Pagi menunjukkan pukul 7, aku hendak memasak sarapan seperti biasanya dan ku lihat Mas Ares sudah tertidur di sofa tanpa pakaian bagian atas. Setiap pagi ku lihat d**a bidangnya yang sixpack, ada bulu halus disekitarnya. Dan, ini lah pemandangan yang ku lihat setiap pagi.
Aku sudah berusaha untuk memalingkan wajah, namun aku malah terus melihatnya. Setelah sadar, aku menggelengkan kepala kuat dan melangkah menuju dapur. Aku membuka kulkas dan ku lihat isi kulkas sudah full. Ada stok sayuran, stok ayam, stok daging, stok ikan, stok telur dan lain-lain sudah ada di dalam kulkas dua pintu ini.
Aku membulatkan mata, dan berbalik melihat Mas Ares yang masih tertidur.
Kemarin Mas Ares mau memberiku uang untuk belanja, namun aku tidak pernah bertemu dengannya kemarin, dan aku baru melihatnya pagi ini. Mungkin dia pulang disaat aku sudah tertidur.
Tapi yang jadi pertanyaan, darimana semua bahan makanan ini? Kenapa sudah ada di kulkas? Apa Mas Ares yang belanja?
Aku mengabaikan pertanyaan itu dan mulai memasak.
Ketika aku sedang memasak, aku terus melihat ke arah Mas Ares yang masih tertidur pulas. Aku tersenyum melihatnya. Mas Ares terlihat sangat tampan, hanya saja Yesika tak suka jika hanya tampan, ia lebih suka jika kaya raya dan bisa membuatnya membeli apa yang dia mau.
Mas Ares bergerak gelisah, aku memalingkan wajah dan langsung sibuk dengan yang ku masak.
Mas Ares menghampiriku dan duduk di depan meja makan, lalu meraih air putih dan meneguknya. Aku menatapnya dan menaruh makanan diatas meja makan yang hanya ada empat kursi. Dan meja yang berukuran tidak besar dan tidak kecil.
Sesekali ku lihat d**a Mas Ares yang belum tertutup.
“Selamat pagi,” ucap Mas Ares.
“Pagi,” jawabku. “Kamu pulang jam berapa?”
“Sekitar jam 2 malam.”
“Aku sudah tidur.”
“Iya. Kamu sudah tidur.” Mas Ares mengangguk membenarkan.
Setelah menata tiga menu diatas meja, aku langsung duduk dihadapannya. Aku meraih air putih dan meneguknya, pria sederhana didepanku ini cukup mengesankan dan misterius. Aku tidak tahu dia siapa dan kenapa dia di Jakarta. Aku juga tidak tahu apa yang dia lakukan di Jakarta, sementara ia berasal dari Manhattan. Aku juga tidak tahu darimana ia mengenal Yesika, dan kenapa mereka akan menikah.
Banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan, namun aku berusaha menahannya. Aku juga masih belum percaya, hanya karena janji palsu Bibi, aku dengan bodohnya menikah begitu dengan laki-laki yang tidak aku kenal, bahkan aku tidak tahu dia siapa. Hanya karena keputus asaanku, hingga aku seperti ini.
Ponselku bergetar, aku melihat pesan yang masuk. Aku membulatkan mata, ketika ada pesan yang mengatakan bahwa aku harus mengembalikan gaun pengantin yang ku kenakan di hari pernikahanku dengan Mas Ares. Sementara gaun itu milik Yesika, dan Yesika berkata dia membelinya.
Sudah berapa kali aku dibohongi oleh mereka? Mengapa mereka begitu mempermainkanku seperti ini. Gaun yang ku kenakan itu pun sudah ada nodanya. Pemiliknya pasti minta ganti rugi. Oh Tuhan, aku harus bagaimana? Kenapa ujianku berat sekali?
Aku seperti ingin menangis.
“Ada apa?” tanya Mas Ares.
Aku mendongak dan menggelengkan kepala.
“Kenapa kamu lihat ponselmu dengan raut wajah sedih?” tanya Mas Ares lagi.
“Aku harus mengembalikan gaun pengantin yang ku pakai.”
“Ha? Kamu akan mengembalikannya? Why?”
“Ya karena itu gaun sewaan.”
“Gaun sewa?”
Aku mengangguk.
“Lalu kenapa wajahmu terlihat sedih?”
“Tidak apa-apa,” gelengku berusaha tenang dan tidak memberitahu Mas Ares. Aku akan menghadapinya sendiri. Mas Ares bukan orang kaya, kasihan kalau aku bebani. Aku akan berusaha sendiri.
Andai aku tahu gaun itu adalah gaun sewa, tidak akan aku buat seperti gaunku, bahkan aku sudah mencucinya dan ada nodanya. Yesika benar-benar menipuku. Aku terus percaya kepada mereka karena yang ku tahu mereka tak mungkin melakukan itu kepadaku.
***
Aku tiba di butik tempat gaun itu, aku berusaha tenang dan aku menemui managernya langsung. Aku tidak tahu berapa yang akan aku bayar sebagai ganti rugi, tapi melihat tempat ini cukup mengesankan. Ternyata tempat ini menyewakan gaun pengantin.
Perempuan tersebut memeriksa gaun yang ada dalam kotak, lalu melihat noda.
“Ini bernoda. Kami tidak terima barang yang sudah ada nodanya.”
“Maaf. Tapi saya tidak tahu kalau ini gaun sewaan.”
“Jangan banyak alasan, kamu mengenakan gaun ini dan kamu bilang kamu tidak tahu ini gaun sewaan? Kamu mau menipu kami?”
“Saya tidak menipu kalian, saya benar-benar tidak tahu kalau gaun ini di sewa. Karena awalnya bukan saya yang akan menikah, saya—”
“Ini tidak bisa dikembalikan, sebelum gaun ini disewa, sudah ada aturannya sendiri.”
“Atas nama Yesika kan yang memesan gaun ini?” tanyaku.
“Bukan. Atas nama Tsabina Yiesha. Siapa pemilik nama itu?”
“Nama saya.”
“Jangan menipu kami. Ganti rugi sekarang juga.”
“Saya tidak punya uang, saya juga tidak tahu kalau gaun ini gaun sewaan. Saya mohon.”
“Kamu mau berlututpun tidak akan bisa mengganti gaun ini. Kamu mengira toko kami ini toko apa? Kami tidak bersedekah di sini.”
“Memangnya berapa yang harus saya ganti?”
“Harga gaun ini 12 juta. Kamu harus membayar sesuai harga gaun ini.”
“Apa? 12 juta? Gaun seperti ini 12 juta? Pasti sudah banyak yang mengenakan gaun ini sebelum saya kan?”
“Kamu pikir ada yang memesannya selain kamu? Hanya kamu yang memesan gaun murah ini. Dan, ini gaun termurah yang kami punya, jadi ganti sesuai harga gaun ini.” Manager itu menjadi sangat kasar ketika berbicara denganku, beberapa pengunjung juga menjadikanku bahan tontonan, mereka berbisik dan mereka pasti bercerita dibelakangku.
“Saya akan usahakan uangnya, tapi saya tidak bawa uang sekarang.”
“Tadi tidak punya uang, sekarang tidak bawa uang, kamu benar-benar mau menipu kami. Saya akan telepon polisi.”
“Saya mohon, saya pasti akan membayarnya, saya butuh waktu, saya tidak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu dalam sekejap,” kataku sudah dalam keadaan paksa. Masalahku belum ada yang selesai, lalu timbul lah masalah baru. Yesika, aku akan benar-benar membuatmu membayar apa yang telah kamu lakukan.
“Kamu designer juga, ‘kan? Yang punya skandal itu, dan kamu mau menipu kami?”
“Saya tidak menipu kalian, saya pasti akan membayarnya.”
“Ya sudah bayar sekarang.”
“Saya akan membayarnya tapi sekarang saya tidak bawa uang.”
“Kamu designer yang punya skandal itu dan kamu pasti tahu berapa harga gaun ini.”
“Setahuku dengan kain seperti itu yang kasar, itu hanya harga 4 jutaan, tapi kamu malah menjualnya dengan harga 12 juta.”
“Bayar atau aku laporkan ke polisi?”
“Tsabina?” Aku mendengar suara itu, aku menoleh dan melihat Xiu dan Giring yang kini bergandengan tangan di depanku, aku membulatkan mata melihat mereka. Kenapa harus bertemu mereka sekarang?
“Ada apa ini?” tanya Giring.
Manager itu langsung membungkukkan badan menghormati Xiu dan Giring. Aku diam seribu bahasa dan berusaha tenang, aku bertemu mantan dan saingan bisnisku di sini. Apa yang harus ku lakukan? Aku harus lari? Tidak mungkin, aku punya masalah di butik ini. Aku tidak mungkin pergi dari sini. Aku bisa masuk kantor polisi kalau lari.
“Pak Giring, Nona Xiu.” Manager itu tahu kepada siapa ia akan membungkuk.