Belum Bisa Menentukan Keputusan

2042 Words
""Luruskan Niatmu. Bulatkan Tekadmu. Maksimalkan Ikhtiarmu. Kencangkan Doamu. Singkirkan Kata "Tapi" Hasilnya Serahkan Kepada Allah." ***       Setelah selesai mandi dan memakai pakaian lengkapnya, Keynara mengecek ponselnya lagi. Ada balasan dari Revan.    "Iya kamu juga ya." Setelah membalas itu dia memilih menaruh ponselnya lagi dan berlalu ke kamar Bundanya. Lagian dia di sini bukan untuk menghabiskan waktu hanya di kamar saja.     "Bunda ... Bun...." panggil Keynara di depan pintu kamar Bundanya. Pembantu Ibunya lewat sambil membawa pakaian kotor. "Non Key, nyari Bu Mila?"   "Eh, Bibi. Iya tadi sebelum aku mandi, Bunda di kamar sekarang enggak ada kayaknya."   "Iya, Non tadi di bawah lagi masak, Bundanya."   "Oh gitu, yaudah Bibi mau ke bawah juga 'kan biar aku aja yang bawa sini." "Eh enggak usah ini kerjaan Bibi, Non."   "Udah enggak papa." Keynara mengambil alih keranjang yang dibawa pembantunya. Lagian kasihan juga, Bibi turun tangga terus bawa ginian.   "Makasih, Non Key," jawab Sang Bibi saat sampai di bawah dan meletakkan keranjang baju kotor yang tadi ke belakang.   "Bunda, mau masak?" tanya Keynara.   "Iya 'kan ada kamu ya, Bunda masak."   "Astaga, Bunda kayak aku tamu aja. Aku 'kan anak Bunda."   "Ya enggak, papa orang kamu juga jarang ke sini juga."   "Key sibuk, Bun. Banyak kerjaan, nulis juga mentok deadline semua belum harus kerja juga 'kan."   "Iyasih, Bunda maklum tapi Inget kamu jangan capek-capek juga harus jaga kesehatan."   "Iya pasti kok, Bun. Bunda juga harus jaga kesehatan biar tetep sehat."   "Iya sayang. Bunda tuh ngerasa sepi banget sekarang anak-anak Bunda udah pada besar jarang di rumah. Kamu udah lumayan jauh, Kinan apalagi kalau pulang kadang udah sore ketemu cuma pagi sama makan aja sisanya dia di kamar lagi ngerjain tugas-tugasnya."   "Ah, Bunda jangan kayak gitu dong, Key jadi sedih 'kan. Nanti, Key lebih sering deh ke sini terus bilangin Kinan juga biar lebih sering ngobrol sama Bunda."   "Iya makasih ya sayang."    "Bun, aku pengen tinggal di luar kota tapi bingung sama siapa."   "Ngapain enggak ah kalau jauh-jauh Bunda enggak mau. Di sini aja udah jarang ketemu apalagi kamu di luar kota makin jarang pulang nanti."   "Aku cuma pengen suasana baru aja, Bun." Mila melihat Keynara dengan serius, pasti ada sesuatu dengan anaknya.   "Ada masalah sama Papa kamu? Makanya kamu minta tinggal di luar kota?"   "Ya enggak, Bunda ih...." Walaupun Keynara sudah dewasa tapi kadang sifat anak kecilnya sering muncul tak jarang membuat Bundanya pun tersenyum.   "Terus masa kamu mau ninggalin, Papa kamu di rumah sendiri enggak kasihan." Keynara terdiam benar juga nanti siapa yang merawat Papanya kalau dia ke luar Kota tapi kalau dia di sini dia sulit move on dengan Revan dia juga bingung harus mengakhiri hubungannya seperti apa.   "Karena Revan?" tanya Bundanya yang melihat raut wajah anaknya itu.   "Bukan gitu, Bun. Aku juga bingung sama perasaan aku."   "Kenapa lagi sama Revan? Kalau emang menurut kamu nyakitin kamu terus mending kamu lepasin, Key." Keynara bingung lepaskan perasaannya menyuruhnya untuk tetap bertahan.   "Emang aku salah ya, Bun mempertahankan apa yang enggak bisa dipertahanin."   "Revan enggak mertahanin kamu?" Bundanya seperti cenayang belum semua Keynara ceritakan tapi Bundanya pasti menebak dan tebakannya pasti selalu benar.   "Kayaknya sih gitu. Tapi, aku juga masih enggak tahu, kayaknya orang tuanya dia enggak setuju sama, Aya. Makanya dia pengen dijodohin sama orang lain."   "Dia mau dijodohin sama orang lain? Tapi, kok kamu masih sama dia."   "Belum kok, Bun itu dia baru cerita aja kalau Ibunya cuma mau ngenalin bukan mau jodohin lagian dia juga masih bingung harus gimana."   "Lah emang dia enggak bilang sama Ibunya kalau dia masih deket sama kamu."   "Nah itu dia, Bun. Kayaknya kejadiannya setelah aku video call sih sama Ibunya. Mungkin setelah video call itu Ibunya ngelihat aku enggak sreg atau gimana gitu, mungkin makanya langsung Revan nih disuruh kenalan sama cewe lain. Gitu enggak sih, Bun."   Mila mendekat ke arah Keynara masih agak bingung sebenarnya, dia menyuruh asistennya menggantikan dia memasak lagian tinggal mematangkan saja. Kemudian, dia mendekat ke arah anaknya duduk di samping Keynara yang duduk di kursi tempat mereka biasanya makan bersama.   "Bi, ini gantiin aku ya. Tinggal nunggu Ayamnya empuk aja kok, sayurnya nanti tinggal di pindahin ke wadah untuk makan."   "Baik, Bu."   "Terimakasih, Bi."   "Sama-sama, bu."    "Jadi gimana sih, Key. Bunda sama sekali jadi enggak ngerti sama Revan. Awalnya ya Bunda support aja karena dia baik tapi kok kesannya sekarang kayak mainin kamu coba."   "Aku juga bingung, Bun. Aku mau lepasin tapi perasaan ini nolak terus. Aku mau mundur tapi rasanya sakit, aku kayak ngejalanin hubungan serius sendiri sedangkan dia main-main aku kesel, Bun. Tapi, aku juga sayang sama dia."   "Ya enggak bisa gitu dong, Key. Kalau emang dia enggak ada niat serius kamu juga harus tegas sama diri kamu sendiri dari pada kamu sakit sendiri buat apa. Cowo banyak, Key."   "Tapi, aku sama dia udah lama, Bun."   "Lama juga enggak menjamin kok kamu bakal sama dia akhirnya. Kalau ujung-ujungnya dia sama yang lain mending kamu tinggalin." Keynara mengerucutkan bibirnya, ya dia juga pengennya seperti itu. Melepaskan tapi perhatian Revan seakan mempermainkan perasaannya. Ingin mundur tapi dia yakin masih ada kesempatan. Ingin maju tapi dipatahkan oleh angan.   "Bun, aku masih mau sama Revan aku belum bisa ngelepas dia."   "Kak Aya ... kak Aya dari awal Kinan 'kan bilang malah emang dia yang terbaik bakal balik lagi kok. Kenapa malah seneng banget nyakitin diri sendiri." Kinan datang, dia mendengar ucapan Bunda dan kakaknya. Jadi, dia langsung menyerobot saja ucapan sang Kakak.   "Kamu udah pulang, Dek."   "Udah, Bun tadi lagi ngelepas kaus kaki di depan tapi denger suara kakak aku langsung ke belakang aja," jawab Kinan lalu dia langsung ke belakang cuci tangan dulu sebelum bersalaman dengan Bundan dan Kakaknya.   "Makanya kalau dateng biasain salam, Dek. Kamu itu kalau Kakak bahas Revan pasti sewot banget."   "Ya habisan aku kesel banget dia itu enggak ada pendirian jadi cowo harusnya kakak juga lebih tegas sama diri kakak sendiri. Banyak cowo, Kak. Bunda itu kakak dicariin cowo apa biar lepas dari Revan." Mila tertawa mendengarnya.   "Yaampun, Dek kakak apa enggak laku banget apa sampe harus dicariin cowo segala lagian Kakak cuma mau fokus karir aja kok kamu nih sewot aja."   "Halah boong itu mah alibi aja."    "Wkwkwk kamu ngeselin banget deh, Dek. Dari mana kamu jam segini baru pulang. Pacaran ya."   "Dih emang aku, Kakak," jawab Kinan lalu menghampiri Bundanya untuk bersalaman dan mengecup Pipi Bundanya seperti biasa.   "Iiih orang kakak enggak pacaran."   "Tuh, Bun kakak lagi mengalihkan pacaran dengan kedekatan eh apa tuh namanya ya. Ahhh ... lupa...."   "Hahaha .... kamu itu kalau enggak tahu makanya diem aja."   "Terus gimana tuh si Revan itu."   "Ya enggak gimana-gimana udahlah enggak usah dipikirin orang tadi aku 'kan ke sini karena Papa enggak di rumah tapi kamunya bawel dahlah aku mau pulang aja."   "Wkwkw ... dasar ngambekan."   "Ayah kok belum pulang ya."   "Ayah pulang...." Tiba-tiba setelah Kinan berkata kapan ayahnya pulang, Ayahnya langsung datang.   "Eh Astagfirullah, Assalamualaikum," ucap Alif saat lupa dia mengucapkan salam.   "Waalaikumsalam, Ayah."   "Nahkan pantesan kuping Ayah dari tadi panas lagi kalian omongin ternyata."   "Kakak, Yah."   "Dih kok, kakak, orang kamu tadi yang nanya Ayah," saut Keynara tidak mau kalah. Mila hanya menggelengkan kepalanya lantas dia mengambil tas suaminya dan mengambilkan air minum untuk suaminya. Lalu Alif menuju ke belakang untuk mencuci tangannya lebih dulu.   "Mas kamu mau mandi dulu?"   "Iya sebentar lagi. Key kamu dateng kapan sayang?" tanya Alif.   "Tadi siang, Yah setelah ngajar aku langsung ke sini aja soalnya Ayah lagi ke luar Kota juga."   "Oh gitu yaudah Ayah mau mandi dulu ya."   "Iya, Yah." "Bunda mau nyiapin baju untuk Ayah dulu."   "Duh, Bunda ini masih aja romantis sama Ayah bikin, Kak Key envy tahuuu...."   "Lah, kok kakak orang kakak diem aja, kakak lagi."   "Hahahah...." Mereka semua tertawa mendengar Kinan yang senang sekali menggoda Kakaknya itu. Alif dan Mila sudah berjalan ke kamar mereka.   "Kak ayo masuk kamar."   "Ngapain?"   "Ngapain kek lagian Kakak ke sini mau curhat-curhat ke aku 'kan."   "Idih pede banget astaga. Orang aku kangen Bunda sama Ayah pede sekali kamu."   "Wkwkw iyain aja sih, Kak. Biar aku seneng."   "Hmm...." Kinan menarik tangan kakaknya untuk ke kamar mereka.   "Ck, Dek enggak usah narik-narik deh. Kakak bisa sendiri."   "Lama...."   "Ckk...." Mereka berjalan ke kamar mereka. .....     Sampai di kamar Kinan melettakan tasnya, lalu bilang ke kakaknya kalau dia mau mandi lebih dulu, "Aku mau mandi dulu deh lengket baru pulang."   "Hmm...."    Keynara mengambil ponselnya. Pesan masuk lagi dari Revan.     "Key...."      "Ya kenapa?"   "Belum pulang?      "Kan aku bilang nginep."   "Vc ya...."   "Enggak ah di sini lagi ada Kinan pasti nanti aku diledekin."   "Hmmm...."    "Key...."    "Apa?"    "Kamu lagi ngapain?"   "Ah bawel di bilang aku lagi di rumah, Bunda ya paling tidur atau ngobrol sama Kinan lah lagian kenapa sih."   "Galak banget orang cuma nanya."   "Ya kamu ngeselin. Nikah aja sono."   "Sama siapa?"   "Ya enggak tahu nanya lagi sama aku orang kamu yang mau nikah."   "Emang kamu enggak mau?"   "Mau tapi nanti."   "Sekarang mau ngapain?"   "Mau ngejar cita-cita dulu biar kaya."   "Kaya enggak jamin bahagia tahu, Key."    "Emang aku bilang kayak ngejamin bahagia? 'kan aku cuma bilang ngejar cita-cita biar kaya."   "Hmm...." Keynara tidak membalas lagi pesan dari Revan. Entah kenapa kalau sudah dibalas singkay Keynara memilih tidak membalas lagi. Ya memang malas saja dan enggak tahu juga mau balas apaan.   "Kak ambilin handuk, Kinan lupa bawa handuk," teriak Kinan dari dalam kamar mandi.   "Astaga kamu udah gede, Nan masih aja kalau mandi lupa bawa handuk kebiasaan banget kalau enggak ada kakak gimana coba," ucap Keynara lalu bangkit mengambilkan handuk untuk adiknya itu.   "Ya kalau enggak ada kakak aku keluar gini aja."   "Enggak pake baju gitu?"    "Iyalah."   "Idih najis astaga...." Keynara berjalan menuju ke kamar mandi. Kinan mengulurkan tangannya dibalik pintu.   "Nih."   "Makasih, Kakak...."   "Hm...." Kinan ke luar kamar mandi dengan handuk yang seperti baju itu. Kalau tidak salah kimono namanya atau apalah itu entah Keynara lupa.   "Ck pake baju di kamar mandi sono enggak malu banget udah gede," ucap Keynara yang melihat adiknya ke luar dengan handuk saja.   "Ya emang mau ganti baju di kamar mandi tapi sabar apa ini mau ambil bajunya dulu."   "Aturan tadi mau mandi bawa sekalian bajunya."    "Kakak ngomel-ngomel mulu heran, Kinan," saut Kinan dengan nada sewot. Dia lantas masuk ke kamar lagi untuk memakai pakaiannya.   "Ya kamu bikin kakak ngomel mulu coba nurut, ngelakuin yang bener pasti kakak enggak ngomel."   "Bunda aja kalau ingetin Kinan enggak ngomel-ngomel tapi kakak kerjaannya ngomel mulu," jawab Kinan dari dalam kamar mandi. Keynara hanya diam malas melanjutkan perdebatan dengan adiknya.   Mereka jarang bertemu tapi sekalinya bertemu pasti hanya saling sindir, saling menggoda seperti itu lah pokoknya.  Tapi, kalau mereka berjauhan pasti sering menyuruh mereka untuk ke sana.   "Kak waktu itu pas belum lama ke rumah kakak, kakak kenapa sih?" tanya Kinan beberapa saat kemudian setelah menggunakan pakaiannya.   "Kapan?"   "Yang waktu itu Ayah Reno telepon katanya kakak enggak sehat. Kakak belum cerita loh ke Kinan."   "Oh itu kakak enggak papa sebenarnya tapi Ayah aja lebay."   "Kakak mimpiin Revan apa emang?"   "Hmm mimpi dia menikah sama cewe lain tapi cewe itu cuma manfaatin dia doang tahu enggak tapi Revan malah percaya banget sama dia."   "Itu feeling kali, Kak kalau emang Revan mau dimanfaatin cewe tapi enggak papa deh. Bagus orang kek gitu dimanfaatin."   "Hush kamu ini. Enggak boleh tahu kayak gitu."   "Hehehe...."   "Terus-terus sampe sekarang tapi masih deket?"   "Ya masih ketemu juga beberapa hari yang lalu itu dia bahas mau dikenalin sama cewe pilihan ibunya." Kinan duduk di samping kakaknya sambil mengeringkan rambutnya.   "Terus kakak gimana?"   "Ya, Kakak sakit cuma kakak juga lagi bingung ngelepasnya gimana. Makanya, Kakak 'kan pengen ambil kuliah di luar kota gitu biar lupa juga siapa tahu bisa buka perasaan lagi 'kan."   "Iyasih, tapi enggak ah aku juga enggak setuju sama kayak Bunda nanti kita makin jauh aku makin susah dapet traktirannya."   "Astaga yang kamu pikirin malah traktiran aja." "Hahaha ... Ya jelas dong." Kinan sebenarnya tidak menginginkan traktiran itu. Dia hanya gengsi saja kalau mengatakan dia tidak ingin berjauhan dengan Kakaknya itu. Lagian itu malah membuat Revan senang seakan Kakaknya terlalu mengejar laki-laki itu. Ah rasanya kesal.   "Tapi, kakak juga bingung harus terus bertahan apa udah."   "Orang aku bilang udah ya udah. Lagian orang kayak gitu kenapa dipertahanin sih kaka...."   "Dahlah kakak mau tidur ngantuk."   "Ish lagi cerita malah tidur." Keynara hanya tersenyum dan memilih merebahkan dirinya memunggi sang adik. Bukan dia tidak mau mendengar apa kata Kinan tapi dia belum bisa sekarang ini. .....   Tbc ... Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ....     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD