BAB 08 - Bad Luck

2156 Words
Naila keluar dari kamar Zayn bersamaan dengan bel Apartemen yang berbunyi. Sudah cukup lama menguping dan tidak ada hasil, sekarang perutnya terasa lapar. Zayn sedang berada di dapur, entah sedang apa. Naila melihat ke arah interkom dan mendapati seorang laki-laki menunjukkan plastik putih dan mengatakan jika ia datang untuk mengantarkan pesanan. "Kau memesan makanan?." "Eoh. Ambilah. Uang tip nya ada di atas meja. Berikan padanya, makanannya sudah ku bayar."ucap Zayn dari arah dapur. Naila meminta orang itu menunggu lalu melihat uang yang Zayn tinggalkan di atas meja. Naila membuka pintu dan memberikan tip itu pada pria tersebut dan menerima makanan yang ia berikan padanya. Pria itu mengedarkan pandangannya sebelum kembali menatap Naila. "Anda tinggal sendirian?." Naila menatapnya dari atas hingga ke bawah lalu membuka pintunya lebih lebar. Memberitahunya untuk segera keluar. "Suamiku sedang merebus sesuatu, jika kau ingin direbus juga kau bisa masuk ke dalam." "Terima kasih atas tipnya."ucapnya dengan wajah masam. Melenggang pergi dari hadapan Naila secepat kilat. Baru saja Naila ingin menutup pintu ia melihat wanita itu kembali datang ke kamar Brian dengan berkas di dalam dekapannya. Naila menghela nafas sebal. Bisa-bisanya dia melakukan hal itu. Kenapa wanita itu suka sekali ke kamar kekasihnya. "Sampai kapan kau akan menahan makanan itu. Aku lapar."Ketika Naila menoleh ke asal suara, Zayn tengah bersandar di dinding seraya memperhatikannya dengan bir yang berada di sebelah tangannya. Naila kembali melihat ke arah luar, dan melihat Keisha kembali masuk ke dalam Apartemen Brian. Naila menutup pintu Apartemen Zayn dan membawa masuk makanan itu yang ia taruh di atas meja. Naila mendaratkan bokongnya di atas sofa, menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa lalu memejamkan mata dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Zayn hanya menggelengkan kepalanya terheran melihat tingkah mantan kekasihnya itu yang kekanakan. Zayn membuka plastik, ia memesan 2 nasi kotak yang Restorannya berada di sekitar Apartemen. Ia mendorong satu kotak ke arah Naila sementara ia membuka kotak lain untuk dirinya sendiri. "Makanlah. Kau butuh energi untuk menangis semalaman." Hampir saja Naila melemparkan bantal sofa ke arah Zayn, kalau saja tidak melihat pria itu sedang makan. Naila menyilangkan kedua kakinya di atas sofa lalu ia menarik nafas kemudian menghembuskan nafasnya secara perlahan, mencoba untuk menenangkan diri. Zayn mendengus memperhatikannya. Ia hanya mengunyah makanannya dan tidak ingin peduli dengan apa yang wanita itu sedang lakukan. Zayn bahkan hafal gerakan itu karena sudah terbiasa melihatnya selama beberapa tahun terakhir. "Kau jadi mirip dengan ayahmu. Dia sering melakukannya jika kau membuat nya marah-marah."Ucapan Zayn membuatnya mendapatkan lirikan tajam dari Naila. Zayn membuatnya kehilangan konsentrasi dalam menenangkan pikiran. Selalu saja. "Makan saja dan jangan ganggu aku." "Apa kau sadar jika kau yang terus-menerus mengangguku. Dan kini kau yang melemparkan kalimat itu padaku. Hebat sekali nona. Kurang baik apa aku. Mentraktirmu ice cream. Membantumu membuntuti Brian, dan kini mentraktir mu makan malam. Dan jangan lupa. Memberikan tempat bagimu untuk mengintai." "Baiklah tuan. Terima kasih banyak atas semuaaaaa kebaikanmu. Jika kau menikah nanti aku akan memberikanmu hadiah yang sangat besar." Zayn terhenyak untuk beberapa saat, kunyahan nya terhenti dan membatu menatap Naila sebelum memalingkan wajahnya dan kembali mengunyah makanannya. Naila mengambil kotak makanannya dan mulai menyantapnya, bibirnya meringis ketika merasakan lembutnya daging dan betapa lezatnya makanan itu. "Ini enak. Tapi masih lebih enak masakan appa."gerutu Naila. Namun kemudian ia memperhatikan Zayn yang membuat pria itu menatapnya bingung. "Ada apa!."seru Zayn dengan tampang kesal. Naila memperhatikannya seraya mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya. Lalu berkata.. "Aku merindukan masakanmu. Kapan-kapan masakan aku sesuatu."Zayn menaruh sumpitnya dan menatap Naila dengan kedua mata melotot. Wanita ini benar-benar menguji kesabarannya. Kenapa ia bisa menyukainya dulu. "Lagi kau membuatku repot. Kau benar-benar tidak tahu diri."tidak tahu diri dia bilang. Perkataan itu membuat Naila menatap Zayn tajam. Kekesalan terbit dalam benaknya. "Masih bagus aku menyukai makananmu."ucap Naila tak kalah kesal. "Kau memang suka semua makanan. Makanan apa yang tidak kau suka." "Aku memujimu dan kau marah-marah padaku!."ucap Naila dramatis. "Jangan memujiku jika kau hanya akan membuatku repot. Makanlah dan tutup mulutmu, jika kau berbicara kau hanya merepotkanku saja." Naila mengunyah makanannya dengan cepat, tidak ada hari dimana ia dan Zayn tidak memperdebatkan sesuatu. Kadang-kadang Naila merasa bagus mereka putus, karena tidak ada kecocokan di antara mereka dimana Naila atau Zayn akan menuruti apa yang mereka inginkan. *** Zayn tengah menonton TV sementara Naila terus memperhatikan ponselnya. Tidak ada satu pesanpun dari Brian. Naila bangkit berdiri dan berjalan menuju balkon Apartemen Zayn. Ia menggeser pintunya dan berjalan keluar. Memperhatikan kamar Brian yang berada tepat di sebelahnya. Rasanya ingin sekali meneriaki nama laki-laki itu dan berkata. Sedang apa kau dengan wanita ular itu. Tapi Naila tidak bisa melakukan nya. Rasanya dua kali lipat lebih menyebalkan karena tidak bisa melakukan apapun ketika melihat kekasihmu bersama dengab wanita lain. Brian mungkin akan mengatakan jika wanita itu teman satu kantornya dan sedang bekerja bersama. Tapi teman kantor mana yang bekerja bersama hingga jam 10 malam dan juga berduaan di dalam Apartemen. Naila merasa frustasi memikirkannya. Ia mengirimkan chat pada Brian jika dia merindukannya. Pandangannya tak beralih dari balkon Apartemen Brian yang masih bersinar. Naila tidak bisa diam, menggerutu dan berjalan mondar-mandir tak jelas. Brian belum juga membaca pesannya namun tiba-tiba ia menjadi panik ketika pintu balkon Apartemen Brian terbuka dan Brian muncul dari balik pintu, membuat Naila seolah terkena serangan jantung. Ponselnya berdering dan membuatnya kalang kabut. Saking terkejutnya tangannya tersentak hingga membuat ponselnya terjun bebas dari lantai 9 menuju lantai 1. Naila rasa dunia baru saja berakhir. Naila berjongkok untuk menyembunyikan dirinya dari Brian, ia ingin sekali berteriak namun tidak bisa karena Brian ada di sana. Sebelah telapak tangannya menutup mulutnya rapat-rapat. Yang Naila bisa lakukan hanyalah berteriak tanpa suara. Rasanya bisa sesakit ini. Ia berlari seperti orang gila masuk ke dalam Apartemen Zayn dengan cara membungkuk, menyembunyikan dirinya yang bahkan tak berhasil ia sembunyikan karena Brian melihatnya. Namun tidak dengan wajahnya. "Kau sedang apa?."Zayn memerhatikan Naila yang aneh nya terlihat semakin tidak waras karena kekasih nya yang selingkuh. Naila berbaring di atas sofa seraya menenggelamkan wajahnya di bantal sofa. Berteriak sekencang-kencangnya di sana. Kedua kakinya mengentak-hentak keras sofa bak bocah berumur 5 tahun hang merengek meminta dibelikan mainan. Begitu kesal, marah dan Naila rasa ia bisa gila sebentar lagi. Lalu ia kembali duduk dengan cepat lalu menunjuk ke lantai denga wajah gelisah. Panik bukan main. "Ponselku Zayn. Jatuh ke lantai 1. Aku harus bagaimana sekarang huaaaaa...... Brian meneleponku. Aku panik karena dia keluar menuju balkon dan jika dia melihatku. Ponselku malah terlepas dari tanganku. Betapa bodohnya aku." "Kau baru sadar jika kau bodoh. Kau memang sangat bodoh. Haish.. Tunggu di sini. Aku akan mengambil ponselmu." Zayn tidak mau Naila ikut bersamanya, wanita itu pasti tidak bisa berhenti bersikap dramatis dan membuat semua orang melemparkan tatapan aneh ke arah mereka berdua. Akan lebih baik dia pergi sendirian, dan mengambil ponsel itu sesegera mungkin lalu menghentikan melodrama yang tengah Naila lakukan. *** Naila menatap nanar ponselnya yang kini berada di hadapannya, lcdnya pecah dan ponselnya sudah mati. Dan mati sudah harapannya berbicara dengan Brian malam ini. "Maafkan ibu. Ibu tidak bisa melindungimu."gerutu Naila seraya memeluk ponselnya. Zayn meringis menatap horor mantan kekasihnya yang sepertinya memang sudah tidak waras. Ia beralih menatap layar TV yang menampilkan acara talkshow. Berusaha mengalihkan pandangannya dari Naila yang jika melihatnya terus membuatnya sakit kepala karena tingkahnya yang terus saja tidak bisa diam. Sikapnya membuat Zayn bingung, bagaimana bisa dia naksir dengan wanita itu dulu. "Berlebihan mengangkat ponsel itu sebagai anak mu sendiri." "Diamlah. Aku sedang berduka cita. Ponsel ini ku beli dengan uang gaji pertama ku. Aku terlalu senang memamerkan nya di hadapan appa. Karena ini pertama kalinya aku membeli barang keinginanku tanpa menggunakan uangnya. Tapi kini sudah tiada. Huaaaa... Aku sedih sekali sampai aku ingin menangis. Tapi kenapa air mataku tidak bisa keluar juga." Zayn bangkit berdiri dan pergi menuju meja, membuka salah satu laci dan mengeluarkan ponsel lamanya lalu menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Naila. "Pakai dulu itu dan telepon kekasihmu agar kau tidak menangis hingga rasanya ingin mati seperti itu. Besok belilah ponsel baru dan hentikan drama ini."Setelah menaruh ponsel itu Zayn pergi dari hadapannya untuk menuju ke dalam kamarnya. "Eoh. Zayn. Aku mencintaimu. Kau benar-benar sangat baik. Terima kasih. Kau adalah pahlawan."ucapan Naila membuat langkah Zayn berhenti di ambang pintu kamarnya. "Jika kau menemukan istri nanti. Dia pasti akan sangat beruntung mendapatkanmu." Tubuhnya berbalik untuk melihat ke arah Naila dan mendapati wanita itu tengah mencoba memasang kartunya ke dalam ponsel lamanya. Lalu Zayn melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Mendudukan dirinya di pinggir ranjang tempat tidurnya dengan kedua tangan bertaut. Zayn tahu, ungkapan yang Naila katakan tidak berarti apapun di mulutnya. Kata Cinta yang dia katakan tidak seperti apa yang Zayn harapkan. Tapi tetap saja, kata itu berhasil membuat jantungnya kembali berdebar. Bibir nya tersenyum, namun sedikit perih dengan kalimat akhir yang ia harapkan tentang wanita yang akan mendapatkannya. Apa Zayn bisa menemukan wanita yang tepat. Bisakah! Berkali-kali ia berpikir tentang hal ini. Pengalaman pacaran nya hanya bersama dengan Naila. Tidak ada wanita lain. Bahkan ia belum tertarik pada siapapun, bahkan pada wanita yang coba ibunya dekatkan. Dan kini ia malah kembali berdekatan dengan mantan kekasihnya. Bahkan mungkin terlalu dekat. Helaan nafas berat keluar dari bibirnya. Zayn mengusap rambutnya ke belakang. Telinganya mencoba mendengar apa yang tengah Naila katakan pada Brian. Zayn tak pernah mau mendengarkan pembicaraan orang lain, tapi anehnya ia terlalu pemasaran dengan pembicaraan antara Naila dan Brian. Zayn memaksa Naila untuk pulang namun wanita itu tak mau juga. Ia bersikeras untuk melihat Brian berangkat bekerja. Jika dia bersama dengan wanita itu lagi maka Naila berencana untuk memergokinya dan bertanya langsung kenapa mereka bersama terus-menerus. Akhirnya Zayn mengalah, namun meminta Naila untuk memberikan kabar jika ia tidak pulang kepada ayahnya. Naila memberikan pesan jika dia menginap di rumah teman wanitanya. Menunjukan isi pesan itu ke hadapan wajah Zayn agar pria itu berhenti ngomel-ngomel. Zayn menyuruh Naila tidur di kamarnya sementara Zayn akan tidur di sofa ruang tamu. Brian mengatakan jika ia sedang bekerja bersama dengan teman kantornya. Tapi tak menjawab apakah itu laki-laki atau perempuan. Namun ia berkata jujur sudah membuat hati Naila terasa lega. Sedikit, karena kecemburuannya belum padam. Naila akhirnya tertidur setelah berpikir keras mengenai Brian dan wanita itu. *** Zayn merasa sangat mengantuk, matanya terpejam dan sesekali terbuka dengan samar untuk melihat ruangannya dan memastikan ia tak menabrak sesuatu. Zayn terbangun pada tengah malam untuk pergi ke toilet. Lalu ia kembali menuju kamarnya, membanting tubuhnya ke atas kasur dan benar-benar memejamkan mata. Zayn membalikan tubuhnya dan merasakan sesuatu menyentuh pipinya, lalu ada sesuatu yang menindih kakinya. Zayn mulai bertanya-tanya apa itu. Matanya memang sudah terlalu berat untuk terbuka, namun ia harus memastikan kejanggalan itu. Ketika ia membuka matanya, Zayn hampir saja terjerembab kalau saja sebelah tangannya tidak reflek menahan bobot tubuhnya dengan cara berpegangan pada head board tempat tidur. Wajah Naila begitu dekat, sebelah tangan wanita itu menyentuh pipinya, sementara kakinya berada di atas kaki Zayn. Ini terlalu dekat, Zayn merasa kesadarannya pulih sangat cepat. Kehadiran Naila di atas ranjangnya membuat kesadarannya bangkit mendadak. Ia baru ingat jika wanita itu bermalam di Apartemennya. Zayn sangat terkejut karena mendapati Naila di atas ranjangnya. Zayn ingat seharusnya ia tidur di sofa ruang tamu. Dengan perlahan Zayn mencoba untuk melepaskan diri, Naila terlalu menempel padanya, jika wanita itu bangun dan melihat Zayn ada di sini, Zayn yakin ia akan di maki habis-habisan oleh Naila. Bahkan mungkin kata makiannya bisa membangunkan segedung Apartemen dan membuatnya di tendang keluar dari gedung ini. Dan tentunya wajah tampannya akan muncul di media sosial. Itu sangat memalukan. Zayn melepaskan diri, turun dari kasurnya dengan amat perlahan agar tidak membangunkan Naila. Zayn berhasil melepaskan diri, ia berdiri dan berniat untuk segera pergi. Namun langkahnya tertahan, Zayn membetulkan selimut di tubuh Naila, menaruh ponsel lamanya di atas meja. Kemudian ia berlari dengan cepat menuju pintu kamar dan segera keluar dari sana. Zayn terbangun lebih dulu, ia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Ketika ia masuk ke dalam kamar Naila masih tertidur, meringkuk di atas tempat tidur seperti bayi. Zayn sudah pernah melihat Naila tertidur, ketika ia sakit Zayn menemaninya sepanjang malam. Sudah terbiasa melihatnya tertidur bahkan mendengar racauan tak jelasnya. Zayn terkekeh, melihat Naila tertidur memang tidak membosankan. Wanita itu terlihat seperti bocah yang meringkuk dan sesekali meracau. Zayn meninggalkannya, pergi membersihkan diri dengan cepat agar bisa memesan sesuatu untuk sarapan. Ketika ia selesai dengan pakaian lengkap, keluar dari toilet dengan handuk di kepala. Mulutnya ternganga ketika melihat ibunya berdiri dengan kedua tangan terlihat di depan d**a. Menatapnya dengan kedua mata melebar yang nampak menyeramkan. Zayn melirik Naila, wanita itu masih tertidur lalu kembali menatap ibunya yang tak kalah terkejutnya seperti ekspresinya saat ini. Pasti dia sangat terkejut karena Naila ada di sini. Di dalam kamarnya. Naila terbangun, kedua matanya mengerjap, samar-samar ia menemukan Zayn di sana, melihatnya dengan ekspresi aneh yang entah kenapa ia menunjukan ekspresi terkejut begitu pagi ini. Ketika Naila mengedarkan pandangannya seraya merenggangkan kedua tangannya, kedua matanya membesar terkejut hingga spontan tubuhnya bangkit terduduk dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. "Apa yang kalian sedang lakukan berdua di kamar ini!."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD