Semangat Kay

2037 Words
Kayla sudah berada di kantornya, dia kini tengah berhadapan dengan seoarang seniornya yang bekerja disana. "Ini," ucap senior dengan memberikan beberapa tumpukan berkas yang harus Kayla kerjakan. Kayla menerimanya, ia lalu pergi ke meja kerjanya yang tak jauh dari sana. "Semangat, Kay," ujarnya menyemangati diri sendiri. Kini matanya mulai berkutat dengan komputer dan tumpukan kertas itu, tangannya mulai menari-nari diatas keyboardnya. Berjam-jam ia habiskan menatap layar itu hingga waktu makan siang tiba. Tapi Kayla masih tetap ditempatnya. "Kay, sudah dulu. Lanjutin nanti aja, kita makan siang dulu ayo," ucap seseorang karyawan lain yang Kayla kenal bernama Fanny. Kayla menoleh, teenyata ada beberapa karyawan lain yang sedang bersama Fanny. Sepertinya mereka juga menunggu Kayla. "Ah, iya ayo," balas Kayla menyetujuinya. Sebenarnya dia tadi berniat untuk melewatkan waktu istirahat siangnya agar dia bisa segera menyelesaikan pekerjaannya. Tetapi, ia merasa tidak enak hati untuk menolak ketika orang-orang itu mengajaknya makan siang. Kayla dan yang lainnya turun ke lantai bawah, ke tempat dimana cafetaria berada. Mereka semua memberikan pesanannya di kasir. Karena tidak terlalu lapar, Kayla memilih memesan jus melon saja. "Kayla pindahan ya? Kamu ke kota ini cuma buat kerja kan?" tanya seorang karyawan lain, Kayla belum hafal namanya. Kayla mengangguk menjawabnya, "Iya." "Emang bener kamu cuma ambil kontrak satu bulan aja?" tanya yang lain. "Iya kok, bener." jawab Kayla. "Kenapa?" Kayla menarik nafasnya, "Aku punya nenek, jadi aku ga tega ninggalin dia lama-lama.. Sebenarnya aku cuma dipindah kerjakan dari kantor di kotaku ke sini, jadi waktu yang dikasih cuma satu bulan," jelasnya. "Tapi Kay, kalau kinerja kamu bagus selama itu, mereka pasti minta peepanjangan kontrak atau lebih baiknya lagi, kamu bakalan jadi karywan tetap. Itu juga kenapa meski kamu cuma dipindah tugaskan sementara, kamu tetap harus dites di kantor ini," jelas orang itu. "Hm... iya aku tau kok, kita lihat aja kedepannya gimana," balas Kayla. Mereka berbincang-bincang selama jam istirahat hingga kembali bekerja. Waktu demi waktu telah berlalu, kini Kayla akan pulang. Dia membawa beberapa pekerjaannya untuk dia selesaikan di kontrakan. "Kamu yakin ga mau aku antar aja?" tanya Fanny. Dia memberikan tumpangan di mobilnya untuk Kayla, tetapi Kayla menolaknya karena dia tak ingin merepotkan orang lain. "Iya Fan, terima kasih tawaranmu," balas Kayla yakin. "Ya sudah kalo gitu aku duluan ya, hati-hati dijalan Kay," ucap Fanny memberi salam perpisahan, ia lalu melajukan mobilnya. Kayla berjalan kaki hendak menuju halte, langit yang awalanya cerah kini berubah menjadi gelap ketika malam tiba. Angin juga mulai berhembus kencang. Kayla melangkahkan kakinya sambil bersenandung kecil. Saat dijalan ia teringat sesuatu. Dan tepatnya dia juga berdiri di depan tempat yang ia lupakan. Kayla berhenti tepat di depan cafe dimana Juna bekerja, di membalikkan badannya menghadap cafe itu. Cafenya belum tutup, dari luar sana Kayla bisa melihat bagaimana Juna bekerja di balik bar dengan menggunakan apron baristanya. "Hampir aja lupa," gumam Kayla. Dia lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam Cafe. Bunyi lonceng kembali berbunyi ketika dia membuka pintu, menandakan pelanggan masuk. Kayla langsung saja duduk di depan meja barista di hadapan Juna. Laki-laki itu membelakanginya, ia sedang membuat sesuatu hingga tidak menyadari kehadiran Kayla. "Oh, hai," ucap Juna sedikit terkejut ketika membalikkan tubuhnya dan menyadari keberadaan Kayla yang tepat ada di hadapannya. "Ya, hai," balas Kayla. "Kukira kamu ga jadi datang," ucap Juna sambil memberikan secangkir pesanan seseorang kepada writers. "Sebenarnya aku sendiri hampir saja lupa. Tapi berkat lokasi Cafe ini yang searah dengan jalan yang menuju halte, jadi aku langsung teringat," jelas Kayla. "Wah, syukurlah," ujar Juna. Dia membuatkan cokelat panas untuk Kayla sesuai janjinya. Selepas itu meletakkannya di hadapan Kayla. "Cokelat panas sesui janji," ucap Juna. Kayla tersenyum, "Terima kasih." "Gimana hari ini?" Juna bertanya untuk memulai percakapan. "Baik, sesuai harapan sih," jawab Kayla. Juna mengangkat sebelah alisnya, "Harapan ya?" dia bertanya dengan suara kecil, tapi itu tetap terdengar oleh Kayla. Perempuan itu mengangkat kepalanya, "Hm?" Juna menatap Kayla, "Ah, tidak apa-apa," ujarnya dengan senyuman. "Aku dengar loh," kata Kayla yang masih penasaran. "Boleh tanya sesuatu?" "Boleh." "Kamu percaya sama harapan?" pertanyaan Juna tak dikira oleh Kayla. "I-iya, percaya," balas Kayla. "Kenapa?" tanyanya lagi. "Karena... yang mematahkan keputus asaan itu harapan," balas Kayla. Juna tersenyum mendengar jawaban Kayla. "Mau dengar sesuatu ga?" Juna bertanya dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnha. "Apa?" "Aku ga percaya sama yang namanya harapan, Kay," ungkap Juna. "Karena?" "Karena harapan yang bikin orang ga bisa menerima kenyataan," jawab Juna. Kayla ikut tersenyum. Mereka saling bertatapan. "Maaf ya, karena aku sudah merasa dekat denganmu di pertemuan ke empat kita," ucap Juna. Kayla mengangkat kedua alisnya, "Ga masalah, ku anggap kamu temanku sekarang," ujarnya. "Serius?" tanya Juna tak percaya. "Iya, kita resmi berteman sekarang." Juna berdehem kecil, "Jadi, sudah boleh aku meminta nomormu?... Ah, bukankah kita berteman sekarang?" Kayla tertawa, "Iya boleh." Kayla memberikan nomornya ke Juna, mereka saling bertukar nomor ponsel. Kayla lalu hendak berdiri. "Mau pulang?" tanya Juna. "Ya." "Tunggu dulu," ucap Juna mencegah Kayla dan membuatnya kembali duduk. Juna berlari ke suatu ruangan khusus pegawai dibelakangnya. Ia keluar kembali tanpa apron yang tadi dikenakannya. "Ayo pulang," ucapnya. "Hah?" tanya Kayla bingung. "Aku juga mau pulang, bukannya kita di bis yang sama?" "Ah, iya," Kayla mengangguk membenarkan. "Yuk," ajak Juna. Mereka sama-sama keluar dari cafe. Berjalan menyusuri malam. Orang-orang masih beraktivitas di jam segini. Ada yang baru pulang kerja, ada yang baru membuka tokonya, ada juga yang masih sibuk dengan dunianya. Langkah demi langkah Juna dan Kayla lakukan. Mereka berjalan bersampingan. "Sudah pernah kemana saja selama di kota ini?" tanya Juna mengisi kekosongan di perjalanan mereka. "Hm.. Cuma ke kantor sih," jawab Kayla. "Oh... Itu artinya belum pernah keliling kota ya?" "Bisa dibilang seperti itu sih," ucap Kayla. Mereka berjalan hingga tiba di halte. Mereka masih harus menunggu beberapa menit hingga jadwal bisnya tiba. Haltenya tidak begitu ramai saat itu, jadi mereka berdua bisa menunggu sambil duduk. Beberapa menit sudah terlewati hingga sebuah bis berhenti di depan mereka. Penumpang yang ada di dalam akan turun terlebih dahulu. Juna dan Kayla berdiri di depan pintu bis. Juna melihat ada seorang nenek-nenek yanh sedang kesusahan untuk turun dari bis, ia lalu dengan cekatan maju untuk membantunya turun. "Permisi ya," ujar Juna saat melewati orang-orang. Dia langsung membantu nenek itu turun. "Terima kasih banyak ya Nak," ucap nenek itu kepada Juna setelah berada sedikit jauh dari bis. Juna tersenyum, "Sama-sama, Nek." Kayla yang melihat semua perlakuan Juna kepada nenek itu dari tempatnya berdiri, perlahan mengulas senyumnya. Dia baru berhwnti tersenyum saat Juna kembali ke hadapannya. "Yuk," ajak Juna agar mereka segera naik ke dalam bis. Beberapa waktu berlalu hingga mereka tiba di halte pemberhentian mereka berdua. "Aku duluan ya," pamit Kayla. Dia lalu berjalan meninggalkan Juna di halte itu. Rumah mereka berlawanan arah, itu membuat Juna berjalan ke sisi satunya dari jalan yang dilewati Kayla. *** Sebuah kotak terletak begitu saja di depan kontrakan Kayla saat ia baru tiba disana. Kayla melihatnya, ia membaca siapa pengirimnya. Dari Vira "Oh ternyata dia," ujarnya sendiri. Kayla membawa masuk kotak itu. Dia meletakkannya diatas kasur. Kayla akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu karena ia merasa lengket. Tangannya membawa hanfuk dan masuk ke kamar mandi. Kayla menghabiskan beberapa menit di kamar mandi, kini dia teleah selesai dan keluar dengan baju tidurnya. Dia berjalan kearah dapur untuk memasak mi sebaga makan malamnya. Dia tidak begitu lapar sebenarnya, tapi rasanya ia ingin memakan sesuatu. Kayla melahap mi-nya hingga kandas. Dia berjalan kembali masuk ke dalam kamar setelah makanannya habis. Kayla duduk diatas kasur, ditangannya sudah ada bingkisan yang dikirim dari Vira. Di merobek perekatnya. Sebuah kemeja putih dan beberapa makanan instam ada di dalamnya. Kayla mengeluarkan kemeja itu. Ia berdiri di depan cermin dengan mencoba kemeja itu di depan tubuhnya. "Cantik," ungkapnya sendiri. Kayla kembali ke kasur, ia mengambil ponselnya hendak menghubungi Vira. "Halo, Kay," sapa Vira saat panggilannya tersambung. "Vira, makasih banyak buat bingkisannya... Ya ampun gue suka banget sama kemejanya, cantik banget," ucap Kayla menggebu-gebu karena rasa bahagianya. "Sama-sama Kay, tapi btw itu bukan cuma dari gue. Jadi sebenernya, makanan-makanan iti dari gue sama Risda. Terus... kemejanya itu dari Nenek, Kay. Dia seneng bangen pas ngelihat kemeja itu di toko kemarin. Jadi dia beliin deh buat lo," jelas Vira panjang lebar. "Ah gitu ya, ya ampun Nenek... kalau gita makasih banyak ya Vir, bilangin juga ke Risda. Gue tutup dulu ya, mau nelfon Nenek," ucap Kayla. Dia lalu mengakhiri panggilannya. Tanpa pikir panjang lagi, Kayla langsung menghubungi Resti. Entah apa Resti audah tidur atau belum, intinya Kayla ingin menghubunginya saat ini juga. "Halo Nduk," sapaan pertama Resti terdengar setelah mengangkat telponnya. "Halo Nek... Nenek, terima kasih banyak ya Nek buat kemejanya," ucap Kayla to the point. "Ah, kamu sduah terima ya. Iya, sama-sama, Nduk. Dipakai ya, Nenek yakin itu pasti sangat cantik jika dikenakan olehmu." "Iya Nek, aku suka sekali. Besok akan langsung aku pakai untuk ke kantor," ujar Kayla senang. Resti tertawa diseberang sana, "Iya, pakailah kapanpun kamu mau," ucapnya ikut bahagia. "Anggap itu hadiah dari Nenek untuk hari pertamamu bekerja kemarin," lanjutnya. "Iya, tentu. Sekali lagi terima kasih, Nek." "Iya. Baiklah, ini sudah malam. Pergilah tidur, Nenek juga akan segera tidur," kata Resti. Sebenarnya dia memang akan tidur tadi, tapi saat melihat kalau cucunya menelponnya, dia tak bisa menolak itu. "Ah iya, maafkan aku yang mengganggu Nenek. Kalau gitu aku matikan ya, Aku rindu Nenek," ucap Kayla mengakhiri panggilan tersebut. Kayla lalu membersihkan barang-barangnya. Ia lalu mengambil berkas-berkas yang dibawanya pulang untuk dia kerjakan di kontrakan. Waktu terus berjalan saat Kayla mengerjakan pekerjaannya hingga saat ini pukul dua belas malam tiba. Mata Kayla melirik jam yang tergantung di dinding, ia lalu memutuskan untuk tidur karena besok ia juga harus kembali bekerja di pagi hari. *** Risda datang ke rumah Resti di pagi hari. Ia bwrencana mengajak Resti untuk jalan pagi di taman. Vira juga sudah menunggu mereka di taman itu. "Nah, cantik Nek," ucap Risda saat melihat Resti yang telah siap dengan pakaiannya. Dia lali menuntun Resti menuju mobilnya agar mereka segera pergi ke taman. Mereka berdua turun dari mobil saat tiba di suatu taman kota yang sangat luas, penuh dengan berbagai macam bunga, rerumputan hijau yang bisa menjadi tempat istirahat, dan begitu banyak orang yang melakukan aktivitas pagi mereka di sana. Sebenarnya, Resti sudah pernah kesini satu kali bersama Kayla saat dulu, itu juga Kayla yang mengajaknya. "Dimana lo Vir?" tanya Risda, dia saat ini sedang melakukan panggilan telepon dengan Vira untuk menanyakan leberadaan Vira agar mereka bisa bertemu. "Ikuti aja alur jalan yang dari parkiran, gue nunggu di tempat duduk pertama kok," balas Vira dari seberang. "Oke." Risda lalu memutuskan panggilannya. "Ayo Nek," ajak Risda, lengannya ia tautka ke lengan Resti. Ia menuntun Resti berjalan perlahan mengikuli jalur yang sudah dijeleaskan Vira tadi. Mereka akhirnya bertemu dengan Vira sesuai penjelasannya. Vira lale ikut berjalan dengan mereka menuju rerumputan yang bisa mereka duduki. Dia bahkan membawa makanan untuk sarapan dan sebuah tikar, seperti sedang berpiknik. Vira menggelarkan tikarnya diatar rerumputan hijau yang terbebtang luas di taman itu. Bahkan ada banyak orang yang melakukan hal sama seperti mereka. Mereka lalu duduk diatas tika ketika Vira teleh menyiapkan semuanya. Berkat rumput-rumput itu, duduk mereka terasa lebih nyaman dan tidak sakit. "Kita sarapan dulu ya, Nek," ujar Vira. Dia mengeluarkan bubur ayam yang sempat dibelinya tadi saat perjalanan kesini. Setelah itu dia memberikannya ke Resti dan Risda. Mereka makan bersama-sama di sana. *** Karla terbangun saat matahari masuk melalui celah jendelanya. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. "Untung bangun," gumamnya lega. Jika dia terlambat bangun setengah jam saja mungkin akan membuatnya terlambat bekerja juga dan bahkan dia bisa ketinggalan bis. Seperti hari biasanya, Kayla segera merapikan tempat tidurnya terlebih dulu lalu perfi masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seperti perkataannya kemarin, ia mengenakan kemeja pemberian Resti ke kantor hari ini. Dia melihat pantulan dirinya di kaca cermin. Ia bahkan memutar-mutar tubuhnya. Setelah merasa sudah siap bekerja, ia keluar dari kontrakan. perutnya masih kosong, dan sepertinya keaadaan berpihak pada dirinya karena saat perjalanan menuju halte dia menemukan pedagang roti. Dia memakannya saat berada di halte selagi menunggu bisnya tiba. Dia juga sempat membeli s**u tadi di toko. Kayla membuang sampahnya pada tempatnya setelah menghabiskan seluruh sarapan kecilnya. Setidaknya dia tidak kelaparan saat bekerja. Kayla kembali menunggu dengan kedua telinga yang tertutup Headset. "Hei," panggil seseorang dengan menepuk pundak Kayla. Kayla mendongak untuk melihatnya. Ia tersenyum simpul saat mengetahui siapa orang itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD