Kau merasa senang sekarang!."gerutu Zayn ketika melihat Naila yang tak bisa berhenti senyum-senyum sejak tadi. Menatap selembar kertas berisi garis abstrak tak jelas yang membuatnya sesenang itu. Zayn tak habis pikir dengannya.
Naila melipat selembar kertas itu dengan rapih, membaginya jadi empat bagian dan memastikan betapa lurusnya lipatan di setiap sudutnya setelah selesai memasukannya ke dalam tas selempang yang kini berada di sebelah kursi nya.
"Apa kau akan menaruhnya di musem? Kau sangat hati-hati dengan itu. Tapi begitu ceroboh dengan ponselmu."
Ucapan Zayn seketika membuat Naila meliriknya sinis. Naila bangkit berdiri hingga membuat mejanya limbung akibat terkena tas yang tengah dipakainya, spontan Zayn menahan meja dengan kedua tangannya yang memegang ujung meja.
"Yak. Apa kau tidak bisa lebih tenang. Kau itu wanita bersikaplah lebih anggun. Kau tahu pria lebih suka dengan wanita yang bisa menjaga sikapnya."
"Bersikaplah lebih anggun,"ucap Naila mengulangi kalimat Zayn dengan nada mengejek. "Wanita yang tidak anggun ini adalah mantan kekasihmu. Tanyakan sendiri kenapa dulu kau menyukaiku. Dasar payah."
Naila berdiri lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Zayn mendengus mendengar apa yang baru saja Naila katakan. Wanita itu benar-benar, kenapa juga dia bisa naksir padanya dulu. Zayn rasa ada yang salah dengan otaknya waktu itu.
"Aigoo. Kau bahkan tidak membawa plastik belanjaanmu sendiri, kau pikir aku ini bodyguardmu. Dia utu benar-benar."gerutu Zayn yang melihat Naila main pergi saja meninggalkannya.
Zayn membawa kantung belanjaan Naila sebelum bangkit dari kursi nya, ia berjalan menghampiri Naila yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Zayn terus mengamati Naila dari belakang, langkah kakinya yang terkesan terburu-buru dalam berjalan belum juga berubah. Naila menghentikan langkahnya lalu tubuhnya berbalik menghadap Zayn. Wajahnya terlihat kesal ingin memprotes, mungkin karena Zayn terlalu lambat namun ekpresinya berubah menjadi terkejut.
Hal itu membuat Zayn perlahan-lahan menghentikan langkahnya dan menoleh ke sisi kirinya, ke arah mata Naila tertuju. Seorang pria melintas di sebelahnya, Zayn membatu. Brian. Pria itu di sini. Hal itu membuat Zayn beralih melihat ke arah Naila, wanita itu masih menatap Brian bibirnya tersenyum kaku. Masih dalam keterkejutannya karena Brian ada di sini.
Brian menghampiri Naila dan langsung memeluk tubuhnya. Hal itu membuat Zayn tersentak. Ia hanya berdiri di sana beberapa meter dari Naila, entah kenapa sesuatu dari dalam dirinya mendorongnya untuk menghampiri mereka berdua. Zayn beranjak dari tempatnya berdiri namun baru beberapa langkah Naila menahannya untuk tidak datang, tangannya terulur menunjukkan telapak tangannya, menahan Zayn untuk tidak menghampirinya.
Zayn mengalihkan tatapannya ke arah lain, bibirnya menghela nafas lelah, ekspresinya berubah masam. Zayn kembali menatap Naila wanita itu tengah tersenyum pada Brian. Zayn kembali mengalahkan kakinya ke arah Naila, diam-diam Naila melirik ke arah Zayn dan panik apa Zayn akan datang ke arah mereka dan mengatakan sesuatu pada Brian, membongkar rahasianya.
"Aku merindukanmu. Senang melihatmu di sini."ucap Brian yang membuat Naila tersenyum malu-malu.
Zayn meringis melihat hal itu. Ketika tatapan mereka bertemu Zayn melewati Naila dan Brian yang berdiri di tengah jalan. Zayn pergi menuju eskalator yang bergerak turun ke lantai bawah. Diam-diam melirik Naila dan Brian, namun kedua orang itu masih ada di sana, berbicara di temoat yang sama. Naila tak bisa berhenti untuk tersenyum pada Brian. Laki-laki itu bersikap seolah-olah sangat menyayanginya, siapa yang akan tahu laki-laki itu berselingkuh jika melihat sikapnya pada Naila.
Sebelah tangannya mengacak rambut Naila dan tertawa, Naila memprotes nya namun sepertinya lali-laki itu tidak peduli. Zayn mengalihkan wajahnya lalu bergegas berjalan menuruni eskalator yang bergerak agar segera turun.
***
"Kenapa kau berada di sini? Kau sendirian?."Naila melihat ke arah belakang Brian lalu mengedarkan pandangannya ke arah lain, mungkin saja ia menemukan keberadaan wanita itu di sini. Brian menundukan wajahnya, memposisikan wajahnya tepat berada di hadapan wajah Naila.
"Aku tidak sendirian. Karena ada kau di hadapanku."
"Aku serius Brian."Brian menarik diri lalu menatap Naila dengan bibir tersenyum lebar.
"Lihat betapa menggemaskan nya dirimu saat ini. Aku sedang bertemu dengan salah satu klien ku. Dia akan memakai jasa audit ku, kau mau aku perkenalkan padanya jika kau tak percaya."Brian terlihat serius dan meyakinkan. Namun Naila tak percaya, apa saat ini dia bisa memergoki sedang bersama dengan siapa kekasihnya saat ini. Brian tak membawa ransel nya.
"Kau terlihat sedang bersantai. Dimana ranselmu?."sebelah alis Naila mengernyit menatap punggung Brian yang terlihat kosong tanpa ransel yang biasa ia bawa jika bertemu dengan kliennya. Tatapannya kembali pada Brian namun ekspresi Brian nampak santai.
"Aku baru kembali dari toilet dan tentu saja aku meninggalkan tasku di kursi. Kau mau ku kenalkan dengan klienku. Jika kau tidak percaya."
Naila tersenyum lalu menggelengkan kepalanya dengan cengiran di wajahnya. "Tidak perlu."
"Kau di sini sendirian? Kau tidak bekerja?."Seketika kedua matanya membulat sempurna. Naila lupa menyiapkan alasan untuk Brian, dan dia belum mengatakan tentang perkerjaannya. Tentu saja tidak, mereka bertemu tiba-tiba
"Eumm.. itu. Aku belanja sendirian. Hehe.. hari ini aku cuti untuk beli baju baru untuk.. tuk menghadiri acara. Temanku ada.. pernikahan. Ya.. pernikahan."Naila benar-benar berbohong. Beberapa kali suaranya akan merendah lalu tiba-tiba naik ketika meyakinkan.
"Belum belanja sesuatu?."
Naila beralih menatap kedua tangannya. Ia lupa jika tas belanjaan ada pada Zayn. "Ah.. tidak ada yang bagus. Aku akan belanja online saja."
Brian hanya diam menatap Naila, nampak berpikir dan membuat Naila was-was apa kebohongannya ketahuan. Naila kembali tersenyum seraya memikirkan sesuatu, ia harus mengalihkan Brian dengan pertanyaan lain.
Naila jadi teringat Zayn. Apa dia sudah pulang atau sedang menunggunya. Bagaimana ini! Naila harus mencari alasan dan segera pergi untuk menemuinya. Tidak ada yang tahu ia akan bertemu dengan Brian di sini.
"Kembalilah. Klienmu pasti sedang menunggu. Aku akan pulang. Cepatlah."
"Sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Tunggulah sebentar.. aku juga akan ijin dan aku akan bersamamu hari ini. Ayo kita berkencan."
Naila mengedipkan matanya beberapa kali, rasanya aneh mendengar Brian ijin bekerja. Laki-laki itu sangat mencintai pekerjaannya, rasanya tidak mungkin Brian melakukan hal ini. Untuknya.
"Apa! Jangan membohongiku. Jangan ijin hanya karena aku. Aku tahu kau sangat mencintai pekerjaan mu,"gerutu Naila lalu wajahnya menunduk, memainkan jari-jemarinya malu-malu."tapi aku senang jika itu benar."lirihnya yang membuat Brian tertawa.
Brian menarik sebelah tangan Naila, mengenggamnya dengan erat. "Ayo."
Brian membawa Naila untuk bertemu dengan kliennya. Memperkenalkan dirinya di sana sebagai kekasih. Naila tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, tapi... Brian sendirian. Tidak dengan wanita itu.
***
Zayn menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya di kursi mobilnya, sudah setengah jam tak ada kabar dari Naila. Apa wanita itu bersama dengan Brian. Zayn ingin pergi dari sana namun tidak ada kabar dari Naila yang membuatnya menahan diri. Bagaimana jika ia pergi ternyata Naila tak bersama dengan Brian. Wanita itu akan pulang sendirian.
Tapi kalau di pikir-pikir kenapa juga dia peduli. Wanita itu bahkan bisa naik bis atau taksi. Kenapa jadi menjengkelkan. Bahkan dia tidak mengirim pesan, Zayn ongin menghubunginya tapi bagaimana jika Brian sedang berada di sebelahnya. Kenapa juga bingung soal ini.
"Hei dia itu benar-benar. Kenapa aku harus peduli dan kenapa dia tidak mengirimkanku pesan! Dia benar-benar menyusahkan."
Zayn tak sengaja melirik plastik belanjaan Naila yang berada di sebelah kursi nya, Naila benar-benar menyebalkan. Zayn keluar dari mobil berniat untuk melihat apakah Naila masih ada di sana atau tidak.
Zayn mencabut kunci mobilnya lalu menutup pintu mobilnya sebelum pergi namun langkahnya terhenti ketika melihat Naila dan Brian keluar dari dalam Mall. Matanya melirik ke arah genggaman tangan mereka. Zayn memgalihkan tatapannya dan mendengus remeh sebelum kembali melirik ke arah mereka.
Ternyata mobil Brian terparkir tak jauh dari mobilnya berada, hal ini membuat Zayn dapat melihatnya dengan jelas. Brian membukakan pintu mobilnya untuk Naila dan juga memakaikan nya sabuk pengaman.
"Lihat dia.. ujung bibirnya akan mengerut jika dia kebanyakan tersenyum. Kenapa Brian berselingkuh, dia membuat Naila terlalu banyak tetawa."
Mobil Brian pergi dan Zayn masih di sana melihat ke arah mobil Brian yang semakin jauh menuju keluar basement.
"Dia bahkan masih tidak memberiku pesan untuk pergi, benar-benar wanita yang tidak bertanggung jawab. Dia membuatku kesal. Akan ku buang plastik itu. Dia akan menyesal karena sudah menitipkannya padaku."
***
"Ponselku mati, aku bahkan baru beli tapi ponsel ini sudah membuatku marah, menyebalkan. Zayn pasti marah. Apa dia menunggguku!. Dia pasti sudah pulang kan, bagaimana jika dia menungguku."
"Apa yang sedang kau pikirkan?."Brian datang dengan dua mangkuk ice cream di tangannya, Brian menyodorkan segelas ice cream vanilla ke arah Naila yang membuatnya kesenangan.
"Uwahh terima kasih."
"Pegang ini dulu. Milikku."Brian memilih rasa coklat, pria itu sangat menyukai rasa coklat. Naila terkejut ketika Brian memakaikannya bando berbentuk kucing.
"Aku tahu kau akan sangat imut ketika memakainya."ucapan Brian membuat Naila mengerjapkan matanya sebelum berdehem dan memalingkan wajahnya yang memerah.
"A.. apa yang kau katakan."
"Ayo. Kita jalan-jalan."Brian menggenggam tangan Naila lalu berjalan bersama mengitari sekeliling taman wisata. Beberapa kali Naila meminta untuk Brian memotretnya dan mereka memptretnya bersama.
"Kemarikan aku akan memotretmu."ucap Naila spontan. Brian bergaya di sebelah badut taman wisata lalu Kemudian Naila memotretnya. Tapi tak sengaja menekan tombol home yang membuat layar ponsel Brian menunjukan layar depannya.
Gambar itu membuatnya terdiam. Brian menghampiri Naila yang tengah terdiam menatap layar ponselnya. Bibirnya tersenyum ketika menatap layar ponsel itu. Pandangannya beralih menatap Brian yang datang dan berdiri di hadapannya.
"Ibumu cantik."puji Naila pada wanita paruh baya yang berada di sebelah Jungkool di sebuah jembatan tempat wisata. Brian mengambil ponselnya mematikannya sebentar lalu menyalakannya lagi. Menunjukan sebuah foto screen ponselnya.
Naila terkejut ketika melihatnya, tatapannya beralih menatap Brian yang sedang memandangnya dengan ekspresi serius. "Kau lebih cantik kurasa."
Naila memukul pelan d**a Brian lalu tersenyum malu-malu dengan wajahnya yang mulai memerah. Rasanya meneybalkan, Brian kerap kali membuatnya salah tingkah hari ini. Jika Brian benar-benar selingkuh maka Naila akan membunuhnya. Memikirkan itu membuat suasana hatinya sedikit kesal.
Tiba-tiba Brian menarik tangannya mengajaknya untuk menaiki wahana. Rollercoaster adalah permainan yang tidak mungkin di lewatkan, salah satu hal kenapa Naila menyukai Brian karena pria itu tak ketakutan ketika menaiki nya.
Hari ini sangat menyenangkan. Mereka menghabiskan waktu hingga larut malam, waktu sudah menunjukkan pukul 10. Brian mengantar Naila ke rumahnya, mereka berhenti di depan rumah Naila.
"Terima kasih untuk hari ini. Sangat berarti. Kau bahkan sampai ijin karenaku."Brian terkekeh, lalu mengacak rambut Naila gemas, membuat Naila tersenyum karenanya.
Tiba-tiba tangan Brian terhenti, hal itu membuat Naila bingung karena kini Brian menatapnya. Terlalu intens yang membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Naila merasakan wajahnya memanas, Naila ingin mengatakan sesuatu namun Brian langsung melepaskan seatbeltnya dan tubuhnya maju mencium bibir Naila.
Sudah lama, Naila bahkan tak dapat mengingat kapan terakhir kalinya Brian mencium bibirnya. Bibirnya terasa manis, sentuhan bibir Brian benar-benar membuat jantungnya berada dalam batas abnormal.
Hanya sebentar sebelum akhirnya Brian menarik wajahnya menjauh. "Masuklah. Titipkan salamku untuk ayahmu."
"Ah.. ya. Hati-hati di jalan. Kabari aku jika sudah sampai rumah."
"Tentu saja. Aku mencintaimu."Naila terhenyak, lalu mengangguk kecil dan tersenyum lebar.
"Aku juga mencintaimu."Naila melepaskan seatbeltnya, lalu keluar dari dalam mobil Brian. Berdiri di sisi mobil seraya menatap laki-laki itu. Mobil Brian mulai menyala dan melaju pergi, Naila melambaikan tangannya. Berjalan lebih ke tengah jalan untuk melihat mobil Brian yang semakin menjauh. Naila merasa ia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, sejak tadi ia tak bisa berhenti tersenyum.
Mobil Brian semakin hilang dari pandangan, Naila berbalik untuk berjalan menuju ke dalam rumah. Ia akan menunggu pesan Brian di kamarnya. Bando yang Brian beli untuknya akan ia taruh di tempat yang aman.
"Hei Chewbacca."
Langkah Naila terhenti, rasanya tidak asing dengan suara itu. Hanya ada satu orang yang memiliki suara yang sangat menyebalkan ketika mengatakan kata itu. Naila mencari-cari siapa yang memanggilnya, pandangannya terhenti pada sebuah mobil yang mengarah padanya, terparkir sekitar 10 meter dari rumahnya.
"Zayn. Kau di sini?."