Spechelees

1994 Words
Kayla keluar setengah jam kemudian, dia harus menunggu dua puluh empat jam untuk menerima hasilnya. Saat ini Kayla sedang menuju sebuah Cafe di dekat kantornya. Dia juga memilih untuk berjalan kaki karena cuaca tak begitu panas hari ini. Sinar matahari semakin menyinari hari yang cerah ini. Kayla melangkahkan kakinya santai karena merasa lega setelah melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya. Dia tak ingin berharap banyak tentang hasilnya nanti, tapi bukan berarti ia juga merasa putus asa. Selama perjalanan Kayla juga bersenandung kecil menikmati pagi yang menurutnya baik hari ini. Dia tidak akan tahu bagaimana pagi-pagi di hari ke depannya. Dia hanya ingin menikmati ketenangan selama ia bisa merasakannya. Lonceng berbunyi saat Kayla masuk ke sebuah cafe itu. Ia mendekati kasir untuk memesan secangkir cokelat panas. "Loh, hei," panggil seseorang. Kayla mendongak menatap orang yang ia rasa memanggil dirinya. Keningnya sedikit mengeryit ketika melihat seorang laki-laki dengan seragam barista yang memanggilnya. Wajahnya terasa tidak asing bagi Kayla. Orang itu menatap Kayla dari balik mesin-mesin pembuat kopi. "Oh, hai kamu," balas Kayla sambil tersenyum saat menyadari siapa yang orang itu. "Ternyata kamu juga ingat," ucap laki-laki itu tersenyum. Laki-laki itu adalah orang yang tidak sengaja menabrak Kayla kemarin saat makan sate di sebuah warung pinggir jalan. "Gimana bisa lupa kalau baru ketemu kemarin malam," ujar Kayla. "Kak, permisi ya," suara seseorang menyadarkan Kayla kalau dia telah membuat antrian panjang di belakangnya karena berbincang dengan laki-laki itu. Kayla menoleh canggung karena merasa bersalah, "Maaf," ujarnya dan beralih. "Duduk di sini saja," ucap laki-laki itu menghentikan Kayla saat dia akan pergi mencari tempat lain. Dia menunjuk kursi-kursi yang ada dihadapannya agar pelanggan bisa melihat para barista bekerja. "Oke," Kayla setuju dan duduk disana. Pesanannya belum tiba, ia masih harus menunggu sebenyar sampai cokelat panasnya datang. "Kamu kerja disini?" tanya Kayla. Dia memerhatikan bagaimana laki-laki itu bekerja menyiapkan pesanan-pesanan yang ada. "Iya," jawabnya dengan tangan yang bergerak-gerak dengan lincah menyiapkan pesanan Kayla. Dia lalu meletakkannya di hadapan Kayla. "Terima kasih," ujar Kayla. Laki-laki itu tersenyum menatapnya. Dia ikut duduk di hadapan Kayla selepas itu karena sudah tak ada lagi pesanan baru. "Omong-omong ini kali kedua kita bertemu, jadi apa aku boleh tau namamu?" tanya laki-laki itu menatap Kayla yang menyesap cokelat panasnya. Kayla meletakkan kembali cangkirnya, "Aku Kayla," jawabnya. "Oke, Kayla. Akan aku ingat namamu, mungkin takdir bakalan nemuin kita lagi nanti," ucap laki-laki itu. Mereka tertawa kecil bersama. "Namamu?" tanya Kayla. "Nah akhirnya kamu nanya itu juga," ucap laki-laki itu terkekeh. "Juna, namaku Juna," lanjutnya menjawab pertanyaan Kayla. Satu pesanan tiba, itu membuat Juna harus kembali bekerja. Tapi, itu tidak menghalanginya untuk terus berbincang dengan Kayla. "Senang bertemu denganmu, Kayla," ujar Juna ditengah kesibukannya. "Ya, terima kasih. Aku juga senang bertemu denganmu," balas Kayla mulai menghilangkan rasa canggungnya. "Omong-omong, cokelat panas buatanmu enak juga," tutur Kayla jujur. Dia sangat menikmati cokelat panasnya. Ia bahkan lupa tentang pikiran-pikiran yang mengganggu dirinya belakangan ini. Juna tertawa, "Terima kasih dengan penuturanmu," ucapnya. Juna memberikan pesanan ke salah seorang writers untuk memberinya ke pelanggannya. "Siapa, Jun?" tanya writers itu. Juna mengangkat bahunya, "Aku juga baru kenal," ujarnya tersenyum simpul. Juna kembali duduk dihadapan Kayla. "Kenama kamu ke kota ini?" tanya Juna penasaran. "Aku akan bekerja disini, perkiraan sekitar satu bulan. Tapi ga tau kedepannya bakalan gimana," jelas Kayla yang meneguk tetesan terakhir dari cokelat panasnya. "Oh gitu." Juna mengangguk-anggukan kepalanya. Kayla bangkit berdiri, "Aku pulang dulu ya," pamitnya. Juna ikut berdiri. "Iya, hati-hati dijalan Kayla," ucap Juna. Dia juga melambaikan tangannya ke arah Kayla yang keluar dari cafenya. Hari sudah semakin siang, terik matahari mulai menyengat kulit Kayla saat keluar dari cafe. Dia akan langsung pulang, jadi dia kembali menunggu bis di halte yang tak jauh dari sana. *** "Linda pamit dulu ya, Nek. Besok Linda kesini lagi," ujar Linda. Sore ini Linda berpamitan ke Resti. Dia meninggalkan Resti sendirian di rumah, tetapi sesuai perkataannya dia akan kembali esok hari. Resti kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Nanti malam Vira dan Risda akan datang kembali ke rumahnya. Mereka bilang, mereka akan datang setiap malam untuk mengunjungi Resti. Resti memilih berbaring diatas kasurnya hingga tanpa terasa dia sudat terlelap ke alam mimpinya. Waktu terus berlalu hingga malam tiba. Vira dan Risda tiba di rumah Resti. Mereka membawa beberapa bungkus makanan untuk makan malam mereka. Vira meletakkannya diatas meja makan "Kok sepi ya?" tanya Vira saat melihat suasana rumah Lesti yang tampak sepi karena lampu-lampu rumah yang belum dinyalakan. Dengan inisiatif sendiri, Risda pergi menyalakan satu persatu lampu-lampu disana. "Nenek mana ya?" tanya Vira tak melihat keberadaan Resti. "Di kamar kayaknya. Kesana aja yuk," ajak Risda. Mereka berdua melangkah menuju kamar Resti, Vira mengetuk-ngetuk pintunya pelan. Tidak ada jawaban dari dalam, jadi Risda memutuskan untuk membuka pintunya langsung saja. Beruntung pintu kamarnya tidak terkunci, jadi mereka langsung masuk ke dalam. Hal yang pertama mereka lihat adalah ruangan yang temaram. Lampu kamar yang tidak dinyalakan membuat kamar itu hanya mendapatkan penerangan dari langit malam. Vira dan Risda melihat Resti yang sedang tertidur. Vira menyalakan lampu kamarnya terlebih dahulu, sedangkan Risda membangunkan Resti. "Nek... Nenek udah malam, ayo makan dulu, Nek," ucap Risda lembut, tangannya menggoyangkan tubuh Resti pelan. Resti mulai menggeliat dalam tidurnya. Perlahan matanya terbuka. "Oh, kalian," ujar Resti dengan suara serak khas bangun tidur. "Iya, ini kita Nek," balas Risda. Resti lalu bangkit dari tidurnya. Vira dan Risda dengan cekatan membantu Resti berdiri. Mereka juga mengantar Resti ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya terlebih dulu. "Kenapa kalian selalu repot-repot setiap ke rumah Nenek?" Resti bertanya saat melihat berbagai makanan yang Vira dan Risda siapkan. "Ga repot kok, Nek. Kita malah suka bisa makan sama Nenek hampir setiap hari," ujar Vira jujur. Saat Kayla pergi, mereka berdua justru mencari kesibukan dengan mengunjungi Resti lebih sering untuk mengurangi rasa rindu mereka ke Kayla. Beberapa piring penuh lauk yang mereka bawa kini sudah tersajikan di atas meja makan. Vira mengambilkan sepiring nasi dan lauknya untuk Resti. "Terima kasih," ujar Resti menerima piring dari Vira. Kini mereka makan dengan lahap. Beberapa waktu berlalu hingga mereka selesai makan. Risda dan Vira sedang mencuci piring walau sudah dilarang oleh Resti, tapi mereka tetap melakukannya. Sedangkan Resti sendiri sedang menunggu mereka di ruang tamu, itu juga karena paksaan Vira yang menyuruhnya untuk istirahat saja. "Huh, anak-anak itu benar-benar memanjakanku," gumam Resti dengan kepala yang menggeleng-geleng tak habis pikir. Vira datang dengan sebuah nampan yang terdapat tiga gelas teh panas dan biskuit. Dia meletakkannya di meja dan ikut duduk di sampin Resti. Risda menyusul tak lama kemudian. "Nek, kayaknya kita bakalan nginap disini malam ini," ujar Risda yang disusul anggukan oleh Vira. "Boleh dong, bermalam aja kapanpun kalian mau," balas Resti dengan senang hati. "Di kamarnya Kayla ya, seperti biasa," lanjut Resti. "Tante Linda mana Nek?" tanya Vira. "Pulang dulu, dia datang lagi besok," jawab Resti. Mereka bertiga lalu terdiam, terhanyut dalam pikiran masing-masing. Mereka sama-sama menikmati teh hangat di malam hari ini. Di temani camilan yang mengisi kembali perut mereka. Jam terus berlalu hingga waktunya mereka untuk tidur. Vira dan Risda mengantar Resti ke kamarnya terlebih dulu, lalu mereka masuk ke kamar Kayla untuk beristirahat juga. Mereka berdua sudah beberapa kali menginap disana, jadi sudah tak asing lagi segala letak di rumah Resti. Vira berbaring di atas kasur Kayla, ia menatap Risda yang sedang sibuk menghapus riasan wajahnya. "Kayla ngapain ya kira-kira?" tanya Vira. "Sudah tidur mungkin," balas Risda. Tiba-tiba ponsel Vira berdering, ia mengambilnya dan melihat siapa yang melakukan panggilan telepon dengannya malam ini. "Panjang umur ini anak," ujar Vira saat melihat nama Kayla yang tertera di ponselnya. Itu Kayla yang menelpon Vira. Vira langsung kembali duduk saat mengangkat panggilan telepon Kayla. Ia membesarkan suara telponnya agar bisa didengar juga oleh Risda. "Halo," sapa Kayla dari seberang. "Halo, Kayla. Ya ampun," balas Vira senang. "Kalian belum tidur?" "Belum nih. Eh, kita nginep di rumah lo tau," tutur Risda yang ikut duduk diatas kasur setelah membersihkan wajahnya. "Iya gue tau, barusan gue telpon Nenek kok," balas Kayla. "Ah gitu. Eh, lagi ngapain nih di sana?" tanya Vira. "Ga ngapa-ngapain sih," ucap Kayla Tanpa sepengetahuan Vira dan Risda, Kayla sedang berusaha menahan senyumnya disana. Panggilannya terdiam beberapa detik. Risda dan Vira mengetahui ada yang aneh dengan Kayla saat itu. "Kenapa, Kay?" tanya Vira. Tanpa bisa Kayla tahan lagi, ia berteriak bahagia. Dia bahkan tertawa sendiri hingga membuat Vira dan Risda kebingungan. "Lo kenapa sih Kay?" tanya Vira heran kare yang mereka dengar hanya kebahagiaan Kayla yang entah karena apa. Tawa Kayla mereda, "Jadi gini... Ada yang mau gue kasih tau ke kalian," ucapnya membuat Vira dan Risda penasaran. "Apa?" tanya mereka berdua bersamaan. Kayla berdehem terlebih dahulu di sana. "Gue keterima! Ya ampun, gue seneng banget, gue udah bisa kerja mulai besok," ujar Kayla bersemangat. Vira dan Risda yang mendengar itu terdiam beberapa detik sebelum tersadar kembali. "Aaaa! OMG!" " Ya ampun Kayla... Gue bangga banget sama lo." Ucap mereka berdua sama-sama merasakan bahagia. Vira dan Risda merasa senang karena Kayla bahagia dan tidak kembali mengingat tentang Liam. Mereka tahu Kayla pasti merasa sangat sakit, tapi mereka juga benci ketika Kayla sedih. Itulah kenapa mereka sangat bahagia ketika Kayla kembali bersemangat. "Gue gugup banget tau, besok hari pertama gue kerja," ujar Kayla yang merasa gugup. "Gapapa Kay, itu wajar. Ntar juga udah terbiasa kok," ucap Risda memberikan sedikit ketenangan untuk Kayla. "Iya, makasih ya udah selalu dukung gue," tutur Kayla tulus untuk teman-temannya. "Sama-sama," balas Vira dan Risda kompak. "Yaudah, gue tutup telponnya ya, udah malem ngantuk. Besok gue harus berangkat pagi," jelas Kayla. "Iya, semangat Kay, kita semua dukung lo dari sini." Kayla mengakhiri panggilannya. Ia lalu bersiap-siap untuk tidur. Begitupun dengan Vira dan Risda, mereka juga akan tidur. *** Pagi hari menyapa Kayla. Siluet matahari yang mulai naik mengintip dari balik tirai kamar Kayla. Kayla bangun dari tidurnya, ia menguap sekali untuk membiarkan rasa kantuknya pergi. Dia bangkit berdiri untuk pergi bersiap-siap ke kantor pagi ini. Karena ini adalah hari pertamanya bekerja, Kayla merasa sangat bersemangat. Dia merapikan tempat tidurnya terlebih dulu sebelum masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa menit, ia sudah siap dengan setelan kantornya yang rapi. Ia juga sudah memberikan riasan tipis diwajahnya. Seperti biasa, Kayla hanya memakan roti dan s**u untuk sarapannya. Di keluar dari kontrakan menuju halte bus untuk naik ke bis selanjutnya. Kayla memasang headset di telinganya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Dia bahkan bersenandung kecil sambil menunggu bisnya datang. Seseorang menepuk pundaknya dan membuat dia menoleh melihat siapa yang melakukan itu. "Nah kan benar itu kamu," ucap Juna yang ikut berdiri di sebelah Kayla. Orang yang menepuk pundak Kayla adalah Juna, laki-laki itu mengenakan baju santai serba hitam. "Astaga, kamu lagi," ujar Kayla sedikit tak menyangka. "Sudah tiga kali loh, kebetulan kah?" Juna bertanya entah untuk Kayla atau dirinya sendiri. Kayla terkekeh kemudian dia mengeryitkan keningnya, "Kamu yakin ini kebetulan? Atau kamu ngikutin aku ya?" tanya Kayla merasa heran. "Serius aku yakin ini kebetulan Kayla," balas Juna serius. Kayla menganggukkan kepalanya percaya. "Kamu mau kemana?" Juna bertanya saat melihat pakaian Kayla yang terlihat rapi. "Ke kantor. Ini hari pertamaku bekerja," ujar Kayla sambil tersenyum bangga. "Wah, selamat kalau begitu." "Kau sendiri?" Kayla balik bertanya. "Kerja, aku memang berangkat ke Cafe setiap jam segini," jelas Juna. "Hei, mau tidak minum cokelat panas lagi di Cafeku nanti saat kamu pulang kerja, gratis. Hitung-hitung untuk ucapan terima kasihku," ujar Juna mengajak Kayla. Tapi disaat bersamaan sebuah bis berhenti di depan mereka, "Ini bis mu?" tanya Juna. "Iya, kau juga?" "Iya, kita satu arah," balas Juna. Mereka naik bersama ke dalam bus. Seperti hari kemarin, bus ini tampak ramai. Hanya tersisa satu kursi kosong disana. "Kamu saja yang duduk," ucap Juna. "Gapapa, kamu aja," balas Kayla. "Ga mungkin aku ngebiarin cewek kelelahan berdiri, Kayla," ucap Juna yang membuat Kayla terdiam sesaat. Ia lalu mengalah pada akhirnya dan duduk disana. Juna berdiri di sampingnya. Bisnya kembali berjalan saat tak ada lagi penumpang masuk. Juna menunduk di sebelah Kayla, ia mengatakan sesuatu dengan suara yang kecil. "Tawaranku tadi gimana?" tanya Juna. Kayla menoleh hingga membuat wajahnya hanya berjarak beberapa centi dari Juna. "Oke," balas Kayla cepat. Juna tersenyum dan kembali menegakkan tubuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD