Yasmin menerima sekeranjang buah mangga dan beberapa makanan yang lainnya dari para bapak serta pemuda desa. Yasmin tentu saja berterima kasih atas pemberian mereka, tapi Yasmin tentu saja merasa tidak enak dan canggung. Ini memang bukan kali pertama dirinya mendapat pemberian semacam ini. Memang benar, warga desa bersikap sangat baik padanya. Terlebih para bapak dan para pemuda. Mereka selalu bertindak seakan memanjakannya.
Setiap harinya, selalu saja ada yang memberikan sesuatu pada Yasmin entah itu makanan atau barang-barang. Pada awalnya, Yasmin selalu menolak pemberian tersebut. Tapi karena mereka memberikannya dengan tulus, Yasmin tidak berdaya untuk menolaknya lagi. Alhasil sekarang semua orang antusias memanjakan Yasmin. Tiap paginya, Yasmin selalu ditanya mengenai apa yang ia inginkan. Karena Yasmin tidak memiliki keinginan khusus mengenai sesuatu yang ia inginkan atau ia ingin makan.
“Duh Eneng, makin hari makin cantik aja,” puji seorang pemuda bernama Arif. Pemuda desa lainnya ikut mengangguk menyetujui apa yang barusan diucapkan oleh Arif. Tentu saja mereka sama sekali tidak bohong. Semakin hari, Yasmin terlihat semakin cantik seiring dengan kehamilannya yang terus membesar. Mungkin hormon kehamilannya yang membuat aura yang ia miliki terasa semakin memesona saja.
Yasmin tersenyum canggung dan menuliskan terima kasihnya pada notes yang memang selalu ia bawa. Yasmin merasa jika dirinya sudah tertahan cukup lama di depan rumah Iis, ia harus segera ke luar mumpung matahari belum terlalu tinggi. Tentu saja untuk memenuhi kebiasaannya yang tak lain adalah berjalan-jalan di dekat kebun the untuk melemaskan otot-ototnya. Setelah berpamitan dan menyimpan semua pemberian yang ia terima, Yasmin segera beranjak berjalan-jalan kecil menuju kebun teh.
Tentu saja para pemuda dan para bapak menawarkan diri untuk menemani kegiatan pagi Yasmin tersebut. Tetapi Yasmin dengan sopan menolak tawaran mereka. Yasmin tidak mungkin mengiyakan semua tawaran mereka, jalan-jalan paginya pasti akan berubah seperti tur mengelilingi desa. Dan jika dirinya memilih salah satu dari mereka, Yasmin pasti akan membuat yang tak ia pilih merasa sedih atau lebih parahnya merasa sakit hati. Maka dari itu, Yasmin memilih jalan yang aman.
Kini Yasmin memang sudah tidak lagi bekerja di ladang karena Iis melarang dirinya, tentu saja hal itu tidak terlepas dari kehamilannya yang sudah membesar. Sebagai gantinya, Yasmin memilih untuk menyemai tauge kacang tanah di samping rumah untuk ia jual di pasar. Hasilnya lumayan, Yasmin bisa membeli beras dan sayuran untuk makan sehari-hari. Itu pun masih ada sisanya dan bisa ia tabung untuk keperluan lahirannya nanti. Yasmin juga bisa menggunakan tauge yang tidak terjual sebagai lauk dan tidak perlu repot mencari atau membeli lauk makan lagi.
“Eh, itu anak angkatnya Juragan Aan, ya?”
“Iya. Anak dapet nemu pas mereka pulang dari kota.”
“Katanya bayinya nggak punya bapak, ya?”
“Katanya sih iya. Biasa, bodong.”
“Kok mau-maunya ya Juragan ngangkat anak begitu? Pasti dia bukan anak baik-baik. Masa atuh gadis baik hamil di luar nikah? Mana dia cacat juga.”
“j****y mereun euy.”*
*j****y kayaknya.
“Sigana mah enya.”**
**Kayaknya sih iya.
Yasmin menghentikan langkahnya saat mendengar para buruh pemetik teh bergunjing di belakangnya. Ekspresi Yasmin tidak terlihat memburuk. Senyum tipisnya yang cantik masih terukir apik di wajahnya. Tapi kedua tangannya terkepal erat seakan-akan tengah menahan luapan emosi. Tentu saja Yasmin merasa terluka dengan semua yang ia dengar. Memangnya Yasmin yang meminta untuk mendapatkan nasib seperti ini? Lalu apa yang mereka tahu sampai berani mencela dan mengomentari hidupnya?
Yasmin tersentak saat merasakan kepalan tangannya dikungkung oleh sesuatu yang hangat. Begitu ia menoleh, Yasmin menyadari jika kini Revin tengah berada di sampingnya dengan senyum manis. Dokter tampan itu masih terlihat seperti biasanya. Bersahaja dan memukau setiap mata yang melihatnya. “Pagi, Yasmin. Pasti kamu mau jalan-jalan pagi, benarkan?” tebak Revin masih dengan senyuman memukaunya.
Yasmin mengangguk dan tersenyum semakin lebar seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Tapi Revin yang perasa, sadar jika ada setitik luka yang terukir pada netra indah Yasmin. Revin tidak bertanya mengapa Yasmin terlihat seperti itu, ia lebih dari tahu tentang apa yang terjadi. Dengan Revin mengungkitnya, Revin hanya akan membuat Yasmin lebih terluka. Jadi, Revin memutuskan untuk mengarahkan Yasmin pada hal yang lebih positif. “Aku temani, ya?”
Yasmin kembali mengangguk dan berakhir menghabiskan jalan-jalan paginya dengan Revin. Sepanjang jalan, Revin terus berbicara antusian dan Yasmin sesekali merespons melalui tulisannya. Setekah merasa cukup, Revin mengantar Yasmin pulang. Keduanya rupanya sudah ditunggu oleh Iis dan Aan. Keduanya terlihat menunggu di kursi yang berada di teras rumah yang terlihat paling bagus di desa tersebut. Hal itu tidak terlepas dari status mereka yang tak lain adalah juragan tanah yang tentunya menjadi pasangan terkaya di desa tersebut.
“Terima kasih, Dok. Dokter repot-repot menemani Yasmin jalan-jalan pagi, bahkan sampai mengantarnya pulang,” ucap Iis sembari mempersilakan Revin dan Yasmin duduk. Kini keempatnya duduk di teras rumah dengan masing-masing segelas minuman hangat yang telah disiapkan oleh Iis.
Revin tersenyum dan berkata, “Itu bukan apa-apa. Kebetulan, saya juga sedang berolah raga, jadi, saya memutuskan untuk menemani Yasmin. Lagi pula, saya juga memiliki beberapa hal yang perlu dibicarakan mengenai kehamilan Yasmin.”
“Oh iya, dua hari lagi sudah jadwal Yasmin memeriksa kandungannya, ya?” tanya Aan setelah mengingat jadwal pemeriksaan kandungan Yasmin.
Revin mengangguk. Ia tersenyum dan berkata, “Wah, Yasmin benar-benar beruntung mendapat keluarga sebaik ini.”
Aan dan Iis tersenyum. Iis bahkan memeluk Yasmin dengan sayang. “Bukan Yasmin yang beruntung, melainkan kami. kami sangat bersyukur karena Tuhan mengirim Yasmin pada kami, yang memang sangat mengharapkan momongan.”
Yasmin balas memeluk Iis, menunjukkan juga dirinya tidak kalah beryukur. Revin tertegun saat melihat senyum Yasmin yang membuat hatinya menghangat. Tanpa sadar sedetik kemudian Revin tersenyum lebar. Ia kini yakin dengan apa yang ia rasakan. Ia ternyata bernar telah jatuh hati pada Yasmin.
Setelah berbincang cukup lama, Revin undur diri. Yasmin pun memilih untuk kembali ke rumahnya. Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, Yasmin membaringkan tubuhnya di atas kasur tipis dank eras miliknya. Merasa kurang nyaman dengan posisi terlentang, Yasmin memiringkan tubuhnya dan meringkuk. Beberapa saat kemudian, butiran air mata Yasmin meleleh begitu saja menghiasi pipi mulus Yasmin.
Ya, Yasmin terluka. Ia selama ini hanya berpura-pura bersikap baik atas semua yang telah terjadi. Bukan keinginan Yasmin mengandung di luar nikah. Bahkan proses kehamilan ini tak Yasmin ketahui. Lalu apakah salah jika Yasmin tidak menggugurkan janin ini? Bukankah akan lebih salah baginya jika Yasmin membunuh janin yang bahkan tidak memiliki kesalahan apa pun?
Yasmin tersedak tangisannya. Ia membekap mulutnya sendiri dan mencoba menahan tangisnya sekuat mungkin. Sudah cukup mendapatkan penghinaan atas apa yang tak pernah Yasmin lakukan. Yasmin juga tidak mau mendapatkan penghinaan atas sikap lemahnya ini, jadi, sekuat mungkin Yasmin akan bertingkah jika dirinya tidak apa-apa. Ya, tidak apa-apa.
Iis dan Aan yang diam-diam mengintip kamar putrinya tak bisa menahan sedih. keduanya bukannya tidak tahu jika setiap hari, Yasmin diam-diam menangis. Keduanya juga tahu jika masih ada segelintir orang di kampung ini yang melontarkan kata-kata tidak pantas pada Yasmin. Tapi keduanya tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Mereka memang berpengaruh, tapi pengaruh mereka tidak bisa mengatur semua orang dengan sepenuhnya. Hal yang bisa mereka lakukan sekarang adalah satu, percaya. Mereka percaya, jika Yasmin bisa melalui semua ini dengan baik.
***
Agam melempar bolpoin mahalnya hingga tintanya berhamburan ke mana-mana. Tio yang berdiri di sudut ruangan tidak bereaksi dan tetap di tempatnya. Ini bukan kali pertama Agam terlihat frustasi. Sejak Malvin dan Keni tahu perihal Yasmin, Agam seakan-akan tengah diburu oleh keduanya. Agam terus dipaksa untuk membawa Yasmin ke pada mereka.
Tentu saja Agam tidak mau. Ia tidak sudi melihat wajah wanita itu. sudah cukup tiap malam Yasmin datang pada mimpinya dan mengganggu tidurnya. Ya, hingga saat ini, Agam masih dihantui oleh mimpi di mana dirinya merenggut malam pertama Yasmin. Anehnya lagi, sensasi hangat dan menakjubkan di sekujur tubuhnya masih terasa begitu jelas. Seakan-akan kejadian tersebut baru saja beberapa menit yang lalu.
Agam menggeram dan menggebrak meja kerjanya. Ia kembali teringat dengan ucapan Malvin yang menyebutkan Yasmin kini tengah mengandung. Tanpa tes DNA saja, Agam bisa memastikan jika janin yang tengah Yasmin kandung adalah hasil dari benihnya. Sungguh menggelikan, rencana yang Agam buat bukan hanya menghancurkan hidup Yasmin, tapi juga membuat hidupnya secara perlahan hancur.
“Yo, aku kembali dengan informasi yang kau minta.”
Agam mengerutkan keningnya dan tersadar dari dunianya sendiri. “Informasi? Memangnya aku pernah meminta informasi apa darimu?”
Joe yang baru saja akan duduk menatap Agam dengan tak percaya. “Kau sedang bercanda, bukan?”
Agam bangkit dari kursi kerjanya dan melangkah menuju sofa untuk duduk di seberang sahabatnya. “Harusnya aku yang bertanya. Kau tidak sedang becanda menyebutkan informasi yang aku minta, padahal aku sama sekali tidak meminta informasi apa pun, ‘kan?”
“Sepertinya kau memang butuh liburan. Hei, kemarin malam kau yang mengganggu waktu senang-senangku dan memintaku mencari informasi tentang wanita itu,” ucap Joe setengah kesal. Ayolah, bagaimana Joe tidak kesal, jika Agam mengganggu waktu senang-senangnya. Padahal kemarin Joe baru menemukan wanita baru yang akan dijadikan sebagai koleksi Joe. Ya, Joe mengoleksi wanita-wanita yang berstatus sebagai pacarnya. Jadi, jangan tanyakan ada berapa banyak kekasih yang sebenarnya dimiliki oleh Joe. Karena jawabannya adalah tak terdefinisikan.
“Wanita itu?” tanya Agam masih belum bisa mengingat hal yang tengah dibicarakan oleh sahabatnya ini.
Joe mendengkus. Tak habis pikir dengan sahabatnya ini. apa mungkin karena terlalu keras dalam bekerja bisa membuat seseorang menjadi mengidap pikun diusia dini? Jika iya, Joe mulai sekarang akan benar-benar meninggalkan pekerjaannya dan memilih untuk menghabiskan waktunya dengan semua kekasih-kekasihnya.
Sebelum itu, kini Joe lebih dulu harus membuat Agam sadar dengan kebodohannya. “Wanita yang kau tiduri dengan bantuanku itu, Yasmin. Wah padahal jika tau kau akan melakukan hal ini, lebih baik aku yang menidurinya. Dia cantik dan terlihat penurut, walaupun bisu, aku rasa dia lebih dari cukup untuk menjadi wanita simpananku.”
Agam menatap tajam pada Joe. “Lebih baik kau tutup mulutmu, atau kubuat wanita-wanita simpananmu itu mengamuk dan menghajarmu.” Agam tidak main-main dengan ancaman yang ia berikan pada Joe. Jika Joe mengatakan omong kosong lagi, saat itu juga Agam akan membuat Joe mengenal dengan rasa sakit yang tidak bisa ia lupakan.
“Ei, kau membuatku takut saja.”
“Sudahlah, sekarng sudah terlanjur lebih baik kau katakan saja apa yang telah kau dapatkan.”
Joe mencibir, “Tadi saja bertingkah tidak mengingat apa pun, dan bersikap tak peduli. Sekarang kau penasaran, bukan?”
Agam tidak menjawab dan memilih menyesap minuman yang dihidangkan oleh Tio. Melalui sudut matanya, Agam bisa melihat jika kini Joe mengeluarkan beberapa kertas dari amplop dan meletakkannya di meja. Joe mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya.
“Kukira, selama ini kau adalah manusia paling sampah yang pernah kutemui. Ternyata, ada manusia yang lebih sampah darimu. Manusia-manusia itu tak lain adalah keluarga Yasmin.”
“Apa maksudmu?”
Joe mendesah lalu melipat kedua tangannya di depan d**a. “Setelah fotonya tersebar, kedua orang tua Yasmin mengurung Yasmin di kamarnya, itu pun setelah puas memukuli dan memaki Yasmin. Sekitar tiga hari Yasmin di kurung di kamarnya tanpa makan dan minum. Setelah beberapa hari, kondisi tubuh Yasmin turun drastis.
“Adiknya yang pertama kali menemukan kondisi Yasmin yang panas tinggi dan menggigil. Berkat permohonan adiknya itulah, Yasmin diperiksa oleh dokter yang dipanggil oleh orang tuanya. Ternyata kondisi Yasmin yang menurun terjadi karena tekanan mental dan mal nutrisi. Ah satu lagi, ternyata Yasmin tengah mengandung.”
Agam mengerutkan keningnya saat sadar sesuatu. “Jadi, orang tua Yasmin mengusirnya setelah tahu perihal kehamilannya?”
Joe mengangguk. “Tepat sekali. Yasmin diusir karena kehamilannya. Ia diusir ketika hujan deras, dan tanpa uang sepeser pun. Yasmin pergi hanya berbekal beberapa potong pakaian.”
Agam mengeratkan rahangnya saat mendengar penjelasan Joe. Entah kenapa, Agam merasa begitu marah mendengar perlakuan keluarga Yasmin atas gadis bisu itu. padahal seharusnya kini Agam merasa senang karena hidup Yasmin memang sangat menderita seperti yang ia harapkan.
“Hingga kini, kedua orang tuanya sudah beraktifitas seperti biasanya. Hanya adiknya yang masih berusaha mencari keberadaan Yasmin.”
“Bahkan keluarganya saja tidak peduli di mana dirinya berada. Lalu kenapa kedua orang tuaku sangat peduli?”
Joe mengendikkan bahunya. “Mungkin karena mereka sudah menyayangi calon menantu yang tengah hamil calon cucu mereka.”
Joe segera bungkam saat sadar jika Agam tengah menatapnya dengan penuh peringatan. Ia mencibir beberapa saat sebelum kembali berkata, “Memangnya apa yang salah? Kedua orang tuamu pasti selalu membicarakan perihal calon cucunya, bukan?”
Agam mendesah saat apa yang dikatakan oleh Joe memang ada benarnya. Kepala Agam terasa akan pecah karena kedua orang tuanya selalu membicarakan Yasmin dan kehamilannya. Karena itu pula Agam tidak bisa berkonsentrasi. Bahkan pekerjaan Agam menumpuk karenanya. Agam memejamkan matanya dan mulai berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang.
Tapi ketika matanya terpejam, Agam malah seakan-akan tengah menonton sebuah drama musikal di mana Yasmin lah yang menjadi tokoh utamanya. Yasmin dipukuli, dikunci, disiksa, hingga diusir saat hujan deras. Agam seolah-olah menyaksikan sendiri saat Yasmin diusir oleh keluarganya.
Yasmin menangis menyedihkan di bawah guyuran hujan. Ia memohon dengan bahasa isyaratnya agar tidak diusir, tapi kedua orang tuanya berhati batu dan tidak peduli lagi. Begitu pintu tertutup, Yasmin di tinggalkan sendirian di dunia luar. Tanpa saudara, tanpa rumah, tanpa uang.
Agam membuka matanya. Netranya dipenuhi kemarahan yang membara. Agam bangkit dari duduknya dan berseru, “Kita pergi!”
“Ha? Pergi ke mana?” tanya Joe tidak mengerti dengan yang tengah dibicarakan oleh Agam.
“Ke rumah orang-orang yang lebih sampah dariku,” jawab Agam sembari melangkah diikuti oleh Tio yang memang sejak awal sudah bersiap di dekat Agam.
Joe terlihat bingung. “Jadi, kau mengakui dirimu sebagai sampah? Wah, menakjubkan. Agam si manusia arogan mengakui dirinya tak berbeda dari sebuah sampah. Ini sejarah!” seru Joe lalu berlari mengikuti Agam dan Tio yang memang telah melangkah cukup jauh.
***
Ratna menatap layar ponselnya dengan sendu. Tiap harinya ia berharap kakaknya yang telah menghilang bak ditelan bumi menghubunginya, mengabarinya di mana kini Yasmin berada dan bagaimana kondisinya saat ini. Ratna sengaja mempertahankan nomornya yang telah diingat oleh Yasmin, bahkan ketika kedua orang tuanya memaksa Ratna untuk mengganti nomor ponselnya agar benar-benar menutup kemungkinan Yasmin kembali menghubungi Ratna. Semua itu Ratna lakukan karena dirinya benar-benar tidak ingin Yasmin memutus hubungannya dengannya. Ratna masih sangat menyayangi Yasmin, terlepas dengan semua yang telah terjadi.
“Nih susunya.”
Ratna menoleh dan menerima s**u kotak yang diberikan oleh Iva. “Makasih,” ucap Ratna pelan.
“Sama-sama. Apa Kak Yasmin masih belum menghubungi?” tanya Iva pelan. Ia tahu jika sahabatnya ini masih dalam masa-masa sulit. Dan dirinya sebagai seorang sahabat harus menguatkan Ratna yang terlihat sangat goyah dan hampir kehilangan pegangan.
Ratna menggeleng. “Tidak. Kakak masih belum menghubungiku, dan itu membuatku semakin cemas.” Netra Ratna berkaca-kaca. Tentu saja Ratna merasa cemas dengan kabar kakaknya itu.
Iva mendesah. “Bagaimana kalau kita lapor polisi? Kamu punya foto terakhir Kak Yasmin, ‘kan?”
“Aku punya. Tapi bisakah kita melaporkan Kak Yasmin dalam laporan kasus orang hilang? Kakak pergi karena diusir Bapak dan Ibu.” Ratna terlihat sedikit mendapatkan harapan. Harapan jika dirinya akan menemukan kakak yang ia sayangi. Kakak yang menjadi penguat dikala dirinya merasa lelah dengan semua yang terjadi.
“Tentu saja bisa. Kak Yasmin orang baik, pasti ada jalan yang indah untuknya. Kita harus yakin jika saat ini, Kak Yasmin berada di tempat yang aman. Kita hanya harus sedikit lebih berusaha untuk menemukannya,” ucap Iva. Selain tengah mencoba meyakinkan sahabatnya, Iva juga tengah meyakinkan dirinya sendiri jika semuanya akan baik-baik saja.
Iva memeluk Ratna guna memberikan dukungan pada sahabatnya ini. Kata-kata Iva bukan hanya sekadar ucapan lalu biasa. Ada sebuah doa tulus yang Iva selipkan pada ucapannya. Ya, Iva tahu jika Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan selalu memiliki jalan yang indah bagi umat-Nya yang baik. Dan Iva yakin Yasmin adalah orang baik yang akan mendapatkan pertolongan Tuhan.