bc

The Third Person || Bahasa Indonesia

book_age16+
50
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
friends to lovers
scandal
CEO
drama
sweet
bxg
city
first love
bodyguard
like
intro-logo
Blurb

Zayn dan Naila dulunya adalah sepasang kekasih, selama bertahun-tahun hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah, kedua orang tua mereka sangat menyayangkan hal itu, mengingat sudah bertahun-tahun bersama dan saling menyukai satu sama lain.

Naila mencoba melupakan Zayn dengan berkencan lagi, namun ia malah mencurigai kekasihnya Brian selingkuh di belakangnya. Lalu ia meminta Zayn untuk membantunya menyelidiki sang kekasih.

"Hentikan... kalian jadi terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar jika seperti ini."ujar Ethan merasa pening mendengar perdebatan di antara kedua orang itu.

"DIAM!."ucap Naila dan Zayn secara bersamaan. Ethan terkejut, kenapa mereka kompak jika sedang berteriak ke arahnya.

"Mana ada sepasang kekasih, kami ini jelas musuh dalam perang."Naila bertolak pinggang menatap Zayn dengan wajah mendongak angkuh. Ia membenci Zayn dan begitu kesal padanya.

Jika bisa menghilangkan seseorang maka Naila ingin sekali menghilangkan Zayn dari muka bumi ini.

chap-preview
Free preview
BAB 1 – Suspicious
Langit mulai menggelap, jalanan terlihat ramai di penuhi orang-orang yang menikmati malam akhir minggu mereka. Seorang wanita berlari dengan cepat, terlihat begitu terburu-buru menuruni bus untuk sampai di sebuah Restoran yang menjadi tempat perkumpulan alumni SMA Sky High Rambut panjang di bawah bahu yang ia biarkan tergerai bergerak bersamaan dengan langkah kakinya yang ringan. Wanita itu sampai di tempat tujuannya, lonceng berdenting ketika sebelah tangannya mendorong pintu hingga terbuka dan berjalan masuk ke dalam. Matanya melirik ke arah kanan dan ke kiri, mencari-cari seseorang yang ingin ditemuinya. "NAILA DUCAN."teriak seorang wanita dari arah meja yang berada di ujung ruang melambaikan tangannya, wanita itu tersenyum dan bergegas menghampiri mereka. "Oh... lihat, kau tidak berubah."puji Jina ketika melihat wanita itu mengambil tempat di sebelah kanannya. Naila mengenakan kaus berlengan pendek berwarna hijau army dan rok putih coklat 7 cm di atas lutut dengan sepatu sport putih. "Kau pikir aku bunglon. Banyak juga yang datang."Naila mengedarkan pandangannya, melihat-lihat. Sepanjang meja ini hanya ada teman-teman dekat mereka. Ethan duduk di sebelah kanannya terlihat asik mengobrol dengan Dilan yang duduk di hadapannya. Pria itu mengaduh ketika dengan sengaja Naila memukul pahanya hingga menimbulkan suara keras. "Sudah lama tidak bertemu Ethan."seru Naila bergitu bersemangat. Senyum di bibirnya melebar cerah, matanya sedikit menyipit ketika ia tersenyum. "Apa nya yang sudah lama, kita bahkan selalu bertemu hingga aku muak denganmu."ucapan Ethan kembali membuatnya mengaduh kesakitan karena hal itu membuat Naila kembali memukulnya. Ethan dan Naila bekerja dalam satu perusahaan yang sama itulah kenapa mereka sering kali bertemu. "kau akan terikat denganku selamanya, jadi berbanggalah."Dilan terkekeh mendengar ucapan Naila, ia bahkan sampai tersedak karenanya. Wanita itu tak bisa diam, bahkan kini ia menyenggol kaki Ethan hingga membuat laki-laki itu melihatnya dengan wajah masam. Kadang-kadang Ethan bersumpah ingin mengenggelamkannya di Sungai Han, bagaimana bisa ada wanita tidak bisa diam sepertinya. "Jangan sapa aku, seharusnya kau sapa pria yang duduk di hadapanmu saat ini."Naila menoleh ke sisi kanan dengan cepat hingga membuat rambut panjangnya terkibas. Seketika Naila menyesal karena mengikuti saran Ethan. Tunggu sejak kapan pria itu duduk di sana. Ketika tiba tadi Naila tidak memperhatikan apakah seseorang duduk di hadapannya, ia terlalu antusias dengan Restoran yang di penuhi dengan para alumni dari sekolahnya. Kenapa harus pria itu. Naila merasa cahaya mulai redum dan digantikan dengan kilatan petir yang terdengar bergemuruh di telinganya. Naila menyipitkan kedua matanya menatap pria itu, rasanya mood nya baru saja runtuh, menghilang entah kemana. Musnah ketika melihat pria itu duduk dengan santainya menegak bir seolah tidak ada dirinya di sana. Seharusnya ia bersikap tidak peduli, tapi Naila tidak bisa melakukannya. Berhadapan dengannya lagi setelah sekian lama. Kenapa dari sekian banyak pria di kelasnya harus pria itu yang duduk di hadapannya. "Excuse me... Siapa yang menyuruhmu duduk di sana. Kau tahu,"Naila menaruh kedua sikunya di atas meja, kedua telapak tangannya menutup wajahnya lalu terbuka. "kau menghalangi pandanganku." "kau juga menghalangi pandanganku. Benar-benar pemandangan yang buuuruk."Sudut bibrinya tertarik membentuk senyum sinis, wajahnya sangat menyebalkan untuk dilihat. Naila berdiri menarik tasnya untuk pergi, namun Ethan menarik lengannya hingga membuat Naila kembali duduk di kursinya. "jika kau tidak memiliki rasa padanya untuk apa kau menghindarinya."Ucapan Ethan benar, tapi kenapa dia mengatakan itu dengan keras. Dasar Ethan bodoh."Siapa juga yang memiliki rasa padanya. Aku hanya berdiri sebentar untuk meregangkan tubuhku, aku terlalu lama duduk tahu." Naila memutar kedua bola matanya malas, ia meraih gelas bir yang berada di hadapannya lalu meneguknya dengan perlahan. Ia tak terbiasa minum, tapi entah kenapa rasanya seperti terdorong melakukan sesuatu yang tak kau inginkan ketika berada di hadapan seseorang yang kau benci. Contohnya seperti apa yang Naila lakukan sekarang. "Zayn... apa kau punya kekasih sekarang? Sudah lama aku tidak mendengar kabarmu. Kudengar kau menjalankan bisnis Cafe dan memiliki cabang dimana-mana. Wanita yang mendapatkan mu nanti pasti akan sangat beruntung." Hanya perasaannya saja atau Ethan sedang memanas-manasinya. Naila mengendus sebal, matanya memincing melirik Ethan yang berada di sebelahnya, pria itu berkata sambil melirik ke arahnya. Jujur saja, Naila ingin sekali mencolok mata Ethan sekarang. Naila menendang kaki Ethan sebelum melipat kedua tangannya di atas meja dan berkata. "Brian memiliki penghasilan yang sangat besar sebagai seorang konsultan di sebuah perusahaan besar. Jejang karirnya sangat bagus begitu pula otaknya. Jika dia keluar dari satu perusahaan maka perusahaan lainnya akan siap menerima kecerdasan otaknya." Naila mengibaskan rambutnya sebelum menopang dagunya dan melemparkan tatapan tajam ke arah Zayn. Pria itu terkekeh lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Naila, matanya menatap Naila tak kalah tajam. Entah kenapa Zayn malah terpancing dengan apa yang Naila katakan. "Pengusaha tidak memiliki boss yang suka memerintah." Sudut bibir Naila tertarik, senyumannya nampak sinis dan ia terlihat tidak mau kalah. "Jika kau menikah, seorang istri akan memerintahmu." "kalau begitu aku akan mencari wanita yang mau menurut pada setiap perkataanku, wanita cerewet, suka memerintah, kekanak-kanakan, yang lebih suka ice cream vanila dibandingkan bir, bukanlah tipe wanita favoriteku." Naila bukannya mau terlalu percaya diri dengan apa yang Zayn katakan, tapi jelas itu adalah sifatnya. Dasar pria arogan yang tidak memiliki perasaan. "Aku juga tidak suka pria yang suka mengatur-atur, berkata kasar, makhluk rebahan yang tidak memiliki semangat hidup tinggi juga sangat membosankan." Perasaannya saja atau Jina merasa aura di sini menjadi hitam, berkabut, dan cukup menegangkan. Wanita itu merasa canggung, bahkan ternyata bukan dia saja. Sepanjang meja ini menjadi kaku, tiba-tiba saja Jina tertawa garing dan diikuti oleh teman-temannya yang lain dengan canggung. "ekhem... kenapa rasanya sangat panas. Bisa besarkan sedikit suhu AC nya."seru Jina menatap pelayan Restoran yang tengah berkeliling menaruh minuman. Siapa yang tidak tahu tentang hubungan Naila dan Zayn, mereka menjalin kasih sejak duduk di kelas 1 SMA hingga kini ketika usia mereka menginjak 27 tahun, sudah 9 tahun mereka berpacaran dan kandas begitu saja. Kini sudah 2 tahun mereka putus, Naila sendiri sudah menjalin hubungan dengan Brian yang sudah berjalan selama 6 bulan. Mereka disebut sebagai pasangan goals siapa sangka hubungan itu tidak sampai pada jenjang pernikahan. Padahal hubungan mereka sudah menyentuh usia yang matang untuk melangsungkan pernikahan. Tidak perlu ada keribuatan yang menimbulkan aura panas, cukup dengan bertemu mantan, suhu akan menjadi panas hingga terasa seperti terbakar. *** Acara itu selesai pukul 10 malam, beberapa dari mereka bahkan mabuk karena terlalu banyak minum, Naila sama sekali tidak. Kesadarannya masih utuh, bahkan birnya hanya diteguk sangat sedikit karena ia tidak suka minum-minum, tadi itu hanya formalitas. Naila menoleh ke arah kiri untuk mencari taksi, ia akan pulang naik taksi saja jika bus, ia akan berjalan sedikit lebih jauh untuk sampai di area rumahnya. Ethan dan Zayn keluar dan mengambil tempat di sisi kiri Naila. "Naila. Kau pulang naik taksi? Brian tidak menjemputmu?."tanya Ethan ketika melihat teman wanitanya itu nampak sibuk memperhatikan jalanan. "eoh.. dia sedang lembur."sahutnya tanpa menoleh ke arah Ethan, Naila tahu Zayn ada di sana dan dia tidak mau melihatnya lagi. Tidak melihatnya untuk terakhir kalinya pasti lebih baik. Naila mulai kehabisan kata-kata untuk membuatnya bisa berada satu tingkat di atas Zayn. Kenapa sombong bisa merepotkan seperti ini. "Seharusnya seorang pria menjemput kekasih wanitanya di jam selarut ini."sindiran Zayn membuat Naila menyipitkan matanya. Pria itu cari gara-gara padanya, padahal Naila sudah mencoba untuk menghindar. Naila menoleh pada Zayn dengan cepat, rambutnya terkibas hingga membuat Dilan yang baru keluar dari dalam menghindar dengan cepat. "Kau pikir kau lebih baik, bukankah seseorang sering memaksamu untuk melakukan hal itu hingga dia berteriak di dalam telepon."ucap Naila membuat bibir Zayn berkedut, wanita ini menyindirnya dengan membuka cerita lama yang seharusnya sudah terkubur dalam-dalam. Ethan menahan tawa, melihat kedua orang itu bertengkar seperti saat ini malah membuatnya merasa lucu. Tatapan kedua nya begitu intens hingga Ethan merasa tatapan mereka bisa saling membakar seisi kota. Ethan sudah bersama dengan Naila dan Zayn sejak SMA, jika di bilang sebagai saksi hubungan, maka sepertinya itu benar.  Ethan juga menyayangkan putusnya mereka berdua. Ethan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia kebingungan bagaimana menghentikan perseteruan ini. Kenapa setiap kata yang keluar dari bibirnya menjadi bumerang. Walau ia kadang sedikit menikmati pertengkaran kecil itu. "Hentikan... kalian jadi terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar jika seperti ini." "DIAM!."ucap Naila dan Zayn secara bersamaan. Ethan terkejut, kenapa mereka kompak jika sedang berteriak ke arahnya. "Mana ada sepasang kekasih, kami ini jelas musuh dalam perang."Naila bertolak pinggang menatap Zayn dengan wajah mendongak angkuh. Ia membenci Zayn dan begitu kesal padanya. Jika bisa menghilangkan seseorang maka Naila ingin sekali menghilangkan Zayn dari muka bumi ini. "Kau masih saja kekanakan."Zayn mencondongkan tubuhnya ke arah Naila. Menatapnya dengan ekspresi mencemooh. Kenapa setiap orang tidak mau bertemu dengan mantannya, sekarang Naila mengerti bagaimana rasanya. Tapi Naila bukan karena sakit hati, melainkan karena akan mengungkit hal-hal berbau masa lalu dan membuatnya menjadi sebuah ejekan. "akhh..",rintih Zayn ketika Naila menyundul kepalanya hingga menabrak kening Zayn dengan keras, lalu Zayn kembali merasakan sakit ketika Naila menendang kakinya. "HEEEIIII."teriak Zayn ketika Naila berjalan pergi meninggalkannya begitu saja menuju pinggir trotoar. Naila merasa senang sudah melakukannya, sudah lama sekali ia ingin melakukan hal itu pada Zayn. Pria itu memang pantas dihajar. Ia mengibaskan rambutnya dengan rasa percaya diri, kenapa memukul seseorang bisa sesenang ini, apa karena itu Zayn. "TAKSI."teriaknya seraya mengangkat sebelah tangannya ke atas. *** Kini Naila sedang berada di dalam Taksi, beberapa kali ia mengecek ponselnya. Brian tak kunjung menghubunginya. Hal itu membuat Naila gelisah, sudah 2 minggu Brian bersikap seolah ia adalah orang lain. Jarang sekali menghubungi Naila ataupun memberikan kabar padanya. Hal ini membuat Naila curiga, beberapa kali Naila merasa Brian menutupi sesuatu darinya. Ponselnya terkunci dan ia selalu menjawab telepon menjauh dari Naila. Naila menghela nafas kesal, ada apa dengan Brian. Ketika Naila sampai di rumahnya ia bergegas naik ke lantai 2 dengan langkah terburu-buru, ia tak mau bertemu dengan ayahnya dan menceritakan tentang keseruan pertemuan alumni di SMA, ia tahu arah pembicaraan itu. Sudah 2 tahun dan ayahnya selau bertanya tentang Zayn, itulah salah satu alasan kenapa Naila sangat tidak menyukai Zayn. Zayn.. Zayn... Zayn. Kini kepalanya juga dipenuhi dengan Zayn Evans. Kenapa dia harus bertemu lagi dengan laki-laki itu. Dan sialnya dia terlihat lebih rapih dari terakhir kali mereka bertemu. Hanya ada dua kemungkinan ketika kau melihat mantan kekasihmu, dia menjadi lebih buruk atau dia menjadi lebih baik. Zayn memiliki keduanya dimana sifat dan mulut pedasnya masih begitu buruk, tapi tidak dengan penampilannya. Naila melompat ke atas kasur, melepaskan tas slempangnya dan memukul bantal tidurnya dengan pukulan keras. Aku benci padamu Zayn Evannnnnnnn. Batin Naila menjerit. Ponselnya berdering dengan keras, menghentikan makian yang beberapa kali ia lontarkan untuk mantannya itu. Naila terkejut ketika melihat nama Brian di sana. Buru-buru ia mengambil ponselnya dan menempelkannya di telinga. "Kenapa baru menghubungi ku, kau tahu aku khawatir padamu." "Maafkan aku. Banyak sekali yang harus ku kerjakan. Bagaimana acaranya?." "Tidak buruk, tapi tidak baik juga. Aku lebih suka bersamamu."Naila tersenyum ketika mengatakannya, suara tawa lirih Brian juga dapat didengarnya. Menyenangkan bisa mendengar suara Brian. "Aku juga, aku merindukanmu." "Apa kau ada waktu besok?."Naila ingin sekali mengajak Brian jalan-jalan, kalau bisa ia bertemu dengan Zayn agar bisa memamerkan kekasih barunya di hadapan wajahnya yang sombong itu. "Eunghh Brian. Bisa tolong buka pintunya." Kedua mata Naila terbelalak ketika mendengar suara wanita di sebrang sana. Apa yang sedang Brian lakukan, kenapa wanita itu di sana. Naila merasa aura negatif itu kembali melingkupinya. Ia pikir tidak ada lagi yang lebih buruk selain bertemu dengan mantanmu malam ini. "Kau sedang bersama dengan siapa? Apa dia wanita?."Naila semakin menekan ponselnya di telinga, seolah ponselnya itu masih belum terlalu menempel pada daun telinganya saja. "Aku akan menelpon mu kembali." "Brian. Brian." Sambungan terputus begitu saja, Naila berdecak merasa bebatuan baru saja menimpanya. Siapa dia, apa Brian berselingkuh. Hal itu membuat Naila cemas, ia benci dengan perselingkuhan. Ada apa dengan wanita-wanita itu, apa tidak bisa jika mencari pria lajang di luar sana, kenapa harus dengan pria yang sudah memiliki hubungan. "akhhhhhhh.. "teriaknya frustasi. Apakah ini hari memaki, kenapa semua orang membuatnya mengumpat dan terus melemparkan kata makian.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook