15.

1021 Words
Seharian Arkan tidak kembali ke kantornya, sebab terlalu khawatir dan tak bisa meninggalkan Keysa yang sedang sakit. Arkan memilih menyelesaikan pekerjaannya di rumah di dalam ruang kerjanya yang ada di sana. Percayalah pria itu kini tengah menyesali keputusannya yang telah memecat seluruh pembantunya demi menyiksa Keysa. Namun, Keysa yang sakit tidaklah mungkin tetap Arkan siksa dengan memaksanya melakukan pekerjaan rumah. Hal itu bisa membuat Keysa tambah sakit atau parahnya mati kelelahan kalau terus dipaksa bekerja keras dan Arkan tidak mau hal itu sampai kejadian. Entahlah. Arkan hanya tidak suka Keysa. Ada sisi perasaan hatinya seolah tidak rela memikirkan hal itu dan bahkan untuk membayangkannya saja Arkan tersiksa. Arkan keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah fresh dan juga telah mengenakan piyama tidurnya. "Bagaimana keadaan kakimu, apa sudah membaik?" "Hm, iya. Luka di telapak kakiku tidak begitu terasa lagi kalau kakinya didiamkan dan tidak gerakkan." Arkan mendekat memastikan kebenaran dari perkataan Keysa dengan memeriksa sendiri telapak kaki Keysa. "Kelihatannya memang begitu. Lukanya sudah kelihatan agak mengering dan sepertinya sudah lebih baik dari tadi siang, tapi saat mau tidur nanti kamu ingatlah untuk mengolesinya dengan saleb. Lalu bagaimana dengan kepalamu juga perutmu apakah masih sakit dan terasa perih?" Arkan dengan cerewetnya begitu memperhatikan kondisi Keysa. Membuat Keysa yang menyadari hal itu merasakan perasaan aneh disertai jantungnya yang terasa berdebar kencang, sama dengan perasaannya dulu yang pernah Keysa rasakan, yang sudah lama hilang beberapa tahun lalu ketika berada didekat Arkan. 'Tidak, ini tidak mungkin. Ini pasti efek dari obat yang aku minum atau efek sakit makanya jatungku terasa berdebar kencang.' Keysa membatin mengelak tak percaya dengan apa yang ia rasakan. "Keysa." Arkan mengibas-ngibaskankan tangannya dihadapan wajah Keysa guna menyadarkannya. "Astaga, kamu melamun Keysa!" ucap Arkan sambil melotot tak percaya. Arkan menyugar rambutnya kebelakang sedikit prustasi juga kesal pada Keysa yang ternyata tidak mendengarkan perkataannya yang cukup panjang. "Eh, ada apa?" tanya Keysa tersadar dan juga heran melihat Arkan yang sedang cemberut kepadanya seolah sedang mengambek. "Arkan kamu kenapa?" Arkan mengusap wajahnya yang kemudian berubah menjadi datar dan kembali dingin tak meninggalkan sedikitpun sisa keramahan yang baru saja Arkan perlihatkan. "Lupakan!!" Arkan mendengus dengan sinisnya. "Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita kamu tunggulah disini," sambung Arkan masih dalam nada datarnya. "Maaf, hari ini pasti aku sudah banyak merepotkanmu ..." ucap Keysa dengan tulusnya. "Tidak perlu, aku tidak butuh maafmu. Aku tahu inilah keinginanmu membuatku kesusahan mengurusimu!!" Keysa menggeleng, "Bukan begitu ..." "Sudahlah, kamu tunggulah disini." Keysa menggeleng kembali, "Aku ikut!" "Mau menambah pekerjaanku?!" sarkas Arkan dengan tajamnya membuat Keysa menundukkan kepalanya . "Aku hanya ingin membantu dan juga merasakan kebosanan berada disini." Arkan terdengar mendengus kasar sebelum kemudian Keysa merasa tubuhnya melayang tiba-tiba. Membuat Keysa kaget dan mengerut heran. "Kamu ingin ikut kedapur, jadi aku harus menggendongmu agar telapak kakimu tidak perlu menyentuh lantai dan tidak tambah sakit." Arkan seolah bisa membaca kebingungan Keysa terhadap alasannya menggendong tubuh Keysa. ***** Perkataan Arkan tempo hari mengenai Keysa sengaja sakit untuk membuat senjata balas dendam Arkan sendiri berbalik menyerangnya. Kini hal itu sedang terjadi, sedang menimpa Arkan. Manakala pembantunya yang dengan sengaja Arkan pecat demi membuat Keysa tersiksa, kerepotan dan juga kesusahan mengurusi rumah, kini malah Arkan sendirilah yang merasakannya. Cukup kerepotan dengan pekerjaannya di kantor, ditambah mengurusi Keysa yang sakit dan juga kenyataanya ternyata mencari pembantu baru tak semudah memecat pembantu yang lama. Membuat Arkan seoalah terkena karma akibat perbuatan jahatnya kepada Keysa. Pria itu selain kerepotan juga cukup merasakan kelelahan dalam menjalani rutinitasnya. Walaupun demikian tubuhnya yang lelah berbanding terbalik dengan keadaan mulutnya yang tak ada lelahnya mengomeli Keysa, seperti yang Arkan lakukan sekarang ini. "Apalagi yang kamu tunggu, Keysa!! Makan makananmu sebelum dingin, supaya kamu cepat dan berhentilah menguji kesabaranku ..." Keysa menggeleng tanpa takut serta merta menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Kamu tidak mau makan?" tanya Arkan tenang, tapi Keysa tahu dibaliknya Arkan sedang mencoba menahan amarahnya. Hal itu membuat Keysa menjadi gemetar takut dimarahi sehingga dengan berat hati dan juga enggan sekali, makanan dihadapannya dengan paksa disuapkannya masuk kemulut menelannya dengan melewati tenggorokannya menuju lambung sambil menahan rasa enek tak suka dengan rasa hambarnya. Sebenarnya makanan yang Keysa makan cukup menggugah selera. Sayangnya hal itu tak berlaku pada orang yang sakit, seperti Keysa. Mau makanan terenak sepanjang masa pun jika diberikan kepada orang sakit percuma saja , sebab dia pasti memandangnya dengan tatapan memuakkan. "Kelakuanmu yang begini membuatku berpikir bahwa kamu sengaja menolak makan untuk menarik perhatianku," tuduh Arkan menyeringai dengan nada sinisnya. "Nggak, aku gak seperti itu." Keysa mengelak cepat tak menyetujui ucapan Arkan. Namun, dari keadaan Keysa yang gugup disertai semburat pipinya yang merona merah telah membuktikan kebenaran yang sesungguhnya. "Lalu kamu seperti apa? Wanita bermulut beracun yang menghancurkan hidup orang lain!!" Sarkas Arkan dengan tajamnya mengintimidasi Keysa. Makanan yang tadinya hanya terasa hambar entah kenapa kini terasa seperti berduri, sehingga tiap suapan yang melewati tenggorakan begitu sesak dan menyakitkan bagi Keysa. Dan juga pipinya yang memerah akibat merona kini bergantian dengan matanya yang memanas menahan sesuatu yang menusuk di dalam hatinya. "Kamu tersinggung?" tanya Arkan tak merasa bersalah. "Tidak, kenapa aku harus tersinggung. Aku tidak merasa seperti wanita yang kamu tuduhkan." "Padahal aku sebenarnya bukan menuduhmu, tapi mengataimu. Tapi sudahlah, habiskan saja makananmu lalu minum obatlah dengan baik dan jangan lupa mengolesi telapak kakimu dengan salep. Jika kamu butuh sesuatu aku ada di ruang kerjaku," beritahu Arkan saat hendak beranjak meninggalkan Keysa. "Aku tidak mengerti kenapa kamu suka sekali berubah-ubah, kadang terdengar ramah dan kadang lainnya terlihat menyeramkan, tetapi terima kasih telah sudi merawatku dengan baik." Keysa mengungkapkannya dengan tulus membuat Arkan tertahan dan manatapnya sedikit dengan raut wajah tak percaya. "Aku tidak butuh ucapan terima kasih darimu!" Arkan dengan kejamnya tanpa perasaan kembali melukai hati Keysa. Namun, seolah tidak tersinggung Keysa balas dengan tersenyum tulus. "Lalu kamu butuhnya apa? Apa yang bisa aku berikan padamu, sementara aku sendiri sudah tidak memiliki apapun lagi dan bahkan diriku sendiripun seperti katamu sepenuhnya sudah jadi milikmu." Arkan menyunggingkan seulas senyumannya cukup senang dengan ucapan Keysa yang menyadari posisinya. Keysa miliknya, ya, hanya milik seorang, Arkan Raffasyah Aldebaran begitulah kenyataannya dan Arkan sangat menyukai hal itu. "Pelayananmu," jawab Arkan dengan singkat sambil menatap Keysa menggunakan tatapan yang sulit diartikan. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD