Sena mengangguk senyum, "Iya guru."
Mira berjalan mendekati Sena yang duduk di atas ranjang, lalu meletakan baki-nya di atas nakas. Mira menoleh sedikit, menatap Sena yang memeluk erat bingkai foto.
"Lagi kangen Dion ya?" tebak Mira sambil tersenyum.
Sena mengangguk, "Iya guru," jawabnya tersenyum.
Ternyata tebakannya benar.
Mira meraih mangkuk bubur, dan duduk di tepi ranjang.
"Nanti Dion pulang kok, Sen," ucapnya lembut.
"Tapi kapan guru? Sena kangen Dion," jawab Sena cemberut.
"Nanti setelah Dion menyelesaikan kegiatan kuliahnya. Sekarang kamu sabar aja dulu ya. Nanti Dion pasti nemuin kamu."
Mira menyendokkan bubur, dengan suwiran ayam di atasnya.
"Sekarang aaa dulu," Mira menyodorkan sesendok bubur ke arah Sena.
Sena membuka mulutnya, menerima suapan dari Mira.
"Emm enak guru," puji Sena tersenyum mengunyah makanannya.
"Iya dong siapa dulu Chef Mira."
"Guru hebat," ucap Sena mengeluarkan kedua jempolnya.
"Sena mau jadi guru dan mau jadi Dion juga."
"Mau jadi aku dan Dion?" ucap Mira kembali menyendokan bubur.
Sena mengangguk, "Iya, Sena mau jadi kayak guru sama Dion. Bisa masak, baik, lucu, dan juga pinter."
Mira tersenyum, kemudian menyodorkan lagi sesendok bubur ke arah Sena, suapan kedua.
"Kamu nanti bisa kok jadi kayak gitu."
Sena membuka mulutnya, menerima suapan, "Guru, Sena mau sekolah juga kayak Dion punya banyak temen-temen. Sampai sekarang Sena belum punya temen kecuali guru dan Mario," ucap Sena sambil mengunyah.
"Kan Sena udah sekolah sama guru."
Sena mengerucutkan bibirnya, "Sena maunya sekolah di luar tapi ga boleh sama Dion. Sekarang Sena ga bisa sekolah lukis lagi, padahal Sena suka."
Mira tersenyum menenangkan, "Dion bukannya ngelarang Sena sekolah, Dion cuma ga mau Sena ketemu Bryan lagi."
"Oh gitu ya," jawab Sena menunduk sambil cemberut memainkan jari-jarinya. Bicara soal Bryan, sejujurnya Sena masih merasa bersalah pada pria itu soal tindakan Dion dan Mario.
"Gimana kalo kita bikin kejutan buat Dion?"
Sena mendongak antusias, seketika matanya berbinar cerah ketika nama pria itu disebut.
"Mau! Mau! Bikin kejutan apa guru?!" tanya Sena tak sabar.
"Bikin Dion terkejut atas progress belajar kamu. Pasti Dion bakalan kaget kalau tiba-tiba kamu udah bisa baca atau menghitung."
"Hah," Sena menghela nafas, "Ingatan Sena selalu lemah guru soal menghafal," ucap Sena tiba-tiba merasa pesimis.
Mira mencolek ujung hidung Sena, "Siapa bilang … buktinya kamu udah bisa menghitung satu sampai lima, udah hafal huruf juga, terus bisa baca meskipun terbata-bata. Itu tandanya kamu masih bisa menghafal."
Sena mengulum bibirnya, ragu. Akankah Dion senang dengan kejutannya.
"Gimana apa kamu mau?" tawar Mira lagi.
"Coba Sena pikir-pikir lagi," ujar Mira tersenyum.
*****
Mario memarkirkan motornya di tempat parkir kos. Lalu meletakan helmnya di atas kaca spion. Mario berjalan cepat menuju kamar kosnya.
Yang ada di pikirannya sekarang adalah Sena Davina Sena Davina. Entah sudah keberapa kali kedua nama itu bergelayut di pikirannya.
Mario harus cepat-cepat membuktikan dugaannya bahwa Sena itu adalah Davina, sebelum ia lupa.
"Eh mas Mario udah pulang," ucap seorang wanita bertubuh sintal, tetangga kos sebelah. Bisa dibilang wanita ini adalah primadonanya kos wanita yang sering diperbincangkan para penghuni kos pria.
"Ga mau mampir dulu atuh mas? Ada teh manis di rumah loh," ucapnya menggoda dengan menggerakkan bagian-bagian tubuhnya yang menonjol atas dan bawah.
Mario yang sedang terburu-buru tak menghiraukan primadona kos itu. Jika ia tidak sedang terburu-buru mungkin ia akan modus sejenak melontarkan kata-kata pujangga. Tapi untuk meminum teh di kamar kos wanita itu, ia sama sekali tidak pernah tertarik. Mario akan cepat menolaknya. Meskipun jomblo tapi ia memegang prinsip only one, only girl.
"Lah mas Mario teh kenapa? Diam membisu begitu?" tanya Primadona itu bingung, menatap Mario yang hanya melewatinya saja seperti angin lalu. Ia menatap punggung Mario yang kian menjauh.
"Kenapa ya mas Mario? Tumben ga modusin eke, kesurupan setan apa?"
Mario tiba di depan kamar kosnya yang terpampang poster besar Bon Jovi di depan pintu. Mario mengeluarkan kuncinya dari saku celana, dan membuka pintu.
Setelah terbuka, Mario masuk tergesa-gesa dan menutup pintunya rapat-rapat.
Mario melepaskan sepatunya, dan meletakannya di sembarang tempat. Dalam keadaan genting seperti ini, ia tidak kepikiran untuk meletakan sepatu di dalam rak. Fokusnya teralihkan pada identitas Sena sekarang.
Mario duduk di depan layar komputer. Dengan cepat tangannya membuka situs pencarian terbesar di dunia.
Setelah muncul, tangannya mengetik cepat di papan keyboard.
Seorang gadis bernama Davina kecelakaan lalu lintas.
Enter.
Tak berapa lama seluruh portal berita memunculkan yang ia cari. Kecelakaan lalu lintas Davina.
Mario mengklik portal berita paling atas. Dan membacanya perlahan-lahan.
"Kecelakaan lalu lintas … bernama Davina Veronica berumur 51 tahun."
"Bukan bukan, ini bukan Davina."
Dari umurnya saja sudah pasti bukan Sena. Mario mengklik semua portal berita satu persatu, namun hasilnya tetap sama. Yang keluar namanya Davina Veronica.
Mario meng-scroll layar ke bawah, "Kok ga ada ya berita tentang kecelakaan Sena ya?"
"Apa kecelakaannya ga masuk berita?"
"Tapi masa sih? Harusnya ada, kan. Seenggaknya satu atau dua portal berita ada."
Mario frustasi sendiri, apa yang ia cari tidak ketemu. Ia sangat butuh info itu, untuk mengungkapkan jati diri Sena sebenarnya.
"Apa judul yang dimasukin kurang tepat?"
Mario berpikir sebentar, memutar otaknya, "Apa ya judulnya?"
Sampai akhirnya, Mario mengetik apa yang terlintas di pikirannya.
Info orang hilang gadis bernama Davina.
Enter.
Selang beberapa detik, semua portal berita memunculkan apa yang Mario cari. Mario berharap semoga dengan kalimat yang ia tulis memunculkan berita tentang Sena.
Mario meng-klik portal berita paling atas.
Info orang hilang, Davina Li, umur 21 tahun. Terakhir dilihat, malam hari memakai gaun berwarna putih selutut.
Mario terdiam sebentar, mengingat-ingat lagi. Dalam berita ini baju terakhir yang dikenakan Davina gaun putih selutut, itu persis sama dengan baju Sena saat gadis itu tertabrak dulu. Tapi Mario masih belum puas.
Ia kembali meng-scroll bawah. Jantung dan waktunya seakan berhenti saat itu juga. Saat dia melihat ke bawah terpampang foto wanita yang wajahnya persis sama dengan Sena.
Mario tidak salah lagi ini pasti Sena. Ia yakin 100 persen.
"Kalau ini Davina, berarti cowok yang datang ke apartemen Dion siapa dong?" Mario bertopang dagu, mengingat kembali pria tampan yang berusaha menerobos masuk apartemen Dion mencari Davina.
Mario memutarkan otaknya, mencoba mengingat-ingat kembali.
"Mas ganteng?"
Mario menaikan alisnya, "Mas ganteng?" ucapnya menatap Mira dan pria asing itu bergantian.
"Mas ganteng, pasti nyari aku ya?" ucap Mira mengedipkan matanya berkali-kali, dan bergelayut manja di daun pintu.
"Mas ganteng … so sweet banget sih kesini lagi. Pasti mau ngajakin nikah ya?" Mira mengedipkan mata mautnya.
Mario menjentikan jarinya, paham.
"Mira pasti tahu soal cowok itu. Tapi apa hubungannya Davina sama cowok itu?"