This ain't a song for the broken-hearted.
Lagu Bon Jovi - It's my life berputar keras. Ponsel Dion yang tergeletak di atas meja kaca berdering dan bergetar kencang, Membuat sang empu menggeliat di atas sofa.
"Siapa sih yang nelpon pagi-pagi," ucap Dion dengan suara parau. Matanya bahkan masih mengantuk, akibat tidak bisa tidur, kepikiran ehmm—semalam. Dion melepaskan bantal yang ia peluk, dan menutup telinganya.
"15 menit lagi-"
Dion melanjutkan mimpi indahnya yang tertunda. Namun tidak semudah itu Dion— tidak ada ketenangan untuk pagi ini. Lagi-lagi lagu it's my life, memecah semua mimpinya.
Dion terbangun, dengan mata terpejam.
"Siapa sih pagi-pagi ganggu orang lagi tidur," ucapnya sebal, lalu meraih ponselnya. Dan menggeser layar, mengangkat panggilan.
"Halo?"
"Hemm …"
"Dion lu lagi dimana? Astagaaaaa, ini udah jam berapa. Sekarang rapat BEM. Semua orang udah ngumpul, tinggal lu doang. Lu dimana si? Ngilang mulu kayak Avatar!"
Rapat BEM?
Seketika mata Dion terbuka Ia menurunkan ponselnya, dan melihat jam.
"Jam 10?!" Mata Dion melebar, kaget.
"Yasalam."
"Aduh gimana nih, telat 2 jam," ucap Dion mondar-mandir panik.
"Gimana dong pikir-pikir."
Tak punya cukup waktu, Dion membanting ponselnya. Lalu berlari secepat kilat, tak mementingkan ponselnya. Entah ponsel itu terjatuh di atas sofa, di lantai atau dimana. Terserah. Ini darurat, sebagai ketua BEM yang profesional, cool, dan bersahaja. Telat bukanlah persoalan biasa, ini menyangkut harga dirinya sebagai ketua BEM. Asik.
Dion berlari secepat kilat menuju kamar mandi. Namun saat ia hampir sampai ke depan pintu, Dion buru-buru mengerem langkahnya.
"Astaga Sena," ucap Dion hampir jantungan.
Sena yang baru selesai mandi, menatap bingung, "Kenapa Dion?"
Dion mengatur nafasnya yang memburu, hampir saja ia menabrak Sena, kalau ia tak mengerem. Pasalnya, Sena tiba-tiba saja membuka pintu kamar mandi membuatnya hampir terjungkal.
Kalau Dion tidak segera mengerem, ya—akan terjadi sesuatu yang diinginkan–eh maksudnya tidak diinginkan.
"Kenapa Dion lari-larian?"
Dion yang menatap Sena, buru-buru mengalihkan pandangannya ke segala arah. Kemanapun, asalkan tidak melihat Sena yang sedang mengikat tali bathrobe.
"Gapapa."
"Dion mau mandi?"
Dion yang menatap langit-langit mengangguk, "Iya."
"Oh oke," Sena menggeser langkahnya keluar dari kamar mandi.
Dion menahan diri, saat Sena berjalan melewatinya. Wangi sampo Sena menusuk indera penciumannya. Membuat saraf-saraf di otaknya blank. Sejak kapan ia memiliki fetish terhadap sampo. Apa karena Sena yang pakai, dan kenapa juga Sena se-wangi itu.
Memikirkan itu, membuat otak Dion menjalar kemana-mana. Dion menggelengkan kepalanya, berusaha menghapus pikiran kotor yang menggerayangi otaknya.
Dion melangkah masuk, namun baru dua langkah suara lembut Sena menghentikannya.
"Dion, Sena pakai baju apa?"
"Pakai baju yang kemarin," ucap Dion membelakangi Sena.
"Tapi, kan bajunya kotor."
"Udah aku cuci semalam waktu kamu tidur, dan udah aku keringkan juga."
"Makasih Dion," ucap Sena tersenyum, lalu beranjak pergi.
"Iya."
Dion menutup pintu kamar mandi, dan menghembuskan nafas lega. Seandainya Sena tahu bahwa ia menahan nafas daritadi.
*****
Dion memarkirkan mobilnya di pekarangan belakang. Tempat mahasiswa yang suka telat. Mobil yang terparkir disini bisa dihitung pakai jari. Sebenarnya ini adalah lapangan luas yang tak terpakai. Letaknya di belakang gedung kampus.
Di pekarangan belakang, tentu saja aman, tidak ada penjagaan satpam.
Aman, dari anak yang suka telat maksudnya.
Palingan satpam di sini hanya suka patroli tiba-tiba, untuk menciduk oknum-oknum yang telat.
Dion keluar dari mobil, berjalan mengendap-endap untuk menutup pintu pagar belakang. Dion menengok kanan kiri, memastikan keadaan aman. Setelah aman, Dion menutup pagar perlahan-lahan.
"Woy?! Telat lu ya!"
Dion membulatkan mata, ia menoleh ke kanan. Terlihat seorang satpam berlari ke arahnya sambil mengayuhkan pentungan.
"Kabur!!" ucap Dion berlari terbirit-b***t.
"Woy jangan lari lu!"
Satpam ganas berkumis tebal itu mengayun-ayunkan pentungannya. Berlari mengejar Dion.
Dion berlari memasuki pintu belakang kampus, yang ditujukan sebagai pintu darurat kalau ada bencana. Dion berlari menaiki tangga, yang akan menghubungkannya ke lantai satu.
Satpam itu memasuki pintu belakang, mengejar Dion. Ia tidak akan membiarkan pria itu lolos dengan mudah.
Dion membuka pintu lantai satu, berlari dari kejaran satpam. Melewati kantin, laboratorium, aula, ruang seminar. Lalu turun tangga lagi, menuju lantai dasar yang menghubungkan koridor.
Dion menoleh ke belakang, ternyata satpam itu masih mengejarnya, meskipun jarak mereka terpaut jauh.
Brak...!
Dion terjatuh, dan orang yang ia tabrak juga terjatuh. Dion tak sengaja menabrak seseorang saat menoleh ke belakang.
"Maaf maaf," ucap Dion.
Dion menoleh lagi, satpam itu masih mengejarnya. Dion membantu merapikan buku-buku yang terjatuh karena ulahnya.
"Maaf gue ga sengaja."
"Iya gapapa," jawab wanita itu merapikan bukunya.
Dion menyusun buku itu menjadi satu. Lalu menoleh ke belakang, "Oh sh*t."
Satpam itu tidak menyerah ternyata.
Dion menumpukan semua buku itu, dan melingkarkan semua buku itu di lengannya. Dion berdiri dan wanita itu berdiri.
"Makasih-" ucap wanita itu ingin mengambil bukunya dari tangan Dion, namun ucapannya terhenti saat Dion menarik tangannya tiba-tiba, dan mengajaknya berlari.
"Eh kamu bawa aku kemana?" tanya wanita itu bingung, tapi Dion tak menjawab.
Dion dan wanita itu berlari sepanjang koridor, pun dengan satpam yang mengejar mereka dari belakang.
Mereka akhirnya kejar-kejaran sepanjang koridor. Para mahasiswa yang sedang belajar, malah memperhatikan jendela, tidak memperhatikan dosen yang sedang menjelaskan materi. Melihat aksi seru mahasiswa vs satpam terganas di kampus.
"Yang tidak memperhatikan pelajaran saya keluar dari ruangan," ucap seorang dosen yang sedang menulis di papan tulis.
Sontak semua mahasiswa kaget, darimana dosen itu tahu mereka tidak memperhatikan. Pada akhirnya mereka menghadap depan, memperhatikan materi dosen, yang membosankan.
Dion membuka pintu perpustakaan, lalu menutup pintunya, "Sembunyi," ucap Dion memberikan aba-aba untuk wanita itu bersembunyi di kolong meja.
Wanita yang tidak tahu apa-apa, hanya menurut. Ia menurunkan tubuhnya dan bersembunyi di kolong meja penjaga perpustakaan.
Dan Dion bersembunyi di meja yang berseberangan.
Cklek..!
Pintu terbuka menampilkan sosok satpam ganas itu, "Tertangkap!"
Namun perpustakaan itu terlihat kosong. Satpam itu memainkan pentungannya, "Oh mau main-main ya?" Ia tidak akan menyerah begitu saja.
Wanita itu menutup mulutnya. Saat kaki satpam itu terdiam di depan mejanya.
"Kalian pasti bersembunyi disini, kan?"
Satpam itu melangkah lebih dalam, melewati meja Dion dan wanita itu. Sengaja berkeliling. Satpam itu melewati rak buku satu persatu, melihat setiap sudut.
"Masih ga mau keluar juga ya?"
Satpam itu menyibakkan gorden, namun mereka tidak ada yang bersembunyi disitu.
"Oke baiklah, mungkin mereka bersembunyi di tempat lain."
Satpam itu melangkah menuju pintu, meskipun firasatnya kuat bahwa mereka ada disini. Tapi setelah di cek, ia tak menemukan satupun.
Kret..!
Akhirnya satpam itu keluar. Wanita itu dan Dion bernafas lega.
Dion keluar dari meja membawa tumpukan buku milik wanita itu. Ia melangkah menuju meja seberang, tempat wanita itu bersembunyi.
"Ayo keluar."
Dion mengulurkan tangannya membantu wanita itu.
"Iya," wanita itu mengangguk, menerima uluran tangan dari Dion.
Wanita itu menepuk-nepuk bajunya yang terkena debu lantai.
"Nih bukunya, maaf soal satpam tadi," Dion menyodorkan tumpukan buku itu. Yang mungkin Dion perkirakan, ada 20 buku.
"Iya gapapa," wanita itu menerima buku-bukunya, dan mendekapnya erat, "Ngomong-ngomong kenapa satpam itu ngejar kamu?"
"Telat."
Wanita itu mengangguk, "Ooh, kamu ketua BEM itu, kan? Kak Dion?"
Dion mengangguk tersenyum, "Iya- ngomong-ngomong gue minta maaf banget soal kejadian tadi."
"Iya gapapa kok-"
Dion mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan, "Dion."
Sang gadis menerima uluran tangan dari ketua BEM yang populer di kampus, "Chika," ucapnya tersenyum manis.