PART 65 - BERSINAR

1030 Words
"Ganti-gantian aja mandinya, gimana? Soalnya ga ada tempat buat ngeletakin baju," ucap Dion kepada Glenn dan Erick. "Oke, bagus juga," jawab Erick mengangguk setuju. "Yaudah siapa dulu nih?" tanya Glenn. "Kak Dion aja dulu," unjuk Erick. "Jadi sendiri-sendiri aja?" Erick dan Glenn mengangguk. "Iya biar adil lah-" jawab Glenn, lalu mengeluarkan rokoknya dari saku celana, "Gue ngudud dulu, asem nih mulut kalo pagi-pagi ga ngudud," ucap Glenn menyelipkan puntung rokoknya di antara bibir. Ngudud = ngerokok (bahasa sunda) "Jangan buang puntungnya sembarangan Glenn, kita di kampung orang," tegur Dion sang ketua BEM. Ia menegur bukan karena ketua BEM sih, tapi sudah tugasnya sebagai manusia mengingatkan. Dimana pun berada, jangan lupa selalu jaga etika, dan kebersihan lingkungan. "Iya iya, selow, ngudud doang elah, gapapa kali. Orang sini palingan ngudud juga," jawab Glenn santai sambil menyalakan rokoknya. "Bukan masalah ngudud-nya njir, masalah sampahnya." "Cuma puntung doang, dibuang disini juga ga bakal keliatan. Selow aja Yon. Gue ngerokok doang ini, ga ngerusak kampung." Erick yang tidak mau ikut campur, diam saja. Ia rada-rada takut, dari semenjak menginjakan kaki di tempat ini. Seperti ada perasaan yang- yah, begitu lah. Ia susah menjelaskannya. "Sama aja lu ngerusak juga anjir. Ngerusak lingkungannya buang sampah sembarangan." "Yaelah, selow … everything' is gonna be okay. Yakali ngerokok doang ngerusak lingkungan. Sampah rokok cuma se-uprit ini doang." "Iye ngerokok doang … tapi lu harus jaga norma kesopanan disini, njir. Lu, tau kan disini kental banget adatnya turun temurun. Kalo penunggunya ga suka gimana kalo lu buang sampahnya disini?" Glenn yang memang orangnya urak-urakan tidak suka diatur, apalagi dinasehati panjang lebar, menghela nafas tak peduli, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. "Iya iya elah. Udah mandi aja lu Yon, gue mau duduk dulu di sana." Glenn pergi meninggalkan Glenn dan Erick berdua. "Hah," Dion menghembuskan nafas kasar, setelah berdebat dengan Glenn. Mereka hanya berdebat kok, tidak bertengkar. Nanti juga mereka baikan lagi. Dion menatap punggung Glenn yang kian menjauh. "Udah ka, kakak mandi aja. Biar aku yang pegangin bajunya," ucap Erick menawarkan diri. Dion tersenyum kecut, "Iya makasih Rick," ucapnya lalu menyerahkan baju bersihnya yang dilipat rapi. ***** "Buset, ini cewek-cewek kemana ya? Ke kamar mandi doang lamanya satu abad. Ga ngerti lagi dah gue ama cewek-cewek, kenapa setiap ke kamar mandi selalu lama." Mario menunggu Sena dan Mira di bawah pohon. Mereka masih belum jalan ke tempat tujuan, karena Mira bilangnya izin mau ke kamar mandi bersama dengan Sena. Tapi sampai 15 menit, batang hitung mereka juga masih belum kelihatan. Mario hanya menunggu seperti anak hilang di depan gedung apartemen. "Ngapain ya?" Mario berpikir keras, mengatasi rasa bosannya, dan kakinya yang kesemutan berdiri terus. "Ngirim chat ke neng Maysaroh aja kali ya?" ucap Mario tersenyum senang, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana, mencari nama yang selalu terngiang-ngiang di hati dan pikirannya. Maysaroh bukan Mei apalagi Juni. Tampan itu sudah biasa : Kukira hanya Line-ku saja yang sepi, hatiku juga. Sepi tanpa kehadiran neng May. Send to Maysaroh bukan Mei apalagi Juni. By the way, Mario telah mengganti display name-nya menjadi tampan itu sudah biasa. 2 menit kemudian, ponsel Mario bergetar, membuat Mario girang bukan main. Mario membaca pesan Line dari pujaan hatinya. Maysaroh bukan Mei apalagi Juni : Ku kira hanya hatiku saja yang hilang, cintaku juga. Hilang, dibawa kamu maksudnya Mario tertawa, senang mendapatkan balasan yang serupa. Tampan itu sudah biasa : Selamat pagi calon ibu dari anak-anakku. Yang hari ini hanya bisa mengucapkan selamat pagi di balik pesan. Tapi di masa depan akan mengucapkan selamat pagi di balik selimut. Maysaroh bukan Mei apalagi Juni : Selamat pagi juga calon imam. "Ckckck," Mario menahan tawanya, mendapatkan gombalan dari Maysaroh. Tampan itu sudah biasa : kamu lagi apa nih? Maysaroh bukan Mei apalagi Juni : Mikirin kamu :* Tampan itu sudah biasa : Si eneng bisa aja gombalnya, jadi terhura- eh salah terharu. Mas Mario juga mikirin eneng setiap kali mas Mario bernafas. Maysaroh bukan Mei apalagi Juni : ya iyalah mikirinnya pas lagi nafas, kalo ga nafas mati dong. Tampan itu sudah biasa : hehehe, udah makan belum neng May? Makan gih ... nanti mati loh. Balas Mario yang tidak ada romantis-romantisnya. Maysaroh bukan Mei apalagi Juni : ya iyalah, mas Mario. Setiap manusia pasti makan. Emangnya Maysaroh tumbuh-tumbuhan apa makannya dari sinar matahari. Tampan itu sudah biasa : aduh bersinar, udah kayak cintaku padamu. Tampan itu sudah biasa : Kan biar kayak orang-orang, nanya udah makan belum. "Yuk Mario jalan," ucap Sena setelah tiba di tempat. Mario menatap dua orang di depannya yang baru muncul setelah sekian lama, "Kalian dari mana aja sih, buset dah. Nunggu 15 menit udah sampe bundaran HI ini mah." "Hehehe maap Mario," ujar Sena terkekeh, "Tadi kita foto-foto dulu di toilet." "He'eh abisnya toilet di bawah apartemen bagus banget." "Hemm pantesan ... ada-ada aja cewek mah. Kalo ketemu toilet bawaanya foto-foto mulu," jawab Mario. "Ini serius kita naik motor bertiga? Aku ga ikut deh Sen." Mario menarik nafas panjang, tahan tahan tahan. Tahan emosi, mental, dan pikiran. "Kenapa guru?" tanya Sena pada wanita di sebelahnya. "Aku jaga rumah aja," jawab Mira santai. "Kenapa ga dari tadi julehaaaaaa! Allahu Akbar. 15 menit gue nungguin lu ke toilet daritadi, sampe lumutan nih kaki. Berdiri di bawah matahari udah kayak ikan asin lagi dijemur, ga taunya ga jadi ikut. Astagaaa! Otak lu dimana Juleha? Dimana?!" ucap Mario frustasi. "Makanya otak itu dibawa, jangan ditinggal mulu Juleha Mirasantika!" Mira dan Sena saling bertukar pandang, kebingungan menatap Mario yang berteriak frustasi. "Lah kok ngamok?" tanya Mira tercengang. ***** "Mario kok ga sampe-sampe ya?" Tanya Sena bingung, perasaan mereka telah pergi selama 15 menit tapi mereka masih di daerah seputaran apartemen Dion saja. Ga maju-maju ke daerah lain. Mario yang mengendarai motor terkekeh, "Emang nih motornya minta dipelanin," ucap Mario yang memang sengaja, menjalankan motornya di 10 km/jam. Biar bisa lama-lama. "Perasaan orang-orang motornya pada cepet yah," ucap Sena menatap motor-motor di depannya. "Yaa, itu, kan motor orang. Ini, kan motor kita." "Emang ga bisa dicepetin lagi yah Mario? Ini kira-kira nyampenya kapan?" "Yaaa, ehmm-" Mario berpikir sebentar, "Ga lama lah, paling abis Maghrib." Sena membulatkan matanya, terkejut "Abis Maghrib?!" "Iya abis Maghrib." "Itu abis Maghrib perginya doang? Pulangnya?" "Yaaa ga lama lah, palingan subuh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD