"Kalau boleh tau, kak Dion ngambil jurusan apa?"
Dion dan Chika berjalan bersama menaiki eskalator. Menuju lantai 2.
"Kedokteran," ucap Dion menginjakan kakinya di eskalator. Diikuti Chika di belakangnya.
"Wah hebat dong," imbuh Chika.
Dion tersenyum, "Hem, engga juga kok," ucap Dion menunduk, menatap Chika yang setinggi lehernya.
"Aku ngambil jurusan fisika."
Dion mengangguk-angguk, "Hem, pintar ya … pantesan aja bawa bukunya sebanyak ini."
Chika terkekeh, "Hehehe engga kok," ucapnya tersipu malu.
Dion mendaratkan kakinya di lantai 2, setelah eskalator itu membawanya ke tempat tujuan. Chika yang tak ingin ketinggalan, mempercepat langkahnya ingin berjalan di samping Dion, kakak senior sekaligus ketua BEM sekaligus pria cassanova yang sering diperbincangkan mahasiswi di kampus.
Dion menghentikan langkah, "Gue mau ke lantai 8. Mau ikut?" tawar Dion.
Chika menggeleng, "Ah engga kak, kapan-kapan aja. Aku mau ke kelas dulu. Tuh kelas ku di ujung sana."
Dion menatap kelas yang ditunjuk Chika. Kelas fisika yang berada di samping kelas kimia. Bisa dibilang lantai 2 ini, tempatnya fakultas FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang terdiri dari beberapa jurusan; Fisika, Kimia, Matematika, dan Geofisika.
Sedangkan fakultas Dion berada di gedung seberang. Kampus Dion memiliki 6 gedung, yang diisi beberapa fakultas berbeda.
"Oh gitu," Dion mengangguk paham, "Kalau gitu gue duluan ya."
Chika tersenyum manis, "Oke ka."
"Bye."
Chika membalas lambaian tangan Dion, "Bye juga."
Chika berdiri memperhatikan Dion yang berjalan menjauhinya. Ia tak melepaskan pandangannya dari pria itu.
Chika menepuk-nepuk pipinya, "Ini bukan mimpi, kan? Bisa ketemu ketua BEM," ucap Chika senang bukan main.
Dion berhenti di depan lift, dan menekan tombol yang berada di samping lift.
Ting!
Pintu lift terbuka, Dion melangkahkan kakinya masuk. Lalu menekan lantai 8. Perlahan-lahan pintu lift tertutup rapat.
Sambil menunggu, Dion mengecek ponselnya. Mencari-cari nomor seseorang di kontak.
Sena
Dion memperhatikan nama yang terpampang di kontaknya.
"Telepon apa engga ya? Kok jadi mikirin gini sih," ucap Dion tak mengerti dengan dirinya hari ini. Sena Sena Sena. Entah kenapa sejak Sena menciumnya tadi malam, otaknya mendadak di penuhi gadis itu.
Dion menggeleng cepat, "Engga, gak! Jangan telepon," ucapnya penuh keyakinan, lalu memasukan ponselnya ke dalam saku jeans.
Namun beberapa detik kemudian pikirannya berubah.
"Apa telepon aja ya?"
"Ya udahlah telepon aja. Sena lagi ngapain ya …"
Dion menggeser layarnya, menyambungkan panggilan. Dion terus menunggu. 5 detik, 10 detik, 15 detik telah berlalu.
Nomor yang Anda tuju tidak menjawab, cobalah beberapa saat lagi.
Tut!
Dion mematikan sambungannya, "Loh, kok ga diangkat?" ucap Dion bingung. Harusnya Sena menjawab panggilannya, kan?
Dion menepuk dahinya, teringat sesuatu, "Oh iya! Sena, kan masih belum bisa pakai hape."
Ting!
Pintu lift terbuka, Dion memasukan ponselnya ke dalam saku Jeans. Lalu melangkah ke luar. Ruangan luas dengan desain serba putih membuat kesan elegan di lantai 8. Setelah keluar dari lift, akan terlihat lukisan-lukisan abstrak yang terpajang di setiap dinding.
Lukisan karya mahasiswa seni.
Dan tak lupa robot-robot karya anak bangsa, yang diciptakan mahasiswa anak teknik. Terpajang di setiap sudut dinding.
Setiap fakultas, menyumbangkan karya dan penghargaan mereka.
Beberapa prestasi mahasiswa diabadikan di lemari kaca. Medali, dan piala tersusun rapi. Piagam penghargaan prestasi di pajang di setiap dinding. Apa yang mahasiswa itu perjuangkan layak untuk diabadikan.
Di lantai 8, hanya punya satu ruangan. Yang dimana ruangan itu dikhususkan untuk mahasiswa. Perkumpulan kegiatan mahasiswa, termasuk rapat BEM dll.
Dion membuka pintu ruangan student center. Seluruh anggota organisasi mahasiswa telah berkumpul.
"Maaf saya terlambat," ucap Dion formal. Lalu melangkah menuju kursi yang berada di depan mimbar. Kursi yang terdiri dari 4 petinggi mahasiswa.
Dion sebagai ketua BEM universitas mendapatkan kursi di tengah.
BEM dibagi menjadi 2, yaitu BEM universitas dan BEM fakultas. Cara kerja mereka sama, tapi yang membedakan adalah ruang lingkup kerja mereka. BEM universitas bertanggung jawab atas satu kampus, dan BEM fakultas bertanggung jawab atas fakultas yang dipegang.
Ada 100 kursi. Para ketua BEM dan anggota-anggotanya dari fakultas masing-masing telah duduk rapi.
Dari sebelah kiri, terdiri dari sekretaris BEM — bendahara — ketua — wakil BEM.
Tuk tuk tuk!
Dion menepuk mikrofon, mengecek suara.
"Halo selamat siang-"
"Siang," jawab mereka serempak.
"Maaf saya terlambat dari jam yang dijanjikan awal. Oke langsung to the point aja ya. Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih, pada semua anggota BEM fakultas dan BEM universitas yang menyempatkan waktunya untuk hadir di rapat Paripurna. Oke, hari ini saya ingin membicarakan soal rencana pembinaan desa yang akan kita adakan selama 12 hari. Dimana kita akan berkunjung ke desa terpencil. Dan membantu warga-warga disana. Dimulai dari yang pertama— mengajar pendidikan. Tidak terbatas mau anak-anak, mau orang tua. Pokoknya sasaran kita adalah memberikan ilmu yang kita dapat selama sekolah dan membagikannya kepada mereka."
"Yang kedua, kita juga memfokuskan pada kesehatan mereka. Bagaimana gizi anak-anak balita di sana, apakah stunting atau tidak. Bagaimana sanitasi dan lingkungan hidup di sekitar mereka. Dan lain-lain."
"Yang ketiga ini merujuk pada ekonomi dan SDM mereka. Mengembangkan potensial SDM dan SDA di daerah tersebut melalui pengembangan pariwisata yang mereka punya, dan juga UMKM pada usaha-usaha yang mereka jalani."
"Dan yang keempat menciptakan sesuatu untuk mereka. Jika mereka kesusahan air, maka kita sebagai mahasiswa BEM menciptakan bagaimana caranya agar mereka bisa menikmati air tanpa harus jauh-jauh mandi di sungai. Kalau semisalnya mereka tidak punya listrik, maka kita yang akan membantu mereka membangun pembangkit listrik- lalu kita lihat bagaimana desa tersebut, apakah desa tersebut rawan bencana? Kalau semisalnya rawan bencana, kita akan membuat mitigasi bencana alam."
*****
"Bagaimana hasilnya? Apa sudah ditemukan?" tanya seorang polisi kepada temannya.
Temannya mengangguk, kemudian menunjukan hasil kertas yang ia identifikasi.
"Dari hasil identifikasi melalui darah yang berceceran di jalan. Bisa dipastikan itu adalah korban tabrak lari. Alasan kuat pertama; ban mobil itu terkena darah sang korban, sehingga saat mobil itu berjalan ada jejak-jejak darah sepanjang 1 km. Dan kalau dilihat dari arah mobil tersebut ini mengarah pada jalan menuju utara. Sayangnya saat di TKP, tidak ada kamera CCTV. Tapi mungkin, yang harus kita selidiki jalan sepanjang 1 km ini. Kita harus telusuri lebih dalam lagi, apakah ada CCTV di sana? Dan kalau semisalnya ada, kita bisa menemukan jawaban, mobil apa yang dipakai sang pelaku. Mungkin bukti ini masih belum cukup, tapi pasti akan ada jawaban dari kasus ini."