Mac mempercepat langkah kakinya. Meninggalkan ember yang berada depan pintu ruangan Profesor Danil. Suara derap langkah kaki terus mengikuti Mac yang berlari sangat cepat sekali. Mac menarik dirinya bersembunyi di balik dinding tembok. Dadanya bergemuruh, ia tidak berani sekalipun menoleh pada petugas keamanan yang sedang mencarinya.
"Sial!" desis Mac berusaha mengatur nafasnya yang memburu. "Ini benar-benar gawat!" batin Mac.
*****
Profesor Danil menatap pada petugas keamanan yang beberapa saat lalu mengejar seorang misterius yang sudah menyelinap ke ruang kerjanya.
"Bagaimana?" decih Profesor Danil pada petugas keamanan yang berjaga di laboratorium, setelah kembali dan tidak menemukan apapun.
Lelaki dengan seragam keamanan itu menggeleng lembut dengan wajah takut.
"Bodoh!" hardik Profesor Danil dengan wajah kesal. "Apa saja yang kamu kerjakan, Bodoh!" sentak Profesor Danil geram.
"Sudahlah, untuk saat ini itu bukanlah hal yang penting, Danil!" sela Tuan Donal yang masih terduduk pada bangku sofa di ruangan Profesor Danil.
"Sepertinya yang sudah mengintai ruangan Profesor adalah seorang cleaning servis," tutur penjaga keamanan itu sedikit melirik pada Profesor Danil dengan wajah takut.
"Periksa semua petugas cleaning servis yang bekerja di sini!" cetus Profesor Danil. "Dan pastikan jika dia tidak mendengar apapun yang saya bicarakan dengan Tuan Donal," imbuh Profesor Danil penuh penekanan.
Profesor Danil mendengus kasar, ia memutar tubuhnya berjalan menghampiri Tuan Donal yang masih bersandar pada bangku sofa.
"Maafkan saya Tuan! Saya sungguh tidak menyangka jika akan ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan kita," ucap Profesor Danil dengan wajah penuh penyesalan.
Lelaki bertubuh tambun itu menarik tubuhnya mendekat ke arah meja. Sorot matanya menatap serius pada Profesor Danil. "Kamu tenang saja, tidak akan ada satupun orang yang bisa menggagalkan rencana ini, Profesor Danil!" tutur Tuan Danil menyungingkan senyuman.
Lelaki paruh baya yang masih terlihat muda itu mendengus halus. Menghela nafas panjang beberapa kali. "Baiklah, aku percaya denganmu, Tuan Presiden!" balas Profesor Danil memaksakan senyuman pada kedua sudut bibirnya.
Lelaki dengan seragam putih itu mengajak Tuan Donal menuju sebuah ruangan penelitian yang berada di lantai bawah. Beberapa alat-alat khas seorang peneliti memenuhi ruangan itu.
Tuan Donal mengekori langkah Profesor Danil. Lelaki itu terlihat sibuk menyiapkan sesuatu di meja kerjanya.
"Ini adalah sebuah Virus yang sangat mematikan. Aku menyebutnya virus domage atau virus dom yang artinya virus perusak. Karena jika virus ini masuk ke dalam tubuh manusia, dengan cepat ia akan merusak paru-paru manusia dan menyebabkan sesak napas, lalu ...!" Profesor Danil menjelaskan tentang sebuah benda yang berada di tangannya. Lalu mengakhirinya dengan jari telunjuk yang dibuat seperti senapan api yang ia arahkan pada kepalanya.
"Door! Maka semua akan mati!" Profesor Danil tertawa puas.
Tuan Donal tersenyum kemenangan. "Ini sungguh sangat luas biasa, Profesor!" ucap Tuan Donal senang.
"Lalu apakah kamu sudah memiliki vaksin penawar untuk virus itu?" tanya Tuan Donal mengikuti langkah Profesor Danil yang berjalan menuju pintu keluar.
"Belum, ini masih tahap uji coba." Tuan Danil mengentikan langkah kakinya dan menutup daun pintu ruang laboratorium setelah Tuan Donal keluar.
"Tapi, percayalah kepadaku. Secepatnya aku akan membuat Vaksin itu dalam jumlah banyak sesuai dengan rancana kita," tutur Profesor Danil.
"Bagus sekali Danil. Aku percaya kepadamu!" tutur Tuan Donal melemparkan senyuman pada Professor Danil.
***
Satpam itu mengumpulkan semua para pekerja kebersihan yang berada di laboratorium milik Profesor Danil. Satu persatu lelaki dengan seragam keamanan itu menatap setiap wajah' yang berada di hadapannya.
Tubuh Mac bergetar, jantungnya memburu ketakuatan. Di dalam hatinya, ia berdoa agar petugas keamanan itu tidak mengenalinya.
"Apakah hanya mereka petugas kebersihan di sini?" seloroh lelaki berseragam keamanan itu pada seorang wanita, ketua petugas kebersihan.
"Iya, Jon! Hanya mereka saja. Karena sebagian sudah pulang lebih awal," sahut wanita itu.
"Aku sama sekali tidak bisa mengenalinya!" keluh petugas keamanan yang bernama Jon itu pada wanita yang berada di sampingnya.
"Coba kamu lihat pada rekaman cctv, siapa tau kamu bisa mengenalinya," saran wanita kepala petugas kebersihan.
Jantung Mac semakin bertalu-talu. 'Mampus! Harusnya aku tidak mendengarkan pembicaraan mereka jika hanya akan menambah masalahku saja.'
Mac sesekali mencuri tatapan pada lelaki yang sedang berbicara pada wanita yang ada di sampingnya.
"Entahlah Maria, sayangnya cctv di laboratorium ini sedang rusak," sahut Jon dengan nada lesu.
Mac mendengus lega. Takdir seperti sedang berpihak kepadanya malam ini. 'Terimakasih Tuhan, engkau sudah melindungiku!'
Malam semakin merangkak naik. Bulan sudah berada di pucuk langit. Mac baru turun dari atas kendaraan umum dan berjalan masuk ke dalam gang menuju apartemen kumuh tempat tinggalnya.
"Sial!" Mac berdecak kesal. Sorot matanya tertuju pada beberapa luka yang berada di ujung tangannya yang belum sembuh sepenuhnya.
Langkah kaki Mac terhenti melihat pada beberapa para pemabuk yang beberapa waktu lalu menghadang langkahnya dan sering meminta uang kepadanya.
"Ish!" Mac kesal, saat ia hanya menemukan lembaran dolar yang berada di dalam saku celananya. Lembaran dolar yang hanya cukup untuk biaya transportasi esok saat dirinya berangkat kuliah.
"Baiklah, aku harus memasang badanku. Karena aku tidak akan memberikan uang ini pada mereka lagi!" desis Mac pada dirinya sendiri.
Mac menghela nafas panjang, saat lelaki itu akhirnya memutuskan untuk melangkah dan bersepakat pada dirinya sendiri untuk tidak akan memberikan uang itu pada para pemabuk yang sudah menatap nyalang pada kedatangannya.
"Hey! Kamu lagi!" seloroh seorang lelaki bertubuh tinggi besar yang bangkit bersandar pada dinding.
"Sebentar-sebentar, sepertinya dia adalah lelaki miskin yang beberapa hari yang lalu lewat di sini," sahut lelaki kurus dengan sebotol minuman di tangannya.
"Iya kamu betul sekali, Tuan!" sahut lelaki yang semakin mendapati Mac dengan nada mengejek.
"Apa kabar, kawan?" lelaki itu menepuk lembut bahu Mac.
Mac bergeming, dengan tubuh bergetar ketakutan.
"Kemarilah, aku lihat hidupmu sangat tidak bahagia!" Lelaki itu menarik tubuh Mac mendekat ke arah lelaki bertubuh gemuk yang berada di tempat itu. Aroma alkohol semakin menyeruak membuat perut' Mac serasa diaduk-aduk.
"Lepaskan Tuan! Saya ingin pulang!" Mac menepis pelan tangan lelaki yang berada di bahunya.
Gerakan cepat tangan lelaki itu sudah berpindah mencengkeram kerah baju yang Mac kenakan. Sorot matanya tajam menghunus Mac.
"Berikan kami uang, maka kami akan melepaskan kamu!" ucap lelaki itu dengan nada mengancam. Ia menarik tubuh Mac hingga beberapa centimeter dari permukaan tanah.
"Tapi, saya ti-tidak memiliki uang sedikit pun Tuan!" balas Mac terbata. Wajahnya terlihat sangat ketakuatan sekali.
Lelaki itu menoleh pada lelaki lurus yang berada di belakang punggungnya. Memberikan kode.
"Baiklah, kita lihat apakah kamu memang tidak memiliki uang!" tutur lelaki kurus dengan nada mengejek yang di akhiri tawa meremehkan.
Kedua tangan Mac dikunci oleh lelaki bertubuh besar dengan bau alkohol yang memenuhi tubuhnya. Sementara lelaki kurus itu mengeledah tas dan saku pada baju dan celana yang Mac kenakan.
"Jangan Tuan! Jangan!" sergah Mac merotan hendak menghalangi.
"Hay ... Lihatlah dia punya uang!" Lelaki itu menemukan lembaran dolar dalam saku celana Mac. Lalu megoyangkannya di depan wajah Mac yang meronta.
"Jangan Tuan! Itu uangku satu-satunya!" Mohon Mac.
"Dasar pembohong!" Lelaki kurus itu menjatuhkan bogem pada wajah Mac beberapa kali. Sementara lelaki bertubuh besar itu terus mengunci tubuh Mac hingga Mac tidak dapat membalas sedikitpun.
Pandangan Mac mulai kabur. Darah segar mengalir dari sudut bibir dan mata Mac. Lelaki bertubuh kurus itu seperti tidak peduli dengan Mac yang hampir tidak sadarkan diri. Ia terus menjatuhkan pukulan pada Mac dengan membabi buta.
Argh ...
Tubuh Mac mengejang seperti orang yang sedang kerasukan. Bahkan cengkraman kuat tangan lelaki yang berada di belakang tubuhnya terhempas menabrak tembok gang.
"Apa yang terjadi?" Lelaki bertubuh kurus itu panik melihat wajah Mac merubah aneh.
"Jangan-jangan dia adalah monster?" Lelaki bertubuh gemuk itu semakin ketakuatan melihat Mac yang berubah wujud.
*****
Bersambung ...