Part 16

1456 Words
Begitu upacara pernikahan selesai, Arsen dan Fherlyn berpamit dan sama sekali tidak ada pembicaraan sepanjang satu jam lebih perjalanan sampai di rumah Arsen. “Hanya ini barangmu?” tanya Arsen untuk pertama kalinya membuka mulut ketika melihat koper milik Fherlyn yang diturunkan oleh pelayan dari bagasi mobil. Fherlyn mengangguk. Ia tak membawa banyak barang selama tinggal di rumah kedua orang tuanya. Selain masih banyak pakaian yang ia tinggalkan di sana, ia juga merasa tak perlu membawa barang banyak meski pindah ke rumah Arsen. “Sepertinya kau menganggap rumahku hanya persinggahan, ya?” “Bukankah yang terpenting bagimu aku terlihat tinggal di rumah ini?” Arsen menyeringai. “Jadi, kauingin tidur di kamarku atau kamar lainnya yang kosong di rumah ini?” Fherlyn menahan kepedihan kata-kata Arsen. Jika memang pria itu bersikeras menikahinya hingga menggunakan Adara sebagai ancaman, lalu untuk apa Arsen memintanya memilih tidur di kamar pria itu atau kamar lainnya. Akan lebih baik jika Arsen yang menentukan. Keduanya bukan pilihan yang buruk bagi Fherlyn jika itu kepastian dari Arsen. Tapi pria itu memberinya pilihan hanya untuk membuatnya merasa ditarik ulur. “Aku ingin kamar yang dekat dengan Adara.” Fherlyn menjatuhkan pilihan sekenanya. Arsen mendengus mengejek. “Itu kamarku.” Fherlyn membelalak. Memilih kamar Arsen akan membuat Fherlyn seolah membiarkan pria itu mengelupas harga dirinya dengan perlahan, tapi mungkin itu adalah satu-satunya tempat di dunia ini yang ia harapkan. Berada di ranjang Arsen. Dan kamar lain, Fherlyn akan merasa sepenuhnya tersingkir dari kehidupan pria itu meski harga dirinya tetap utuh karena tak perlu mengemis cinta pada Arsen. “Apa yang kauinginkan, Arsen?” tanya  Fherlyn kemudian setelah sempat terpaku dan masih menimbang pilihannya. Arsen melangkah mendekat. Tanpa melepas tatapannya yang mengunci manik Fherlyn, ia mengurung tubuh wanita itu hingga bersandar di badan mobil. “Kau tak benar-benar ingin tahu, Fherlyn.” Fherlyn meneguk ludahnya. Tatapannya tak bisa berpaling seolah Arsen telah menghipnotisnya. Ia menyerah. Ia selalu menyerah jika Arsen menggunakan serangan fisik seperti ini. Pria itu seolah mengambil alih kendali tubuhnya hanya dalam satu sentuhan magicnya. Dan itu terjadi bahkan sebelum Fherlyn mengerjapkan mata. Tangan Arsen naik, menyentuh dagu Fherlyn dan mengangkatnya. Aroma Fherlyn yang terendus hidungnya terasa menggelitik dan ia bisa merasakan aroma manis itu menari-nari di lidahnya. “Jika aku mengatakan apa yang kuinginkan, apa kau akan memberikannya dengan sukarela, Fherlyn? Seperti terakhir kalinya.” Seperti terakhir kali, Fherlyn mengulang dan ingatan di kepalanya dihentak mundur. Pria itu memperingatkannya akan bencana besar yang ia dapatkan karena kecerobohannya yang telah menyerahkan diri pada pria itu dengan sukarela. “Mungkin bagimu tindakanku adalah sebuah kepengecutan, tapi aku tak pernah menyesali pilihan apa pun yang pernah kuambil.” “Termasuk pilihanmu untuk mencintaiku?” Fherlyn diam sejenak sebelum mengangguk pelan. “Dan pilihan meninggalkanku?” Getaran dalam suara Arsen membuat Fherlyn sedikit beringsut tak nyaman. Tapi tubuh wanita itu tak bisa berbuat banyak karena kungkungan tubuh Arsen yang dan punggung yang sudah melekat di badan mobil. “Aku tahu kata maaf hanya akan terdengar basa-basi di telingamu, Arsen.” “Kau bahkan tidak merasa bersalah.” “Aku hanya melindungi diriku.” “Dariku?”dengus Arsen mengejek. “Aku mencintaimu, Arsen. Tidakkah itu sedikit berarti di matamu?” “Kau memandangku seolah aku berengsek yang pantas dihindari. Kau meludahi tanggung jawabku. Kaupikir bagaimana aku bisa memandang perasaan cinta yang kau agung-agungkan itu? Membalasnya? Pikirkan dulu sebelum kau menyebut itu cinta, Fherlyn. Atau setidaknya buatlah cintamu itu lebih dari sekedar omong kosong.” “Aku memberikan segala yang kumiliki untukmu.” “Benarkah?” Gigi Arsen kelihatan ketika salah satu sudut bibirnya terangkat. Matanya yang bersinar tajam, mulai terlihat bergelora. Tangannya yang semula berada di dagu Fherlyn mulai turun ke pundak. Menarik turun tali spaghetti dress yang Fherlyn kenakan. “Apa yang kaulakukan?” Fherlyn mulai panik. Gerakannya yang hendak menahan tangan Arsen teredam oleh tubuh pria itu yang semakin merapat. “Kupikir kau sudah memberikan segalanya padaku, kan? Salah satunya tubuhmu.” “Ta ...” Fherlyn tidak sempat menyelesaikan satu katanya pun. Karena kini bibirnya tenggelam dalam lumatan bibir Arsen. Kedua tangannya berada dalam cekalan pria itu dan terpaku di badan mobil. Satu lumatan tak pernah cukup. Kali ini ia tak akan menahan diri melumat habis-habisan rasa manis di bibir Fherlyn setelah didera kefrustrasian selama berjam-jam menunggu upacara pernikahan yang terasa bagai setahun di setiap menitnya. Arsen berhenti hanya untuk membiarkan Fherlyn mengambil napas sejenak. Dan masih dengan napas wanita itu yang terengah-engah, Arsen menyeret wanita itu melewati teras dan masuk ke rumah. “Le ... paskan,” sengal Fherlyn di antara napasnya yang terputus-putus. “Ar ... sen!” Genggaman Arsen di pergelangan tangan Fherlyn mengeras. Setengah menyakiti wanita itu agar berhenti meronta atau menolak gairahnya yang sudah di ubun-ubun. “Arsen!” teriak Fherlyn dengan napas yang tertahan. “Berhenti bersikap labil, Fherlyn. Aku tahu kau juga menginginkan diriku memenuhi dirimu melebihi diriku. Mengisi kekosongan hatimu. Jadi jangan menyangkal dan biarkan tubuhmu yang berbicara.” “Tidak!” Satu tangan Fherlyn yang terbebas dari cekalan Arsen meraih apa pun yang mengenai telapak tangannya. Tapi seretan Arsen terlalu kuat dan terburu. Tidak! Ia tidak boleh membiarkan Arsen menguasai tubuhnya. “Lepaskan, Arsen!” “Jangan memposisikan dirimu sebagai korban. Aku muak dengan semua sandiwara sialanmu.” Fherlyn berhasil meraih pinggiran pagar besi di tangga. Mencengkeramnya erat-erat dan tarikan kuat Arsen seolah mematahkan kedua tulang lengannya. Dan ia tak bisa menahan ringisannya. Langkah Arsen terhenti. Ia menoleh ke belakang dan menatap marah pada genggaman tangan Fherlyn. “Aku tak ingin memerkosamu, Fherlyn. Tapi aku akan melakukannya jika tak punya pilihan lain.” Sesaat tubuh Fherlyn bergidik ngeri dengan ancaman Arsen. Genggamannya tangannya di pagar besi pun sempat mengendor, tapi ia kembali mengetatkannya dan dagunya terangkat sedikit. “Kau memilih cara yang keras?” dengus Arsen. “Itu hanya membuktikan bahwa kau adalah m***m tak bermoral yang hanya mampu memaksakan kehendaknya pada seorang wanita yang lemah.” “Wanita yang pemah kaubilang?” Kaki Arsen yang sudah menaiki tiga anak tangga, kembali turun di anak tangga yang diinjak Fherlyn. Satu tangannya yag terbebas menangkap wajah Fherlyn. Mencengkeram kedua pipi Fherlyn dan memberi tekanan yang cukup kuat di rahang mungil wanita itu. “Maka jadilah wanita lemah yang tidak keras kepala.” Fherlyn meringis menahan sakit tapi mulutnya tak mengaduh. Satu tangannya berada dalam kuasa Arsen sedangkan tangannya yang lain berusaha mempertahankan kakinya tetap menginjak marmer lantai satu. Mencegahnya menyentuh satu anak tangga pun. Jika pertahanan dirinya kali ini jebol, makan semuanya benar-benar akan berahkhir. Ia tak akan memiliki sesuatu pun untuk dirinya sendiri. Arsen melirik genggaman tangan Fherlyn yang mulai mengendor, dan salam satu sentakan kuat, tangannya menyentak memukul lengan Fherlyn hingga genggaman wanita itu di pinggiran pagar terpatahkan hanya dalam hitungan menit. Fherlyn menjerit oleh rasa sakit yang menembus tulangnya. Tiba-tiba tubuhnya melayang dan dipanggung di pundak Arsen. Fherlyn menghentakkan kedua kakinya, dengan niat menyusahkan Arsen menggotong tubuhnya menaiki anak tangga. Ia tahu ke mana langkah pria itu mengarah. Ke kamar pria itu. Arsen membanting tubuh Fherlyn di ranjangnya. Menindih tubuh wanita itu sebelum sempat melompat. Kedua tangannya menangkap kedua tangan Fherlyn dan memakunya jadi satu di atas kepala. Seketika rontaan frontal Fherlyn terhenti dan tangisan membanjiri wajah wanita itu. Arsen hendak menempelkan bibirnya di bibir Fherlyn, tapi wanita itu berpaling dan tubuhnya bergetar hebat. Ketidakberdayaan dan keputus-asaan Fherlyn tampak nyata dan seketika mengoyak hatinya. Menyumpahi Fherlyn yang begitu memengaruhi hatinya. Menggeram keras, Arsen memisahkan tubuh mereka meski tubuh bagian bawahnya masih memaku tubuh Fherlyn di kasur. Tak melewatkan kesempatan tersebut, tangan Fherlyn bergerak mendorong kedua lengan Arsen yang bertumpu di samping pundaknya. Yang sama sekali tak bergerak seinci pun dari tempatnya. “Sekali ini saja. Hanya sekali ini saja.” Arsen menekan setiap katanya dengan mulut terkatup rapat. “Aku akan memberimu kesempatan untuk memilih.” Isakan dan rontaan sia-sia Fherlyn seketika berhenti. Dengan tangan yang masih menyentuh lengan Arsen, matanya yang basah menatap wajah Arsen yang menjulang tinggi di atasnya. Pinggangnya di antara kedua kaki Arsen yang tertekuk dan lutut pria itu mengurung tubuhnya yang berbaring. Wajah pria itu tampak serius dengan gairah yang perlahan mulai memudar, tapi Fherlyn tahu hasrat itu masih ada di balik tatapan Arsen yang dingin. “Tetap di ranjangku atau turun dari ranjangku.” Fherlyn tahu pilihan yang diberikan Arsen tak akan sesederhana itu. “Jika kau melewati pintu itu, seumur hidupmu kau tak akan pernah naik di ranjangku dan aku tak akan pernah menyentuhkan tanganku di atas kulitmu. Pernikahan kita akan menjadi lembaran kertas-kertas lainnya yang ada di meja kerjaku. Tak lebih dari itu.” Fherlyn menyelami kata-kata Arsen. Bayangan tentang pernikahan yang seperti cangkang kosong datang menyeruak di antara pikirannya. Bagaimana Arsen tak akan pernah melihatya sebagai seorang wanita. Sebagai seorang istri. Bagaimana Fherlyn bisa melihat Arsen dengan matanya, bisa merasakan kehadiran pria itu di sekelilingnya tapi mereka hidup di dunia yang berbeda. Arsen tak melihat keberadaannya. Seumur hidupnya, Fherlyn akan bernapas dengan pengabaian pria itu. “Dan jika kau memilih tetap di ranjangku. Kau tahu akan mendapatkan diriku meski tidak dengan hatiku. Tanggung jawab, kesetiaan, dan kehidupan keluarga yang utuh, aku bisa menjanjikan semua hal itu untukmu dan Adara.” Fherlyn butuh lebih, tapi untuk saat ini apa yang dijanjikan oleh Arsen sudah lebih dari cukup. Ia masih sanggup menerima hati pria itu yang tidak bisa digapai, tapi jika pria itu ikut berpaling darinya. Fherlyn tak akan mampu menangkis dirinya dari penderitaan melihat Arsen dimiliki oleh wanita lain. Dimiliki oleh wanita itu. Fherlyn menurunkan tangannya yang mencengkeram lengan atas Arsen. Tak perlu membuka mulut untuk menentukan pilihannya. Arsen tahu apa yang ia pilih. Dan sekali lagi, Arsen berhasil memiliki setiap inci tubuhnya. Seperti malam itu.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD