengan perasaannya. Hatinya menyuruhnya untuk selesai tapi fikirannya menyuruhnya untuk tetap bertahan. Tapi, bagaimana pun Keynara tahu pada akhirnya patah hati dan rasa sakit itu pasti akan muncul. Entah itu pada dirinya sendiri atau Revan. .....   Begitupun dengan Revan di luar sana dia juga memikirkan bagaimana dia harus mengatakan kepada Keynara kalau dia tidak bisa mengambil keputusan untuk mereka. Dia tidak ingin menyakiti Keynara tapi dia juga tidak mau melawan ibunya.   Semalam setelah Keynara menelepon Ibunya. Ibunya meneleponnya menganggap hubungan mereka sudah serius padahal nyatanya Masih seperti ini saja. ..... Malam setelah pulang mengantarkan Keynara....     Setelah mengantarkan Keynara pulang, Revan langsung saja pulang ke rumah. Sampai di rumah dia langsung mengabarkan ke Keynara bahwa dia sudah sampai di rumah. Setelah itu langsung mandi dan mengganti pakaiannya.    Saat dia melihat ponselnya lagi ada panggilan masuk dari ibunya yang tidak terangkat olehnya. Awalnya dia ingin menelepon balik takut ada sesuatu yang penting tapi dia urungkan, tapi beberapa saat kemudian Ibunya menghubunginya lagi.    "Assalamualaikum, bu...."   "Waalaikumsalam, itu tadi yang namanya Keynara?" tanya Ibunya kepada Revan. Revan mengangguk ibunya pasti tahu anggukannya karena ibunya menghubunginya melalui sambungan video call.   "Kalian udah serius mau menikah?" Nahkan bisa dilihat ibunya langsung mencercanya perihal menikah lagi.   "Belum, bu. Aku sama Key ya masih deket aja."   "Deket apa? Pacaran atau mau nikah, kapan?"   "Bu enggak secepet itu juga lagian Keynara juga baru lulus SMA masa mau diminta buru-buru nikah."   "Ya kalau dia siap ya kamu seharusnya buruan aja buktinya tadi dia juga udah berani lihat Ibu."   "Ya dia cuma mau kenal aja sama Ibu."   "Kalian itu hubungannya apa. Terus emang kamu sering ke rumahnya?"   "Iya sering, bu."   "Terus ibunya gimana nerima kamu? Atau malah enggak biasanya orang kota 'kan gimana kalau sama orang desa."   "Emm dia maunya sama PNS."   "Lah kamu 'kan bukan PNS."   "Maksudnya kalau bisa aku ngikut pencalonan PNS gitu, bu."   "Emang kamu mampu. Kalau emang dari pihak sana udah pengen kamu kayak apa yang mereka pilih mending kamu mundur aja enggak usah ngelakuin kalau kamu terpaksa."   "Ya tapi ada benarnya juga, bu. Kan biar masa depan kita terjamin juga."   "Ya tapi lihat kemampuan juga toh, Revan kamu itu enggak tegas banget sih jadi laki-laki."   "Iya bu."   "Udah kalau kamu Masih dituntut seperti yang mereka mau mending kamu Ibu kenalin sama temen Ibu aja yang satu daerah sama kita. Kamu lebaran pulang 'kan?"   "Bu lagian aku juga belum terlalu siap menikah juga kok. Aku kerja belom mapan juga mau aku kasih makan apa nanti istri sama anak aku."   "Rezeki bisa dicari dulu Bapakmu juga nikah muda kok sama Ibu tapi buktinya kamu bisa lulus sarjana 'kan."   "Yaudah bu udah malem besok aku kerja."   "Kamu itu kalau Ibu kasih tahu pasti balesnya gitu mulu. Udah kamu tinggalin dia aja lagian dia orang kota jauh dari rumah kita, Van."   "Ya enggak bisa main tinggalin gitu aja, bu. Pelan-pelan ninggalinnya."   "Kalau pelan-pelan kamu malah nyakitin dia, Van."   "Iya nanti aku pikirin bu, lagian aku cuma Masih kerja di kota ini juga Masih bakal sering ketemu sama Key."   "Ya tapi kalau kalian jadi nikah emang kalian mau tinggal di mana kalau itu cewe mau diajak tinggal di kampung kalau enggak. Kamu mau jauh-jauhan lagi sama keluarga." Revan menghembuskan nafasnya kasar dia juga bingung harus memutuskan apa.   "Iya, bu. Nanti aku pikirin gimana enaknya lagian 'kan Masih lama juga."   "Yaudah nanti lebaran Ibu kenalin sama temen Ibu. Anaknya lulusan MA dia siap kok nikah dari pada nungguin Keynara-Keynara itu kalau emang dia mau serius sama kuliahnya dulu yaudah biarin aja kamu jangan ganggu dia."   "Iya, bu."   "Inget pahitnya, Van kalau dia lulus, iya kalau masih mau sama kamu kalau enggak gimana? Inget umur kamu juga kamu semakin tua beda jauh sama dia. Kalau kamu nungguin dia terus akhirnya dia sama orang lain mau apa kamu udah nunggu tahunya dia sama orang lain." Apa yang dikatakan ibunya membuat Revan bingung apa yang harus dia pilih meninggalkan Keynara atau memilih ibunya.   "Tapi, Keynara enggak kayak gitu kok."   "Kamu belum kenal dia deket, Van jangan belain dia terus nanti ujung-ujungnya kamu kecewa."    "Iya bu, tapi 'kan enggak perlu buru-buru juga."   "Ya sampai kapan enggak buru-burunya. Umur kamu itu loh, Van pikirin umur kamu, sepupu-sepupu kamu udah pada nikah udah pada punya anak kamu kapan. Emang Ibu enggak malu kalau ditanya kapan anaknya nikah mulu."   "Iya bu. Udah Ibu istirahat aja udah malem."   "Ah kamu kebiasaan udahlah terserah kamu." Panggilan video call dimatikan sepihak oleh Ibunya. Ibunya pasti marah dengan Revan karena lebih memilih Keynara. Lalu, apa ini saatnya dia melepaskan Keynara pula tapi dia belum bisa. ......    Mengingat obrolan dengan ibunya semalam jadi terbayang terus dipikiran Revan. Apa iya jika nanti menunggu Keynara akan tergantikan dengan orang lain karena umurnya yang jauh dengan Keynara.   "Van disuruh anter barang ke cabang sekalian liat stop bahan-bahan bangunan di sana masih ada enggak."   "Hm...."   "Kenapa sih lo diem aja?"   "Enggak papa."  Revan bangkit setelah mendengar suruhan temannya tadi. Dia memang tidak banyak bicara saat sedang bekerja tapi aura yang dilihat teman Revan mengatakan kalau ada sesuatu. Tapi, mereka tidak berhak ikut campur masalah Revan. .....      Mila sudah sampai di rumah Reno, Keynara juga sudah mandi. Baru selesai makan juga setelah dibawakan makan dari rumahnya. Papanya Alif ikut ke rumahnya karena sedang tidak ada kerjaan juga.   "Kamu ada masalah lagi sama Revan?" tanya Mila.   "Enggak, Bun."   "Kakak makanya enggak usah sama Revan aku juga enggak suka sama Revan."   "Adek...."   "Iya-iya maaf." Kinanti melanjutkan bermain ponselnya.   "Dek kamu ngomong kayak gitu apa kamu udah ada feeling kalau emang Revan bukan yang terbaik untuk kakak?"   "Em...."   "Udah enggak usah dipikirin, Kak omongan adek 'kan kamu sendiri yang jalanin sama Revan," ucap Mila lagi mengelus kepala sang anak.   "Bukan gitu, Bun dulu temen-temen Key juga pada enggak suka sama dia padahal kita belum ketemu aja mereka udah enggak suka sama Revan."   "Ya kamu yang jalanin kamu yang tahu hubungan kamu sendiri enggak usah mikirin mereka. Kalau memang kamu nyaman yaudah."   "Tapi, cara Aya salah, Bun. Enggak seharusnya Aya kayak gini sama laki-laki yang belum jadi pasangan Aya." Mila terdiam anaknya lebih bijak dari dirinya.   "Iya. Itu juga yang buat Kinan enggak suka. Okelah dulu Kinan suka karena Masih wajar kalau ke sini-sini tuh Kinan jadi kesel. Ketemu mulu maksudnya dia kelihatan santai-santai aja mukanya 'kan Kinan jadi kesel." Keynara terdiam mendengar ocehan adiknya.   "Adek...."   "Iya-iya maaf."   "Bunda dukung apapun yang Aya pilih selama Aya enggak melewati batas toh kalian ketemu juga jarang 'kan." Maksud Mila tidak membenarkan apa yang dilakukan anaknya tapi dia paham masa-masa remaja Keynara. Ingin mundur tapi mencintai ingin menyerah tapi tidak rela dimiliki laki-laki lain.    "Key tapi kalau kamu pertahanin apa yang membuat hati kamu tidak yakin kamu bakal tetep tersakiti pada akhirnya." Alif angkat bicara mengenai masalah anaknya dari tadi dia hanya fokus dengan laptopnya tapi dia tetap mendengarkan obrolan mereka.   "Iya, Yah. Tapi kalau misalnya aku mundur kok ya aku sayang banget gitu sama dia. Takut dia dimiliki orang lain."   "Jodoh itu di tangan Allah ngapain kamu takut. Kalau emang dia jodoh kamu pasti dia bakal balik lagi kok sama kamu. Kalau enggak ya berarti kalian ditakdirkan sama yang terbaik menurut pilihan Allah." "Apa kata Ayah kamu bener, Key. Mau kamu pertahanin sekarang kalau dia enggak jodoh sama kamu. Kamu juga bakal tetep kecewa nanti," sambung Mila. Keynara mengangguk. Dia harus menyudahi hubungannya dengan Revan tapi dia belum bisa.   "Tapi aku enggak bisa."   "Bukan enggak bisa, Kak tapi belum bisa dicoba aja dulu dari jarang hubungin, terus naik tingkat jarang ketemu sampai akhirnya nanti kakak bisa kok lupa sama Revan-Revan itu."   "Sok tahu kamu anak kecil."   "Ye si, Kakak kalau dibilangin ngeyel deh. Ini aku kasih tahu serius."   "Emang kamu udah pernah ngalamin kayak Kakak?"   "Ya belum sih makanya aku enggak tahu hehehe...." Keynara memutar bola matanya malas. Orang tua mereka hanya tersenyum melihat keduanya.   "Teori enggak gampang sama prakteknya tahu."   "Bener sih guruku ngasih teori suruh ini itu  aku paham pas dengerin tapi pas praktek anjir susah banget."   "Adek ngomongnya," ucap Alif memperingati anaknya untuk mengucapkan Hal yang benar.   "Hehe iya maaf, Yah tadi keceplosan."   "Wkwkw ... Sukurin." Keynara yang sudah dewasa masih saja bertingkah seperti anak kecil yang suka menggoda sang adik. Tapi orang tua mereka tahu bahwa mereka berdua tetaplah saling menyayangi satu sama lain. Pertengkaran mereka hanyalah ajang untuk membuat keadaan rumah ramai. Mereka jadi rindu saat mereka masih kecil. ..... Tbc ... Tinggalkan jejak terbaik kalian. See u next part....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD