PART 62 - TREND CANTIK DAN PERCAYA DIRI

1112 Words
"Nah Sena coba sekarang kamu liat kaca." Sena menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya benar-benar fresh sehabis mandi, rambutnya tergerai basah, dan bathrobe pink masih melekat di tubuhnya. Sehabis mandi, Sena dipanggil Mira untuk duduk di meja rias. Mira berdiri di belakang Sena sambil memegang Hairdryer, "Hari ini aku akan mengubah kamu Sena ..." "Mengubah Sena?" Mira mengangguk, "Iyap ... jadi seorang Dewi," Mira menyisir rambut basah Sena dengan jari-jarinya. Rambut Sena benar-benar lembut di tangannya. "Kenapa guru ingin mengubah Sena?" tanya Sena polos. "Karena aku ingin membangun percaya diri kamu." Sena menatap Mira dari pantulan cermin. "Salah satu kecantikan seorang wanita itu, bukan dari seberapa mahal make up yang mereka pakai. Tapi dari kepercayaan dirinya," ucap Mira membangun. "Setiap wanita dilahirkan cantik. Tapi rata-rata kepercayaan diri mereka rendah. Mereka ga tau kalau mereka cantik, dan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain-" Sena menyimak bait demi bait perkataan Mira yang menyadarkannya. "Kecantikan itu relatif. Setiap wanita punya kecantikan yang unik, membandingkan kecantikan diri sendiri dengan orang lain sama saja membuang rasa percaya diri. Nah Sena- mulai sekarang kamu harus pede sama apa yang kamu punya." "Kenapa harus pede guru?" tanya Sena menatap Mira dari pantulan cermin. Mira menyalakan Hairdryer, suara deru mesin memenuhi ruangan. Mira mengeringkan rambut Sena dengan telaten. "Karena jika seseorang selalu merasa dirinya jelek. Itu karena mereka ga percaya sama apa yang mereka punya … kamu tau ga? Sebenarnya trend kecantikan itu dipengaruhi zaman." "Maksudnya guru?" tanya Sena tak mengerti. "Ada tren memutihkan kulit seputih porselen, tanning kulit, gigi gingsul, sulam alis, filler bibir, wajah kecil, dan lain-lain, banyak banget pokoknya. Sampai operasi sana-sini mengikuti trend. Kamu percaya gak? Bahwa ketika seseorang ga puas sama wajahnya, catat ya ga puas, terus dia operasi sekali. Bisa jadi dia mau untuk operasi yang kedua atau ketiga, itu karena mereka menganggap wajahnya selalu kurang. Padahal di mata orang mereka udah cantik. Tapi karena trend terus berdatangan. Mereka ga percaya diri sama wajah mereka. Mereka akan terus mengubah sampai mencapai sesuai trend." "Yang namanya trend akan terus berubah sesuai perkembangan zaman. Makanya aku ingin, kamu membangun rasa percaya diri kamu. Beauty is your image ..." "Mereka yang menganggap diri mereka jelek, misalnya karena mereka terlahir gelap. Coba lihat orang-orang berkulit putih di sana, mereka menginginkan kulit gelap yang katanya sehat. Mereka berjemur, tanning kulit demi mendapatkan kulit cokelat yang eksotis. Dan mereka orang-orang Asia kepengen kulit putih seperti orang Eropa. Ya intinya sih … setiap wanita itu dilahirkan cantik, mau kulitnya putih, gelap, kuning. Mereka yang merasa dirinya jelek … itu karena mereka menganggap wajah mereka ga termasuk standar kecantikan di negara itu." "Terus guru?" ucap Sena menyimak. "Misalnya, aku kasih contoh. Ada trend kecantikan di Indonesia kulitnya harus putih, mereka yang kulitnya gelap menganggap diri mereka ga cantik. Padahal sebenarnya mereka cantik. Atau trend badan kurus langsing, mereka yang badannya berisi menganggap diri mereka jelek. Padahal ada loh negara yang menganggap gemuk itu cantik." "Beauty is relative. Kalau ngikutin trend kecantikan mah ga ada habisnya. Yang terpenting tanamkan dalam hati rasa percaya diri, bahwa Tuhan udah menciptakan kita sebaik-baiknya, Tuhan udah ngebikin kita cantik, ngebikin kita unik beda dari yang lain. Jadi apapun goncangan trend kecantikan yang akan datang. Kita ga akan tumbang. Karena kita udah percaya, kita ini cantik. Orang mau bilang kita jelek, kita item, kita gendut, dan lain-lain biarin aja. Toh, kalau kita ga dianggap cantik di negara ini, kita cantik di negara orang lain. Gitu sayang ..." ucap Mira panjang lebar, ia berharap Sena menemukan kepercayaan dirinya. Sena tersenyum, mengangguk paham, "Iya guru Sena ngerti sekarang." "Jadi mulai sekarang kamu harus percaya diri ya. Percaya dari hati kamu, bahwa kamu itu cantik." Sena tersenyum menatap cermin, kepercayaan dirinya kembali, "Iya guru." "Nah gitu dong ..." ujar Mira senang. "Terus kalau skincare guru?" "Kalau skincare itu lebih ke perawatan kulit sih. Biar kulitnya bagus, terus sehat juga. Skincare juga sama ada trend nya. Tapi yang terpenting kalau pakai skincare itu yang cocok sama kulit. Karena, kan tipe kulit orang beda-beda." "Jadi sekarang guru mau ngubah Sena apa aja?" tanya Sena tak sabar. ***** Sang supir berdiri di atas kontainer, mengangkat karung beras dan memberikannya pada Dion, "Hati-hati," ucap sang supir menurunkan beras. Dion yang berada di bawah mengangguk, "Iya pak," ucap Dion menerima uluran karung beras seberat 10 kg dari pak supir. Dion memeluk karung berasnya. Dan berjalan menuju pondok, ia berjalan melewati Erick dan Glenn yang masih menghitung bansos. Mereka saling bekerja sama saling membagi-bagi tugas. Dion ikut membantu sang kenek menurunkan beras agar cepat selesai. Erick dan Glenn masih menyelesaikan bansos. "Seratus delapan belas, seratus sembilan belas, seratus dua puluh," hitung Erick. Glenn menyusun bansos yang diberikan Erick. Dion meletakan karung beras di teras pondok yang cukup luas. Ia menidurkan karungnya di lantai, bawah jendela. Dion kembali menuju truk, berpapasan dengan kenek yang membawa masuk sekarung beras. "Tumpuk disana ya pak," ucap Dion menunjuk tempatnya tadi. "Oke dek," jawab sang kenek. Dion melangkah keluar pondok, melewati Erick dan Glenn. "Seratus dua satu, seratus dua dua, seratus dua tiga," hitung Erick. Pagi itu mereka sangat sibuk. Tidak ada yang bisa bersantai. Dion kembali menuju truk, menerima kembali karung beras dari supir. Tak lama, rombongan pria yang habis mencari kayu bakar kembali. Mereka mencarinya di hutan, dan hasilnya lumayan banyak, cukup untuk masak beberapa hari, jadi mereka tidak usah sering-sering bolak-balik ke hutan. Salah seorang pria yang membawa kayu bakar menghampiri Dion di truk, "Kak … udah mandi aja, biar kami yang nurunin beras." "Gapapa nih?" tanya Dion memastikan. Ia memeluk erat sekarung beras. "Iya gapapa … biar kita cepet juga bagiin bansosnya." "Kamu ga mau mandi dulu sama yang lain?" tanya Dion. Pria itu menggeleng, "Mandi mah gampang kak. Nurunin beras mah sebentar, apalagi yang nurunin se-rombongan, paling 10 menit kelar." Dion mengangguk setuju, "Oh yaudah kalo gitu," ucap Dion tersenyum. "Sebentar ya kak, aku letakin kayu bakarnya dulu." Dion mengangguk, "Oke," ucapnya tersenyum. Dion memperhatikan anggota BEM fakultas yang berjalan menjauhinya. Pria itu meletakan kayu bakar bersama tumpukan kayu bakar yang lain. "Semuanya, ayo bantu nurunin beras biar cepat selesai," ucap pria itu mengkomando yang lain. Mereka mengangguk setuju, "Oke." Pria itu kembali menghampiri Dion, "Biar aku yang bawa kak," tawar pria itu. Dion mengangguk senyum, menyerahkan karung beras, "Makasih ya." "Iya sama-sama kak," ucapnya menerima uluran beras dari Dion. Dion menghampiri Glenn dan Erick yang masih menghitung bansos, "Glenn, Rick ... udah selesai?" "Dikit lagi," jawab Erick, fokus pada hitungannya. Dion mengangguk, "Oke ... habis itu kita mandi." Sambil menunggu Erick dan Glenn, Dion meraih ponselnya di saku jeans, mengecek ponselnya barangkali sinyal ada, tapi tanda X masih setia bertengger di pojok sinyal. "Yaah sinyal masih ga ada lagi. Sena lagi ngapain ya, kangen ..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD