"Aku tidak pernah berpapasan dengan mereka bahkan kekasih tukang selingkuhmu itu. Kecuali pria m***m yang baru saja berkenalan denganmu. Selebihnya aku tidak pernah dan bahkan tidak berminat untuk saling menyapa. Jika kau pikir ini prank. Caritahulah sendiri dengan bertanya langsung pada Brian apa dia mengenalku. Jika dia bilang mengenalku sebagai tetangga maka kau pasti tahu jika aku sangat terkenal karena aku sudah kaya."
Naila baru saja ingin protes tapi sudut matanya menangkap bayangan seseorang di ujung koridor. Wanita ular itu keluar dari dalam kamar Apartemennya dengan kedua tangan yang memakai sarung tangan seraya mengangkat panci.
Naila memalingkan wajah nya sementara Zayn lebih mendekat ke arah Naila agar bisa menutupi Naila yang berada di hadapannya. Wanita itu nampak terkejut ketika melihat Zayn di sana. Bibirnya tersenyum canggung, sementara Zayn melihatnya dengan ekspresi datar dan mengatakan tak apa-apa.
"Maaf aku menganggu kalian."ucap wanita itu. Ia berjalan ke arah kamar Apartemen Brian, menekan tombol menggunakan sikunya. Naila menjadi gugup, bagaimana jika Brian keluar dan memergokinya tengah bersama dengan Zayn.
"Eoh. Keisha. Ada apa? Apa ini?."
"Aku membeli sup ikan tadi dan sudah di panaskan, kau mau? Kita bisa makan malam bersama. Kau belum beli makan malam kan? Ayo makan malam bersama."
Brian terdengar canggung. Brian menangkap sesuatu bayangan di sudut matanya dan menoleh untuk melihat dengan jelas. Spontan Naila bergerak mundur untuk masuk ke dalam kamar Apartemen Zayn yang pintunya sudah terbuka sejak tadi. Zayn hanya memperhatikannya sebelum kembali melihat ke arah Brian dan wanita itu. "Maaf."ucapnya sebelum masuk ke dalam kamarnya menyusup Naila.
Naila menahan pintu Zayn yang hampir tertutup, mengintip di sela-sela pintu untuk melihat apa yang akan mereka lakukan. Beberapa kali bibirnya menggerutu. 'Jangan. Jangan Brian. Ingat jika kau punya kekasih. Jangan bawa masuk wanita itu ke kamarmu.'
"Baiklah. Masuklah. Kita makan di dalam."ucap Brian.
"JANGAN."teriak Naila spontan. Hal itu membuat Brian dan Keisha menoleh ke arah kamar Zayn yang tiba-tiba tertutup rapat.
Naila bersandar pada daun pintu lalu memukul keningnya sendiri. "Dasar bodoh. Kenapa aku berteriak."gerutunya sebal.
Naila tersadar jika Zayn tak ada di sana, sepertinya dia sudah masuk. Naila melepaskan sepatunya lalu berjalan masuk ke dalam Apartemen Zayn. Apartemen itu sangat, tapi kamar Zayn lebih banyak prabotan dan memiliki atmosfer yang berbeda dengan Brian. Posisinya hampir sama dengan Brian, tapi kamar Brian lebih di d******i dengan warna hitam dan putih. Sementara Zayn lebih simple, coklat dan putih.
Perabotannya juga lebih banyak, dan tentunya lebih rapih di bandingkan Brian. Naila melihat ke arah foto yang terpajang di dinding, foto keluarganya. Tentunya bukan Zayn yang memajangnya di sana. Semua dekorasi ini pasti ibunya. Siapa yang tidak tahu itu. Pandangan Naila terhenti pada sebuah kaktus kecil yang terhias di samping jendela. Naila berjalan mendekati kaktus itu dan berdiri di sana memperhatikan nya dengan bibir tersenyum. Itu adalah pemberiannya dulu, Naila membelinya dan meminta Zayn agar menyimpannya. Karena Naila tak tahu apa yang harus ia berikan pada Zayn.
"Kau masih menyimpan kaktus ini? Aneh sekali. Kau seharusnya tidak menyimpan barang dari mantan kekasihmu."
Zayn muncul dari dapur dan menaruh dua cola, juga dua kaleng bir yang ia ambil dari dalam kulkas nya ke atas meja di ruang tengah.
"Kenapa kau berikan kaktus itu padaku? Aku masih penasaran."
Naila berbalik memandang Zayn laku menghampirinya yang berdiri di sebelah meja di depan sofa. Naila menghampirinya dan mengambil kaleng bir dan berniat membukanya. Namun Zayn merebut bir itu dari tangannya.
"Kau cola."ucapnya yang membuat Naila memberenggut sebal.
"Aku bukan anak kecil."gerutunya yang hanya di balas dengan sebelah alis Zayn yang terangkat dengan ekspresi acuh. Naila mengambil colanya, melepaskan tasnya yang terasa mengganggu dengan melemparkannya ke atas sofa.
"Aku melihat rekomendasi hadiah untuk pria di naver dan semuanya menunjukan list barang-barang mahal. Aku rasa admin nya adalah pria, mereka menunjukan list seperti kamera, ponsel baru, peralatan game. Tapi hanya menuliskan list boneka, bunga, pajangan untuk para wanita. Itu sangat tidak adil. Kenapa hadiah untuk laki-laki lebih mahal ketimbang perempuan. Aku ingin sekali menuntut pemilik blog itu. Curang sekali. Tidak adil. Jadi aku memberikanmu hadiah yang pertama kali ku lihat. Tidak ku sangka kau masih menyimpannya."
Naila ingin membuka colanya namun cola itu terbalik di genggamannya, lalu ketika ka membukanya sambil bicara cairan itu seolah meledak hingga mengenai pakaiannya. "Kau sengaja melakukannya?!."
"Kau berbicara dengan tangan yang tidak bisa diam sambil memegang cola. Dasar bodoh. Awas karpetku kena colanya."
"Auhh.. Aku akan menyiram karpet ini sekalian."gerutu Naila sebal. Pria baru kaya memang sangat menyebalkan, berapa harganya karpet itu. Naila rasa ia ingin menejejelinya dengan karpet milik ayahnya yang juga tak kalah mahal.
Zayn pergi menuju kamarnya dan kembali dengan sebuah baju berwarna hitam yang ia ambil dari dalam lemarinya.
"Ganti pakaianmu cepat. Berikan colanya padaku."Naila menyerahkan colanya pada Zayn, lalu berjalan menuju kamar laki-laki itu untuk berganti pakaian.
Zayn duduk di sofa cukup lama dan melihat ke arah kamar nya yang masih tertutup. Zayn ingin sekali mandi, tapi wanita itu tidak juga membuka pintu kamarnya. Zayn sudah menghabiskan satu kaleng bir dan Naila belum juga keluar dari dalam sana. Lalu ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamarnya dan Naila menyuruhnya untuk membuka saja. Ketika Zayn membuka kamarnya Naila tengah menempelkan telinganya di dinding kamar. Seolah sedang menguping Brian hang kamarnya berada di sebelah nya.
"Memangnya terdengar."
"Aku sedikit mendengar suara."
"Mungkin mereka sedang bercinta."
"Kau benar-benar mau kuhajar ya! Brian bukan pria seperti itu."
Zayn mengendikkan bahunya, membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar, lalu mengambil baju Naila yang terkena cola di lantai dan melenggang masuk ke toilet tanpa memperdulikan Naila di sana.
***
Naila tidak mendengar apapun, ia memukul dinding itu dengan keras dengan wajah kesal. Tapi dia bisa mendengar Brian batuk tadi. Ini tidak kedap suara kan. Sepertinya tidak. Tiba-tiba suara pintu terbuka, Naila semakin menempelkan telinganya, lalu seseorang seolah berdisi di sebelahnya. Ketika Naila menoleh Zayn berdiri di sana, membuka lemarinya untuk mengambil kaus karena saat ini ia hanya memakai celana hitam selutut dengan tubuh polos.
Naila menutup pandangannya dengan telapak tangannya yang menutup wajahnya agar tidak melihat Zayn di sana. "Apa kau sedang mencoba memamerkan tubuhmu di hadapan ku setelah ku bilang tubuhmu banyak lemak."gerutu Naila yang membuat Zayn meliriknya.
"Kau berada di kamarku. Aku tidak memakai baju jika berada di kamar ku. Kau yang masuk ke dalam area privasiku."
"Tapi kini ada aku. Cepat pakai bajumu. Aku tidak keberatan kau memamerkan tubuhmu, tapi aku tidak mau kau beranggapan aku menyukainya. Brian mungkin masih lebih bagus."
Zayn menutup pintu lemarinya dengan keras, hal itu membuat Naila meliriknya dari sela-sela jemarinya. Zayn memakai kausnya dan melihat Naila sinis. Menyebalkan sekali mendengar Naila kerap kali memuji Brian di hadapannya.
"Pulang sana. Ayahmu mungkin mencarimu. Itu juga kalau dia masih ingat jika memiliki seorang Putri."Zayn berkata seraya berjalan keluar dari kamarnya. Naila ingin sekali memukulnya karena berkata seenak jidatnya begitu. Menyebalkan sekali.
"Aku akan menginap dan melihat Brian berangkat kerja."
"HEI. Naila. Sampai kapan kau akan merepotkanku terus."
"Sampai aku mati. Kau dengar."