Menikmati Rasa Sakit

2020 Words
"Menahan hanya itu yang bisa dilakukannya. Tapi, pertahanan apapun pada akhirnya dia akan tetap tersakiti." ****     Setelah makan mereka memutuskan mencari tempat yang nyaman untuk mereka mengobrol. Pertemuan mereka semakin singkat jadi Keynara hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Revan kali ini.    "Van, aku mau kenal sama orang tua kamu," ucap Keynara saat mereka masih berada di motor mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.   "Kita cari tempat nyaman dulu ya. Nanti kita omongin," jawah Revan. Keynara pun diam dan hanya mengangguk entah diketahui Revan atau tidak.     Beberapa saat kemudian Revan melihat tempat yang sepertinya nyaman untuk mereka mengobrol. Semacam tempat angkringan sederhana dengan tempat duduk lesehan. Suasana langit malam yang indah bisa menjadi tempat mereka untuk mengobrol serius.    "Di sini aja ya."   "Emm...." Keynara mengangguk, mereka pun menuju tempat yang kosong dan Revan memesan minum dan cemilan untuk mereka mengobrol.   "Jadi gimana, Van aku mau kenal sama orang tua kamu."   "Mau ngapain?" tanya Revan balik.   "Aku cuma mau kenal aja enggak boleh? Apa aku selingkuhan kamu ya sampe kamu takut banget aku kenal lebih jauh orang terdekat kamu."   "Ya enggak gitu kamu mau ngomong apa sama Ibu aku."   "Ya aku cuma mau kenalan aja lagian enggak mungkin aku bahas nikah langsung 'kan." Revan malah tersenyum mendengar ucapan polos Keynara.   "Kayak siap aja."   "Siap kok kamunya aja yang alesan ini itu."   "Kamu yang bilang mau ngejar cita-cita dulu 'kan."    "Udah ah sini aku mau video call Ibu kamu," ucap Keynara mengambil ponsel Revan.   "Ihh ngambil-ngambil sendiri,' jawab Revan saat tangan Keynara merogoh kantung jaketnya.   "Biarin. Lagian aku capek jadi tempat sembunyian kamu terus. Aku ini sebenernya siapa sih heran aku," jawab Keynara malah membuat Revan tertawa memang Revan kira ini candaan apa. Padahal, maksud Keynara serius menyindirnya seperti itu.    "Ini ih bukain aku enggak tahu passwordnya. Takut banget emang kalau hpnya di aku apa-apain." Revan hanya tertawa lagi lalu tetap membukakan ponselnya lewat sidik jarinya. Keynara hanya memutar bola matanya malas.   Kedekatan mereka sudah lumayan lama, belum ditambah ldr-ldr yang selalu menyakiti hati Keynara. Keynara selalu nangis bukan hanya saat mereka sudah bertemu. Sejak Revan masih berkuliah di luar pun Keynara selalu merasa sakit dengan harapan-harapannya sendiri yang dibuat. Rasa sakit itu semakin menjadi saat mereka bertemu. Sakit, tapi dia tidak bisa meluapkan rasa sakitnya itu.   Revan membiarkan Keynara membuka-buka ponselnya. Tidak ada yang dia sembunyikan. Tidak ada wanita lain pula yang Revan sembunyikan.    "Kamu nangis, Key?" tanya Revan yang melihat tetesan air mata Keynara.   "Hah enggak kok," jawab Keynara menghapus air Matanya. Pikiran Keynara yang selalu berfikir mereka akan berpisah tidak bisa membohongi dirinya. Rasa sakitnya kelak seakan menjadi gambaran-gambaran jelas. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain tetap bertahan.    "Aku video call Ibu kamu ya?"   "Mau ngapain?"   "Mau kenal aja."   "Hmm...." Keynara tersenyum pilu. Terlihat wajah Revan yang tidak ikhlas. Namun, dia tetap melakukannya. Dia memencet tombol video call untuk menelepon Ibu Revan.   Dia menengok Revan dan tersenyum. Beberapa saat kemudian teleponnya diangkat oleh sang Ibu. Keynara ingin berbicara tapi rasanya sungkan jadi dia memilih Revan mengawalinya lebih dulu.   "Van kamu dulu yang bilang."   "Lah tadi katanya mau kamu yang bilang."   "Ih kamu dulu."     "Assalamualaikum, bu."    "Waalaikumsalam, Van ada apa? Ibu habis masak ini."   "Ini ada yang mau ngomong, bu."   "Siapa?"    "Keynara." Revan mengarahkan ponselnya kepada Keynara. Keynara gugup tapi dia berusaha untuk menetralkan kegugupannya.   Keynara tersenyum dan menyapa Ibu Revan, "Assalamualaikum, bu aku Aya."   "Waalaikumsalam. Oh iya. Ada apa, Aya?"   "Cuma mau kenal aja kok sama ibu."   "Oh gitu." Keynara menyerahkan lagi ponselnya kepada Revan. Dia bingung harus berbicara apa.   "Ngomong tadi katanya maksa mau ngomong." Keynara memaksa memberikannya kepada Revan.   "Yaudah, bu Ayanya malu."   "Oalah gitu. Yaudah, Le."   "Yaudah ya bu, nanti aku telepon lagi."   "Iya."   "Assalamualaikum."   "Waalaikumsalam." Revan menutup teleponnya. Keynara hanya cengar-cengir saja memandang Revan yang memandangnya dengan datar.   "Seneng,-" ucap Revan memutar bola matanya.   "Iih enggak ikhlas banget deh."   "Kamu tadi maksa telepon tapi pas udah telepon cuma ngomong gitu aja."   "Ya aku 'kan aku gugup jadi yaudah kamu aja."   "Hmm ... tadi maksa banget sekarang aja."   "Cara aku salah enggak ya, Van. Aku ngerasa enggak pantes aja sama kamu. Aku maksain kamu banget enggak?"   "Udahlah enggak usah dipikirin pusing kalau dipikirin."   "Kamu bakal mikir enggak pada akhirnya hanya aku yang bakal tersakiti, hanya aku yang bakal kecewa hanya aku yang bakal nanggung ini sendiri. Aku takut, Van aku takut."   "Kamu enggak sendiri kita hadepin ini berdua kok." Keynara tertawa sumbang. Kata itu hanya penenang pada akhirnya semua hanya akan menjadi omong kosong dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain mengikhlaskannya. Kebersamaan ini fana. Semua akan pisah saat waktunya tiba.   "Kenapa?"   "Sampai kapan?" Revan mengerutkan keningnya bingung, "Maksudnya sampai kapan?"   "Sampai kapan kita kayak gini, sampai kapan aku harus nahan sakit terus karena kita yang bersama tapi tidak pernah ada tujuannya."   "Ya–"   "Ya jalanin aja? Itu 'kan yang mau kamu bilang? Haha enteng banget deh, Van kalau kamu ngomong jalanin aja. Emang kamu enggak ngerasa ya semakin lama aku makin sakit."   "Terus kamu mau kayak gimana, Key? Mau kita pisah aja?" Keynara terdiam gantian. Kini gantian dia yang tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak tahu apa yang harus dia pilih. Bertahan dengan rasa sakit setiap harinya atau mundur dengan konsekuensi yang sama pula yaitu tersakiti.   "Kamu sendiri aja enggak bisa jawab gimana aku, Key." Ya, mereka sama-sama bingung apa yang harus mereka pilih. Bukan hanya Keynara tapi seakan-akan hanya Keynara yang tersakiti padahal Revan juga bingung harus memilih apa.   "Yaudahlah kita fikirin nanti aja." Keynara lagi-lagi berusaha untuk melupakan sejenak masalah itu walaupun nyatanya nanti pasti akan ada pembahasan yang sama mengenai kelanjutan hubungan mereka yang membuat semakin lama ini hubungan mereka akan semakin dipenuhi dengan keributan mengenai status hubungan mereka.   "Hm...." Keynara meminum minumannya sambil berusaha menahan tangisnya. Langit malam yang indah besama Revan ini entah akan bertahan sampai kapan. Dia berharap akan berakhir indah tapi semua keinginannya belum tentu benar-benar terjadi.   "Besok kamu kerja?"   "Heem."   "Yaudah semangat ya."   "Iya kamu juga ya." Obrolan yang tadi mereka kesampingkan supaya tidak ada lagi ribut-ribut di antara mereka. Hanya obrolan ringan untuk menemani pertemuan mereka ini. ...       "Aku udah sampai rumah, Key." Sebelum Revan mandi dia menyempatkan diri untuk mengirim pesan lebih dulu kepada Keynara bahwa dia sudah sampai di rumah. Setelah mengirim pesan kepada Keynara dia langsung mandi lebih dulu baru nanti dia lanjut chat dengan Keynara lagi. ...      "Aku udah sampai rumah, Key." Keynara yang sedang menikmati film drama Koreanya langsung membuka pesan masuk dari Revan. "Yaudah kalau udah langsung mandi ya...." Menunggu beberapa menit tapi tidak ada lagi balasan dari Revan, akhirnya Keynara memutuskan untuk melanjutkan filmnya tadi.     Setelah bosan menonton film, Keynara yang hendak tidur mendapat balasan lagi dari Revan. Sudah dipastikan dia pasti tidak akan jadi tidur dan malah lanjut chat dengan Revan.   "Iya ini udah kok. Udah tidur?"   "Belum ini baru mau tidur kamu ngechat."   "Yaudah tidur aja besok kerja 'kan?"   "Heum."   "Yaudah tidur, Key." "Sayang?"   "Sayang kamu."   "Sayang kamu juga." Setelah itu Keynara menonaktifikan data dan juga ponselnya. Sebenarnya Masih ingin chat dengan Revan tapi Matanya tidak bisa di ajak kerjasama jadi sia memilih tidur saja. .....    Revan melihat balasan dari Keynara membuatnya tersenyum. Dia merasa sangat bersalah kalau akhirnya dia tidak bisa bersama dengan Keynara.   "Sweet dream, Key."   "Yah, kayaknya udah tidur," ucap Revan pada dirinya sendiri saat melihat hanya centang satu abu-abu yang muncul.   Revan menghadap ke Langit-langit kamarnya. Dia Masih belum bisa tidur, dia bingung bagaimana harus mengucapkan kepada Keynara bahwa mereka tidak akan mungkin bisa bersama. Revan tidak ingin mengecewakan ibunya kalau dia menikah terlalu lama denyan Keynara. Tapi, dia juga belum bisa mengakhiri hubungannya dengan Keynara. .....    "Key, aku minta kita udahan aja ya."   "Kenapa?" Keynara memandang Revan tidak mengerti.   "Aku mau menikah dengan orang lain, Key." Setelah mengucapkan itu lalu seorang perempuan datang menghampiri Keynara dan juga Revan.   "Mas. Maaf baru dateng." Keynara menahan nafasnya ada rasa sesak yang menyelimuti perasaannya.   "Enggak papa duduk, Ran." Rani duduk dan tersenyum kepada Keynara. Keynara tetap membalas senyuman perempuan yang diketahuinya bernama Rani itu.   "Dia calon istri aku, Key." Keynara terdiam dia bingung harus mengucapkan apa. Rani tersenyum dan menyodorkan tangannya kepada Keynara.   "Rani, Kak." Keynara memandang Revan, tatapan Revan hanya ada rasa bersalah tapi dia juga tidak tahu harus apa.   "Key...."   "Kak Key temennya, Mas Revan ya? Soalnya Mas Revan bilang mau ngenalin temennya ke aku." Teman. Ada rasa sakit saat Revan hanya mengenalkannya sebagai teman jangan-jangan ke semua orang pun Revan tidak pernah mengakuinya. Tapi, Keynara juga tidak bisa protes karena memang itu adanya.   "Aku ke toilet dulu ya." Keynara bangkit dari duduknya untuk ke toilet. Dia tidak mau menangis di hadapan mereka. Tapi, rasanya benar-benar sakit saat tahu Revan akan menikah dengan orang lain.     Beberapa saat kemudian Keynara Masih belum ke luar dari kamar mandi. Lalu, datanglah Rani dan berdiri di sampingnya. Rani memandang Keynara dari kaca. Keynara cepat-cepat menghapus air matanya.   "Kak Key aku tahu kakak bukan sekedar teman 'kan dari Mas Revan."   "Ran...."   "Aku lihat tatapan mata kakak ke Mas Revan menandakan kalian lebih dari teman. Aku perempuan tapi aku tahu arti tatapan itu, Kak."  Keynara hanya menunduk tidak tahu harus menjawab apa. Air Matanya Turun lagi membasahi pipi Keynara.   "Tapi, maaf, Kak. Aku yang udah nunggu Mas Revan lebih lama dari kakak. Aku lebih dulu kenal sama Mas Revan, aku yang lebih pantas buat Mas Revan. Lagian, Kakak enggak perlu khawatir aku bakal buat Mas Revan bahagia kok sama aku." Keynara semakin tidak kuat menahan tubuhnya. Dia berjongkok diikuti Rania yang sudah berada di depan Keynara.   "Kak. Kalian kenal 'kan baru jadi biarin Mas Revan bahagia sama aku ya, Kak. Aku lebih lama sama Mas Revan kita dari kecil udah bareng. Dulu, Mas Revan nembak aku cuma aku enggak suka sama Mas Revan tapi semenjak Mas Revan semakin maju aku mau balik lagi ke Mas Revan.'  Keynara memandang Rani tidak habis pikir itu berarti Rani hanya memanfaatkan Revan saja.   "Ran ... kamu enggak bermaksud buat manfaatin, Revan 'kan?" Rani tersenyum penuh arti.   "Aku tadinya punya kekasih lain, Kak. Tapi, karena aku dijodohkan dengan Mas Revan yang sekarang jauh lebih maju aku lebih milih ninggalin kekasih aku dan aku mau balik lagi ke Mas Revan."   "Ran kamu ... Aku bakal bilang ini ke Revan." Rani tersenyum licik.   "Seberapapun kamu ngadu sama Mas Revan pasti Mas Revan enggak bakal percaya sama kamu. Lagian ibunya dia lebih percaya aku dan pasti enggak bakal juga ngerestuin kamu. Ibunya Revan sama sekali enggak seneng orang kota begitupun dengan Revan asal kamu tahu. Dia itu enggak serius sama kamu dia itu cuma main-main aja."   "Enggak kamu bohong! Revan cinta sama aku."   "Kalau Revan cinta sama kamu dia pasti bakal ngakuin kamu. Tadi aja kamu diakuin sebagai temen 'kan?"   "Udahlah, Kak Key mundur aja kamu enggak sebanding sama Revan. Lagian kamu cantik bisa dapetin yang lebih ngapain sih sama Mas Revan. Mundur ya kakak cantik ... Kamu kalau jauh sama aku." Rani dengan sombongnya mengelus pipi Keynara lalu dengan keras Keynara tepis. Keynara memandang Rani tajam tapi kemudian Rani bangkit dan meninggalkan Keynara dengan seringainya.   Keynara ikut bangkit, dia menghapus air Matanya dan menghampiri Revan dengan tergesa-gesa. "Van, dia bukan perempuan yang baik, Van. Dia ada maksud enggak baik sama kamu. Dia enggak cinta sama kamu, Van." Rani  dengan tampang sok polosnya memandang Keynara bingung.   "Maksud, Kak Key apa? Aku enggak ngerti." Keynara mengambil gelas jus yang ada di meja lalu menguyurkannya ke wajah Rani.   "Kamu itu licik, Ran. Kamu enggak tulus sama, Revan."   "Keynara kamu apa-apaan sih."   "Van percaya sama aku. Dia cuma manfaatin kamu, Van."   "Cukup, Key. Kamu itu kayak anak kecil aku tahu kamu enggak terima tapi enggak gini caranya. Kamu kayak anak kecil, Key! Ayo, Ran kita pulang."   "Van percaya sama aku dia bukan yang terbaik buat kamu. REVANNN ... REVAN DENGERIN AKU!!!!" Teriakan Keynara sama sekali tidak di gubris oleh Revan. Revan tetap pergi dengan Rani.   "Revan .... REVAN...."   "Key bangun, nak. Bangun...." Reno sedari tadi mencoba membangunkan anaknya yang terus teriak memanggil nama Revan.     "Keynara!!!!" ....... "Dia tidak tahu apa yang harus dia pilih. Bertahan dengan rasa sakit setiap harinya atau mundur dengan konsekuensi yang sama pula yaitu tersakiti." ..... Tbc ... Sampai ketemu besok lagi gaisss see uu.... Tinggalkan jejak untuk Keynavan ya❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD