"Nghh-" Mario merenggangkan kedua tangannya ke atas. Ia membuka matanya perlahan-lahan, menatap langit-langit ruang tamu yang berdesain klasik, "Loh, kok beda?" ucap Mario bingung.
Mario terduduk, dengan separuh nyawa yang masih melayang. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, "Lah gue dimana?" ucapnya mendadak lupa, "Perasaan kamar gue bukan kayak gini dah. Mana poster Bon Jovi?" tanya Mario pada diri sendiri.
Mario menggaruk-garuk rambutnya, lalu menatap sofa yang ia duduki, "Oh iya. Gue, kan lagi jadi raja di rumah Dion."
"Haah … mumpung Dion lagi ga ada di rumah, puas puasin dah jadi raja 12 hari, hehehe. Plus ketemu ayang beb Sena tiap hari."
Mario berdiri, merilekskan tubuhnya, "Hadeh … pegel juga tidur di sofa."
Mario menyatukan kesepuluh jarinya, lalu mengangkatnya ke atas, seperti pemanasan sebelum olahraga. Ia sedikit berjinjit selama 12 detik. Lalu mengarahkan tangannya ke kanan 8 detik, lalu ke kiri 8 detik. Dan terakhir Mario jalan di tempat. Lalu loncat-loncat beberapa kali.
"Haah, lega," ucap Mario puas.
Mario melangkahkan kakinya menuju dapur, namun langkahnya terhenti di depan pintu yang tertutup rapat, "Ini cewek-cewek belum pada bangun?" ucap Mario penasaran lalu mendekatkan daun telinganya di pintu kamar Sena, namun ia tak bisa mendengar apapun.
"Masih tidur kali ya … udahlah biarin aja. Cari sarapan dulu."
"Hoaam," Mario menutup mulutnya saat menguap. Ia melanjutkan perjalanannya menuju dapur Dion. Mencari makanan.
Mario menghentikan langkahnya di depan kulkas mewah 4 pintu milik Dion berwarna hitam legam glossy, "Sultan mah beda ya kulkasnya. Ckckck."
Mario membuka semua pintunya. Semua makanan, sayuran, ikan, ayam, minuman kaleng, s**u, dan lain-lain tersusun rapi menurut tempatnya, "Busett Dion rapi banget. Udah kayak ngeliat masa depanku- canda masa depanku."
"Mau sarapan apa ya? Bingung …" Mario menatap rak kulkas satu persatu, mengabsen semua isinya, hingga matanya tertuju pada satu tempat.
"Ini aja lah," ucap Mario mengambil sebotol s**u rasa vanila. Ukuran 100 ml. Mario memutar tutupnya, lalu meneguk rasa yang menyegarkan di tenggorokannya, "Ah," ucap Mario merasakan sensasi dingin yang menggelitik tenggorokannya yang dahaga.
"Nikmatnya jadi raja, bangun pagi-pagi tidur di apartemen mewah, minum sebotol s**u dingin ditemani dayang-dayang yang gelap gulita- eh salah, cantik jelita. Dan aroma-aroma kemewahan yang membakar hidung- eh kok membakar hidung?" ucap Mario lebay. Ia yang merangkai kata-kata, ia juga yang lupa.
"Dan aroma-aroma kemewahan yang menyejukkan hidung - aseek. Mario Mario … emang dah ah, udah cocok jadi pujangga. Mario si pujangga liar yang ketampanannya diakui nestapa. Aseekk."
"Hah … emang ya, kalau jadi cowok manis limited edition itu susah. Capek di rebutin mulu. Yang satu Maysaroh, satu Mira, satu lagi bebep Sena."
Mario kembali meneguk susunya, setelah berkhayal ria. Ia menutup pintu kulkas satu persatu. Setelah selesai, ia menengok ke samping.
Byurr..!
Uhuk uhuk!
Mario menyemburkan seluruh isinya, dan tersedak sisa-sisa s**u yang masih menyangkut di tenggorokan.
Uhuk uhuk!
Mario menepuk-nepuk leher belakangnya, terbatuk-batuk. Sumpah pemandangan di depannya, membuatnya tak habis thinking.
"MARIOOO."
Teriak dua wanita memenuhi seisi apartemen.
Sena dan Mira menyapu wajah mereka yang terkena semburan hangat dari Mario. Pagi-pagi bukannya dapat sarapan, malah semburan.
"Kalian ngagetin aja sih. Apalagi yayang Sena. Ngapain dandan kayak anak punk gitu. Allahu akbar. Kesurupan setan apaan yayang … mentang-mentang kemarin mati lampu frustasi ga jadi ngepet."
"Iiih Mario. Sena itu lagi jadi cantik tau ga. Gara-gara Mario bedak Sena jadi rusak, kan," ucap Sena sebal lalu mengusap-usap wajahnya yang lengket akibat ulah Mario.
"Lagi ngapain dandan kayak gitu?" Mario berjalan ke arah Sena, menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Mata di itemin, rambut di keatasin, ini apalagi, lipstik item begini udah kayak ketumpahan tinta cumi. Kamu mau cosplay jadi apaan si yayang?"
"Sena itu mau berubah Mario. Mau jadi cantik. Mau jadi princess, kan suprise buat Dion, kalo Dion pulang … pasti Dion seneng kalo Sena udah bisa dandan," ucap Sena polos.
"Cantik, kan?" ucap Sena percaya diri.
"Cantik apaan begini- Allahu Akbar. Ini pasti kerjaannya si ini ni- Mirasantika," ucap Mario menunjuk Mira. Untung yang cosplay jadi anak punk satu orang, coba kalau dua. Itu baru tersedak s**u, belum sama botolnya.
"Mira doang ga pake Santika," protes Mira.
"Eh Mirasantika, lu apain si Sena sampe jadi kayak tumis cumi gini?"
"Ih enak aja style keren begitu di mirip-miripin sama tumis cumi. Ini tuh fashionista, you know!" ucap Mira membela, "This is karya elegan Mira."
"Mau karya Mira, karya siapa, bodo amat dah. Ini si Sena yang imut polos macam kertas HVS, napa lu dandanin jadi kayak gini Maemunah?! Otak lu dimana? Makanya otak tuh dibawa, jangan ditinggalin di rumah. Kan repot jadinya."
"Emang kenapa si Mario? Sena fine fine aja kok," balas Mira, "Iya, kan Sen?" tanya Mira pada Sena yang dibalas dengan anggukan.
"Iya," jawab Sena lugu.
"Ya iyalah Sena fine fine aja. Dia ga ngerti cantik apa engga. Udah udah balikin si Sena sekarang. Sakit mata gue ngeliat si Sena jadi kayak kertas karbon begini."
"Tapi Mario-" ucap Sena memelas. Mengeluarkan tatapan puppy eyes yang membuat Mario luluh seperti biasanya. Tapi ia tidak akan tergoda, tidak.
"Ganti dandanannya ya Sena. Ganti."
*****
"Suasana di sini enak juga ya Yon," ucap Glenn menatap sekelilingnya.
Dion yang berjalan di sebelah Glenn mengangguk, "Iya … masih sejuk."
"Udaranya juga masih murni," ucap Erick ikutan nimbrung.
Mereka bertiga jalan menuju sungai sambil membawa perlengkapan mandi mereka. Tentu saja kotak yang berisi peralatan mandi, baju ganti, gayung, dan juga handuk.
Mereka melalui jalanan yang dipenuhi rumput dan ilalang. Pepohonan hijau disekitar sini tumbuh subur dan rimbun. Selain dipenuhi rumput, jalanan ini juga dipenuhi batu dan kerikil-kerikil kecil, jadi harus berhati-hati melewatinya.
Mereka harus berjalan sekitar 500 meter dari pondok untuk mencapai sungai. Jika ditanya bagaimana yang lain. Rombongan wanita telah sampai di pondok, bekerjasama memasak sarapan pagi dengan kayu bakar yang telah disediakan rombongan cowok.
Dan yang rombongan cowok, akan menyusul mandi setelah menurunkan beras selesai.
"Sayang ya, Dimas ga bisa ikut. Momennya lagi bagus nih padahal," ujar Glenn.
"Iya padahal kalau dia ikut, seru kayaknya jalan berempat," jawab Dion.
"Habis mandi foto-foto yuk, kak ... buat kenang-kenangan," ucap Erick.
"Yuk," jawab Glenn dan Dion bersamaan.
"Hati-hati Glenn, Rick. Ini batunya banyak, tajam juga," ucap Dion memperingatkan mereka. Meskipun jalanan ini dipenuhi rumput, tapi bebatuan itu menusuk-nusuk alas kaki mereka.
"Iya ka," jawab Erick yang lebih muda dari Dion.
Setelah melewati jalan yang dipenuhi rumput dan bebatuan. Mereka dihadapi dengan jalanan seperti gundukan. Mereka harus mendaki terlebih dahulu. Tidak terlalu terjal, namun tetap harus berhati-hati juga, karena jalanannya tidak rata.