2. Jiddan Yang Paling Manis (JYPM)

927 Words
"Kamu memang paling manis Lebih dari gula sekalipun" Laeli minu *** Taman kota sepertinya menjadi tujuan Jiddan membawaku makan. Selain karena tempatnya cukup dekat dengan arena balap tadi, rasa nasi gorengnya juga enak. Apalagi porsinya yang besar dengan harga 10000an aja. Mantap lah pokoknya. Setelah memarkirkan motor, kami berjalan bersisian. Tidak ada genggaman tangan apalagi rangkulan. Hanya sesekali ujung lengan bajuku ditarik oleh Jiddan karena jalanku kadang ketinggalan atau mataku yang meleng. Menaiki tiga undakan anak tangga dari trotoar jalan untuk teras taman kota. Di teras inilah banyak penjual makanan dengan gerobak masing-masing. Untuk gerobak nasi goreng sendiri berada tepat sebelum pintu masuk taman kota jadi memudahkan kita untuk memesannya. "Ayam, telur, sosis?" Tanya Jiddan. Maksudnya adalah menanyakan menu nasi goreng pesanan aku. Ketika makan bersama di luar, pasti Jiddan yang pesan. "Telur aja sama sosis." Memang kesukaanku adalah telur dan sosis. Sebenarnya sama udang juga sih. Tapi karena udah malem jadi males. Sembari menunggu pesanan aku duduk di undakan tangga menghadap taman kota tak jauh dari gerobak nasi goreng. Tak lama Jiddan duduk di samping kananku karena samping kiriku terdapat petakan ubin berisi tanaman-tanaman kecil. Tentunya Jiddan mengambil jarak antara tempat aku dan dirinya duduk. Cukuplah untuk tempat meletakkan pesanan nantinya. Jiddan memang benar-benar tak tersentuh. Sekalipun diboncengan motornya, ada tas yang akan menjadi jarak kita. Kadang aku bertanya pada diriku sendiri. Kok bisa ya orang kaya aku temenan deket sama orang alim kaya Jiddan? Tapi kemudian aku tepis segala pertanyaan tersebut karena memang hanya Jiddan satu-satunya teman dekatku. Dia yang paling aku percaya lebih dari orang tuaku sendiri. Bahkan kenyamanan ketika bersama orang tuaku tidak bisa menyaingi kenyamanan ketika bersama Jiddan. Seperti saat ini. Sekalipun hanya saling terdiam aku tak merasakan kecanggungan. "Kenapa liat in akunya gitu banget? Kaya mau dimakan aja," celetuk Jiddan tiba-tiba. Sepertinya Jiddan sadar kalau dari tadi aku memperhatikan dirinya. Siluet rupa samping seorang Jiddan dengan latar cahaya putih kekuningan memang sayang untuk dilewatkan. Bahkan aku yakin ada beberapa wanita yang sengaja keluar masuk taman demi sekedar melihat muka seorang Jiddan ini. Mukanya tuh bersih, keliatan teduh gitu. Bibirnya juga merah alami. Apalagi ketika senyum, mukanya jadi manis banget. Asli deh, gak bohong. "Hehehe. Emang boleh kalo aku makan?" Tanyaku bercanda. "Sembarangan!" Cetusnya seraya mendorong kepalaku pelan menggunakan menggunakan tas kecil tempat hp yang memang sedari tadi aku pangku. "Permisi mas, mba, ini pesanannya." Ketika hendak membalas perbuatan Jiddan tadi ternyata pesanan kita sudah datang sehingga mengharuskan aku mengurungkan niat itu. "Terima kasih, Pak!" Aku menyeru membalas ucapan bapak penjual nasi goreng itu. "Semangat banget ya kalau udah ketemu nasi goreng. Apalagi dengan ekstra sosis begitu." Komentar Jiddan ketika kami telah kembali berdua. Aku yang hendak menyuapkan nasi ke mulut kembali urung untuk sekedar membalas ucapannya itu, " Iya dong. Makasih ya udah pesanin ekstra sosis." Aku berkata seperti itu dengan muka sok lucu. Dengan mata yang aku besarkan dan aku buat seberbinar mungkin dengan nada bicara sok lembut. Jiddan cuma senyum aja sebagai respon. Emang enak banget nasi goreng di sini. Aku udah sering nyoba masak kayak gini tapi tetep aja rasanya beda. Aku tebak-tebak bumbunya juga tetep aja gak sesuai. Aku coba resep dari google juga gak bisa-bisa. "Mau gak kamu aku ajak ke tempat yang seru?" Tanya Jiddan tiba-tiba. "Hah?" Cengo dong akunya. Dengan memiringkan kepala aku bertanya, "Apa tadi? Kenapa?" "Mau gak aku ajak ke tempat yang seru?" Ulang Jiddan kemudian. Eh, ternyata yang aku dengar tadi bener. Jiddan hendak mengajakku ke suatu tempat. Kali ini mau diajak kemana ya? Pastinya sih tempat yang belum pernah aku kunjungi. Gak mungkin banget Jiddan bawa aku ke tempat biasa aja. "Gimana, mau gak?" Jiddan kembali menanyakan kesediaanku. "Emang mau kemana sih" tanyaku mencoba mencari clue kemana aku akan diajak pergi. Bukan sekali dua kali memang kami pergi bersama. "Suatu tempat yang seru pokoknya. Lebih seru dari balapan." Hanya seperti itu Jiddan menjelaskan. "Ya udah deh terserah." Jiddan memang sulit ditolak. "Kapan perginya?" Tanya ku setelahnya. "Sehari sebelum Ramadhan. Sebelum puasa," ujar Jiddan menjelaskan. "Sebelum puasa? Emang mau kemana sih? Terus berapa lama kita perginya?" Tanya ku beruntun. "Iya sebelum puasa. Seberapa lama di sana terserah kamu aja. Paling enggak di sana 5 hari an. Kalau memang kamu betah ya sebulan full juga gak masalah." Jiddan menerangkan. Terima gak ya Terima gak ya Terima gak ya Terima aja kali ya. Lagian Jiddan gak pernah mengecewakan kalau ngajak aku jalan-jalan. Kali ini pasti seru seperti apa yang dikatakannya. Bukankah Jiddan selalu menepati apa yang diucapkannya? "Oke deh aku mau." Seraya menganggarkan kepala aku menjawab mantap. "Tapi dijamin seru kan?" Tanyaku memastikan. "Insya Allah, gak akan mengecewakan kamu. Jangan lupa juga minta izin dulu sama orang tua kamu. Kalau gak bisa ketemu, telepon aja atau paling enggak chat mereka." Memang Jiddan yang paling tau seberapa minim pertemuan antara aku dan kedua orang tuaku. Mereka sibuk dengan pekerjaan dengan dalih semua yang dilakukan demi aku bahagia. Namun tahukah kalian bahwa uang tidak menjamin kebahagiaan? "Iya," jawabku singkat. Kemudian kembali melanjutkan makan kembali yang masih sisa setengah. Mengaduk-aduk nasi dengan sendok tanpa memperdulikan lagi bagaimana bentuk makananku. Entah kenapa tiba-tiba rasanya menjadi hambar. "Aa... buka mulutnya." Tiba-tiba saja sebuah sendok berhenti tepat didepan mataku. Seraya memundurkan kepala dan mendongak kemudian menelengkan kepala, dan mata mengerjap beberapa kali. "Aa..." kata Jiddan kemudian, secara refleks aku pun membuka mulut. Ternyata Jiddan menyuapi aku, batinku berbisik menahan senyum. Seterusnya Jiddan menyuapi aku makan hingga nasi di piringku bersih. Untuk Jiddan sendiri sudah menyelesaikan makannya sebelum menyuapi aku. Jiddan memang yang terbaik. Kamu yang paling manis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD