Saat pintu terbuka tampak berdiri Mia disana, membuat Leo geram dan ingin mengamuk. Namun, urung ia lakukan.
Leo memilih melengos tanpa menyapanya.
Dia mau melaksanakan ibadah subuh terlebih dahulu, sudah kesiangan.
Barulah saat selesai melaksanakan ibadah subuh, dia menghampiri Mia.
" Kenapa berkemas? Kamu mau ke mana?" tanya Leo semakin geram.
Melihat Mia yang tampak sedang mengemasi pakaiannya ke dalam tas besar.
" Aku ada kerjaan di luar kota mau tidak mau aku harus ikut atasanku," jawab Mia, tanpa menghentikan aktivitas mengemasnya.
Mendengar perkataan Mia, Leo terkejut, dengan kasar dia menarik tangan istrinya itu hingga berdiri.
"Apaan sih Mas! Kamu kasar banget sama aku!" Mia berkata dengan nada ketus diiringi emosi.
Menyentak tangannya agar terlepas dari cengkraman Leo, namun Leo tak melepaskannya begitu saja. Dia masih tetap memegang erat tangan Mia.
Mia terus berusaha berontak, sementara Leo tetap mencengkeram tangannya, hingga akhirnya Mia menghentikan pemberontakannya, karena sudah tak kuat lagi.
Badannya terasa lemas, apalagi usahanya sia-sia. Tentu saja dia kalah tenaga oleh Leo.
"Mia sebenarnya kamu ini kenapa? Kenapa kamu jadi seperti ini?" Leo menatap istrinya tajam.
"Uang aku butuh uang Mas! Aku tidak ingin hidup susah! Aku ingin lebih senang dan juga bahagia! Aku cari uang mas!" Mia berkata dengan nada tinggi.
"Dengan cara apa? menjual diri! Hah!" Leo begitu garam, dia menatap istrinya dengan tajam.
Tangannya sudah gatal ingin menampar wanita yang merupakan istrinya itu, tetapi kewarasannya masih menguasai hingga ia tak sampai hati melakukan kekerasan.
Miaa mendongakkan wajahnya menatap tajam sang suami, lalu berkata dengan nada penuh emosi. " Kalau iya kenapa? Kamu mau apa? Menceraikanku!"
Leo terkejut mendengar perkataan Mia!
Plak
Akhirnya satu tamparan keras mendarat di pipi Mia. Rasanya dia sudah tak tahan lagi menahan emosinya.
" Dua kali kamu Mas! Kamu sudah dua kali menamparku!" Mia memegangi pipinya sambil meringis.
Bukan hanya sakit di pipi melainkan sakit juga di hati.
Leo diam, tak ada niat untuk meminta maaf.
Mia sudah keterlaluan! Wanita itu bahkan mengakui pekerjaannya yang tidak pantas.
"Aku akan pergi dari sini Mas, jangan harap aku akan kembali lagi!" tutur Mia sambil meraih tas berisi pakaian yang sudah dikemasnya tadi, lalu melangkahkan kaki melewati Leo begitu saja.
Untuk sesaat Leo masih tertegun.
Namun dengan cepat, dia berhasil mengejar Mia di teras rumah.
" Berani kamu pergi maka aku akan benar-benar mentalakmu Mia! ucap Leo berapi-api.
Mia diam untuk sesaat, namun tak menoleh. Lalu melanjutkan kakinya melangkah.
Sementara beberapa tetangga sudah mulai nongol dari pintu rumahnya masing-masing.
Sepagi ini sudah ada pertengkaran antara Mia dengan Leo, apalagi mereka terkejut karena mendengar kata talak yang keluar dari mulut Leo.
Biasanya mereka bertengkar sehebat apapun tak pernah ada kata itu keluar dari mulut Leo.
Leo selalu bisa menenangkan diri, dan memilih untuk menghindari pertengkaran ini.
Artinya pertengkaran ini begitu hebat hingga Leo bisa mengeluarkan kata ajaib itu.
" Aku peringatkan sekali lagi Mia!" Pekik Leo, semakin emosi.
Tapi Mia tetap melangkah.
" Baiklah kalau begitu, mulai saat ini kamu bukan lagi istriku Mia! Aku menjatuhkan talak sama kamu!" ucap Leo memekik.
Mia menghentikan langkahnya selama beberapa detik, menghirup nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Lalu dia berkata tanpa menoleh, " Kuterima talakmu Mas, dengan senang hati! sahutnya.
Kemudian melangkah pergi hingga menghilang dari hadapan Leo.
Leo menatapnya dengan perasaan campur aduk. Gemuruh emosi, dan kemarahan, semua bercampur menjadi satu.
Lututnya seakan terasa lemas, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata banyak orang yang berkerumun menyaksikan pertengkarannya dengan Mia, pertengkaran yang akhirnya mengakhiri hubungan mereka.
Leo tersenyum kecut, lalu dengan langkah gontai masuk ke dalam rumah dan mengunci kembali pintu.
Duduk di atas kursi menggusar rambutnya kasar, menghembuskan nafas kasar dan bergumam pelan.
"Astagfirullahaladzim! Apa ini karma! Karma yang aku dapatkan karena aku selalu menyakiti Fira di masa lalu! Dan lihatlah sekarang, apa yang dilakukan istriku kepadaku." Leo membuang nafas kasar.
Rasanya Leo tak ada mood untuk melakukan apapun hari ini.
Dia membaringkan tubuh di atas kursi panjang itu sambil memejamkan mata.
Sesekali dia menghela nafas dalam dan membuangnya dengan kasar, diiringi remasan pada kepalanya yang tiba-tiba saja terasa begitu pusing.
Namun hal itu tak berlangsung lama, karena Rafa terbangun, dia harus mengurus anak itu.
Menatap penuh iba ke arah Rafa, "kasihan kamu Nak," gumamnya pelan.
Saat sedang terpuruk seperti ini sekarang, istri yang seharusnya membantu menyemangati untuk bangkit dari kesulitan, malah pergi meninggalkannya.
Meninggalkannya dengan lelaki lain yang bisa memberinya kemewahan.
Leo yang menggendong Rafa, memeluknya dengan erat dan mengecupi puncak kepalanya.
Meski tak meneteskan air mata, tetapi dalam dadanya bergemuruh hebat rasa sakit, rasa sedih, dan rasa marah. Sekuat tenaga, dia menahan emosi agar tidak meledak.
Seharian ini, Leo berada di rumah. Hanya mengasuh Rafa.
Bahkan dia tak membawa Rafa keluar dari rumah, meski hanya di teras saja. Benar-benar mengurung diri di dalam rumah.
Hingga hal itu menimbulkan rasa iba dari para tetangga sekitarnya, terutama yang akrab dengan Leo.
Tanpa sengaja desas-desus itu sampai ke telinga Mala. Kebetulan siang itu, Mala keluar dari rumah hendak pergi ke cafe yang dikelola olehnya.
Namun dia sengaja mampir dulu ke warung, hanya sekedar untuk membeli air mineral.
Yang tanpa sengaja, dia mendengar ibu-ibu yang sedang membicarakan Leo dan Mia.
"Aduh, tadi pagi seru banget loh!" ujar seorang ibu-ibu.
" Apa? Memangnya ada apa?" tanya temannya.
"Itu loh Mas Leo, sepertinya bertengkar hebat dengan istrinya, Mia. Saya lihat Mia membawa tas besar dan pergi dari rumah, lalu Mas Leo berteriak." Ibu-ibu itu kembali melanjutkan perkataannya dengan berapi-api.
Sementara Mala yang tak berniat menguping, terpaksa mendengarkan karena dia belum dilayani.
Ibu pemilik Warung masih melayani dua orang ibu itu.
Akan tetapi sebenarnya Mala juga penasaran akan lanjutan cerita ibu-ibu itu.
"Ah itu sudah biasa, mereka memang seperti itu! Sering bertengkar, berteriak, tidak malu sama tetangga," cibir temannya.
"Eh yang ini beda. Lebih heboh, Mas Leo sampai mentalak si Mia itu!" jawab tetangga Leo.
Ibu-ibu teman tetangga Leo Itu tampak terkejut, lalu mereka terus berbicarakan Leo dan Mia.
Sementara, Mala pun sama terkejutnya mendengar apa yang diceritakan oleh ibu itu.
Dengan cepat meminta disegerakan belanjanya, toh cuma beli satu botol air mineral saja.
Setelah mendapatkan air mineral itu, dia segera kembali masuk ke dalam mobilnya, lalu melajukan mobil pergi menuju Cafe dengan perasaan gelisah.
"Ah untuk apa juga aku mikirin kehidupan orang lain." Mala memukul kepalanya kuat-kuat, dengan tangan kiri sementara tangan kanannya masih mengendalikan kemudi.
Mala jadi memikirkan anak itu, anak Leo. " Ah kasihan Rafa, kalau berita itu benar," gumamnya pelan. Dia jadi membayangkan wajah mungil anak laki-laki tak berdosa itu.
Seakan kehilangan konsentrasi, Mala segera menghubungi Leo setelah sampai di kafe dan duduk di kursi yang ada di ruangan khusus untuknya. Sekedar untuk menanyakan kabar Rafa.
Dia dan Leo memang sudah saling bertukar nomor.
Rumah Leo
Saat itu Leo sedang memperhatikan Rafa yang sedang asik main mobil-mobilan di tengah rumah.
Rambut Leo acak-acakan, karena sejak tadi dia jambaki sendiri.
Memikirkan kehidupannya, dan bagaimana selanjutnya dia harus bekerja mencari nafkah untuk menghidupi anaknya.
Sedangkan, Rafa tidak ada yang menjaga.
"Huuh!" Leo menghirup nafas kesal.
Hingga bunyi telepon membuyarkan lamunannya.
Rasanya begitu enggan menatap ponselnya.
Namun, karena telepon berdering tak ada hentinya terpaksa Leo memeriksanya.
Jantungnya berdetak hebat saat mengetahui telepon dari siapa.
Ternyata telepon dari Fira, Mantan istrinya.
Setelah menetralkan detak jantung dan menormalkan emosinya, Leo segera menerima panggilan itu.
"Assalamualaikum, Ra." Leo berkata senormal mungkin.
"Waalaikumsalam, Mas. Aku hanya ingin ngundang mas di acara pesta ulang tahun Rayyan yang ke enam Mas, " ujar Fira dari sebrang sana.
"Tentu aku akan datang," jawab Leo, meski gelisah.
Bingung mau ngasih kado apa.
Lebih bingung lagi, pasti Fira akan bertanya tentang Mia.
Leo menghembuskan napas gusar.
"Ada apa mas?" Fira bisa merasakan kegelisahan dari cara bicara mantan suaminya itu.
Dia sudah sangat mengenalnya.
"Emm, tak ada." Leo menjawab pelan.
"Sayang jangan begini," itu adalah suara Fira.
"Aku cemburu," desah seorang pria.
Leo bisa mendengar suara Fira yang sangat samar, sepertinya ada yang sedang mengganggunya.
Dan, dia yakin itu adalah Yudha. Leo mengenal suara itu, suara Yudha.
Leo hanya tersenyum kecut, saat membayangkan betapa mesranya Fira dengan Yudha saat ini.
Dan setelahnya Fira segera pamit lalu menutup panggilannya.
Sementara, Leo masih mencengkram ponsel di tangannya, lalu memeluknya erat di d**a.
Hingga suara dering kembali berbunyi. Dia kembali memeriksanya.
Lagi-lagi dadanya bergemuruh, saat melihat panggilan dari siapa itu.