“Ada apa?” Suci beranjak dari duduknya. Tak ubahnya tubuhnya, ia juga menatap Sasmita dengan tatapan gusar. Dan Suci menyadari, jantungnya berdetak lebih kencang di mana semakin lama, Suci mendengar detak jantungnya tak ubahnya benderang perang yang ditabuh sebelum peperangan dimulai. Bingung, itulah yang Sasmita rasakan. Lidahnya mendadak kelu, sedangkan mulutnya terkunci rapat. Hanya saja, hati apalagi perasaannya tak mampu diredam, hingga melahirkan air mata yang seolah mewakili keadaannya yang dilanda kesedihan sekaligus penyesalan. Dan apa yang menimpa Sasmita, membuat Suci semakin tidak nyaman. Resah berikut gelisah, Suci rasakan secara bersamaan. “Cukup, Ta!” tegas Suci tak tahan sekaligus geram. “Maaf, Mbak!” Akhirnya, kata itu terucap bersama linangan air mata yang semakin tak