Part 5

1434 Words
“Jadi, kau yang menghamili anakku?” Kepalan tangan Keydo yang mengeras bisa ia pastikan menyentuh wajah arogan nan songong yang ada di seberang meja itu. Jika bukan karena istrinya yang duduk di samping, mengalungkan kedua lengan dan menempelkan wajah di lengan kanannya, diniatkan memang untuk menjaga kestabilan emosi di dadanya. Menghindari baku hantam yang memang sudah direncanakan kepalanya begitu mendengar nama sialan itu keluar dari mulut pelayannya. Keydo sudah tak peduli lagi jika mereka berdua tampak konyol duduk bersempit-sempitan di sofa tunggal di hadapan Arsen, sedangkan sofa panjang yang ditempati oleh Fherlyn begitu luas dan kosong. Gadis yang malang, ah tidak. Putrinya sekarang sudah tak gadis lagi mengingat kesuciannya sudah dinodai oleh pria b******k yang duduk di seberang sana. Sepertinya Keydo bisa dengan mudah membanting meja di hadapannya dalam dua detik lalu menghajar habis-habisan dan menghancurkan wajah sialan tampan itu. Kepala Fherlyn terus menunduk saat Keydo menyeret anaknya memasuki ruang tamu dan mengambil tempat sejauh mungkin dengan tamu tak diundangnya. Meringkuk ketakutan di sudut sofa dan Keydo yakin leher putrinya itu akan kram dalam hitungan menit jika tetap keras kepala mempertahankan posisi bebalnya itu. Kembali tatapan membunuh Keydo terpusat ke arah Arsen, tak sungkan menunjukkan sikap permusuhan yang begitu kentara dan tak peduli jika kebenciannya membuat pria itu tersinggung. “Tidak berlebihan jika saya mengatakan anak Anda yang merayu saya lebih dulu, Tuan Ellard.” Arsen menatap Fherlyn dan tersenyum simpul menyiratkan maksud tersembunyi ketika bertanya khusus untuk wanita itu. “Benar, kan, Sayang?” Kepala Fherlyn terangkat dan matanya membeliak kaget dengan jawaban serta pertanyaan yang diucapkan dengan begitu ringan oleh Arsen. Terutama dengan panggilan sayang yang dulu selalu diucapkan Arsen ketika mereka berdua berada di atas ranjang. Seolah pria itu sengaja menelanjanginya di hadapan keluarganya. “Sayang?” Keydo menoleh ke arah Fherlyn lagi. Kali ini dengan kedua bola mata yang hampir keluar. Putrinya itu langsung menunduk dan tak berani membalas tatapan matanya lebih dari satu detik. “Kaupikir aku percaya bualanmu?” Keydo masih berusaha membela putrinya meski keraguan sudah bisa dipastikan begitu melihat dengan jelas reaksi Fherlyn. Saat putrinya ketahuan menyembunyikan salah satu kecerobohan darinya. “Empat tahun yang lalu tepat tanggal delapan Mei. Sepertinya di ruangan saya ada cctv, mungkin saya bisa mencari dan menunjukkan pada Anda sebagai bukti. Tapi ...” Arsen berhenti sesaat untuk melirik ke arah Fherlyn yang tampak tak bisa berkutik lalu kembali ke arah Keydo Ellard. “Saya takut Anda kecewa karena ternyata selama ini Anda keliru mengenali putri polos dan rapuh Anda ternyata tidak sepolos seperti yang Anda kira.” “Kurang ajar!” Tubuh Keydo sudah hendak melompat ke arah Arsen, tapi beban di lengan kanan yang menariknya membuat pantatnya kembali tersungkur di sofa. Fherlyn tersentak kaget dengan suara keras papanya yang menggemparkan setiap sudut ruangan membuat tubuhnya semakin beringsut ke punggung sofa. Beruntung mamanya melakukan tugasnya dengan baik sebagai penawar kemurkaan papanya. Terkadang dia merasa iri dengan kisah cinta kedua orang tuanya. Mencintai dan dicintai.  Keinginan seperti itulah yang menjerumuskannya ke lubang gelap sakit hati karena kekecewaannya terhadap Arsen. Arsen tidak akan pernah memberinya cinta seperti yang ia harapkan. Pria itu hanya tahu cara dicintai tanpa tahu bagaimana harus membalas perasaan cinta yang ia berikan dengan tulus. Atau dirinya yang terlalu bodoh karena mencintai manusia kasar dan tak punya perasaan seperti Arsen? “Tenanglah, Keydo,” bisik Finar. “Pria kuat adalah pria yang mampu menahan amarahnya, ingat mantramu. Kendalikan dirimu.” Finar membisik di telinga Keydo. Lalu menghitung angkat satu, dua, tiga dan seterusnya yang membuat Keydo semakin gusar. Telinga Keydo gatal dengan ocehan Finar, dan hanya mampu menahan geramannya di tenggorokan. Kobaran api dalam hatinya tak akan padam hanya karena menghitung satu sampai sepuluh. Tapi ia terpaksa menahan sekuat tenaganya demi istri tercinta, yang menatap penuh permohonan di mata berkilau yang menjadi titik kelemahannya. Mengalah adalah satu-satunya jalan untuk keharmonisan rumah tangganya dengan Finar. “Lagipula ...” Finar lebih mendekatkan bibirnya di telinga Keydo. “Dia sangat tampan.” “Apa?!” Keydo memutar kepala dan mendelik lebar-lebar ke arah Finar dengan tatapan kecemburuan yang berkobar di manik gelapnya. Sempat-sempatnya istrinya itu memuji pria lain di hadapannya dan di saat amarah bergolak membakar hatinya. “Dan kaya. Itu yang terpenting.” Finar segera mengoreksi dengan cepat ketika tatapan, geraman, dan gestur kecemburuan memenuhi Keydo. “Tidak buruk untuk jadi seorang menantu maksudku.” Finar memperbaiki kalimatnya meski terdengar tak meyakinkan. Sebagai seorang wanita ia mengakui ketampanan calon menantunya tersebut. “Kau?!” geram Keydo. Finar tak peduli pada kemarahan Keydo lagi. Tiba-tiba menarik tangannya lepas dari lengan Keydo dan memutar tubuh menghadap Arsen. Memasang senyum ringan dan mengangguk mengerti. “Kami percaya kaupunya buktinya. Fherlyn terkadang ... sedikit ceroboh dan tak berpikir sebelum bertindak.” “Ma!!!” rengek Fherlyn tak terima. Bukannya membela, mamanya malah mempermalukan dan memojokkannya di hadapan Arsen. Arsen membalas senyum Finar dengan ramah dan mengangguk menyetujui. Walaupun merasa sangsi dengan kata ‘terkadang’. ‘Fherlyn selalu sangat ceroboh dan tak pernah berpikir sebelum bertindak,’ itu kalimat yang sangat tepat. “Tapi itu tak membantah fakta bahwa kau telah merusak kesucian anakku dan angkat tangan dari tanggung jawabmu,” sergah Keydo yang kali ini bukan hanya marah pada Arsen tapi juga sangat kesal pada Finar. “Kau memanfaatkan jabatanmu untuk bertindak semena-mena pada bawahanmu. Berapa banyak sekretarismu yang sudah kautiduri?” “Hanya Fherlyn, Tuan Ellard.” Jawaban Arsen ringan dan tegas. “Kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Sama sekali tidak ada paksaan saat saya membawa putri Anda ke atas ranjang dan menanggalkan pakaiannya satu per ...” “Diam kau!!!” Keydo tak tahan saat bayangan-bayangan kalimat Arsen terpampang jelas di benaknya. Putrinya dan pria yang sialan tampan itu yang saling merayu, saling menyentuh dan membakar, lalu .... aarrggghhh. Keydo tak sanggup menampilakan gambaran-gambaran panas itu meski bukti dari kedekatan hubungan mereka sudah membuahkan seorang bayi yang bahkan belum pernah ia jumpai. Fherlyn pun yang hanya mampu tertunduk di sudut sofa, memejamkan mata erat-erat. Pipinya memerah mengingat semua kenangan panasnya saat bersama Arsen dan di saat yang bersamaan ia bisa merasakan tusukan tajam dari tatapan papanya menembus kepalanya yang membuatnya malu luar biasa. Papanya dan Arsen tak henti-hentinya bergantian mempermalukan dirinya.1 ‘Sialan kau, Arsen!’ umpat Fherlyn dalam hati. Apa pria itu tak punya rasa malu, membeberkan urusan ranjang mereka di hadapan orang tuanya seperti ini? ratapnya dalam hati. Teriakan Keydo tak membuat Arsen berhenti begitu saja. Ia melanjutkan ceritanya. “Dan tentang tanggung jawab, sebaiknya Anda menarik kata-kata Anda, Tuan Ellard yang terhormat. Karena sungguh, saya adalah pria yang bertanggung jawab dan saya sama sekali tidak angkat tangan saat Fherlyn datang kepada saya dan mengatakan bahwa dia hamil dan mengandung anak saya kemudian meminta saya untuk tidak meninggalkannya sendirian menanggung beban anak kami. Di detik itu juga saya dengan sadar mengakui kesalahan saya dan sepenuhnya akan bertanggung jawab atas hidup mereka berdua.” Keydo terdiam. Merasa sangat marah dengan kata-kata Arsen yang begitu mantap keluar dari bibir pria itu. Saat mengucapkannya, Arsen sama sekali tidak melepas tatapan mata darinya. Setiap kata-kata pria itu juga penuh keyakinan. Diucapkan dengan sangat tenang dan lancar. Keydo tak menemukan setitik pun kecurigaan yang mengartikan sebuah kebohongan dalam pernyataan Arsen. ‘Sialan!’ “Saya sama sekali tidak lari dari tanggung jawab dan sudah mengatakan pada Fherlyn untuk memberitahu Anda sekeluarga dan menetapkan tanggal pernikahan kami. Fherlyn memberi saya tanggal yang tadinya saya pikir ditetapkan dari keputusan bulat satu keluarga. Saya mengakui kekeliruan yang satu itu. Fherlyn bersikeras melarang saya datang ke rumah ini da menemui Anda semua untuk mengajukan lamaran secara benar.” Keydo dan Finar menatap Fherlyn secara bersamaan, dan kebisuan dan ketakutan di wajah Fherlyn hanya semakin membenarkan pembelaan Arsen. Entah kebodohan macam apa yang sudah mengakar di otak anak mereka itu. “Kemudian satu hari menjelang hari pernikahan. Butik mengirim gaun pengantin kami ke rumah dengan sepucuk surat yang mematahkan hati saya. Juga tertulis bahwa dia telah membunuh anak saya,” lanjut Arsen. Memasang ekspesi sakit hati yang dibuat-buat sambil menyentuh d**a. Hanya sesaat sebelum kemudian wajah arogan dan dingin kembali menghiasi wajahnya yang sesungguhnya. “Apa?!” Kesiap kaget menghentak jantung Finar hingga membuat tubuhnya tersentak ke belakang dan membentur punggung sofa dengan tangan menempel di d**a. Mendadak kepalanya berdenyut dan jantungnya berhenti bernapas. “Membunuh?” Fherlyn menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras. “Bukankah ... bukankah kaubilang anakmu masih hidup?” Finar menatap tak percaya ke arah Fherlyn dengan napas terengah. Fherlyn menggigit bibir bagian dalamnya. Kali ini tusukan tatapan Arsen serasa membelah kepalanya. Selesai sudah, pria itu kini mengetahui keberadaan Adaranya. “Fherlyn hanya berbohong, Ma. Fherlyn tak bersungguh-sungguh melakukannya.” “Jadi, kau mengakui bahwa anakku masih hidup?” Arsen bertanya. “Tadinya aku berpikir membutuhkan usaha yang lebih keras untuk membuatmu mengaku, Fherlyn.” Fherlyn tak berani menoleh ke arah Arsen. “Dan kau menculik anakmu sendiri,” putus Keydo. Fherlyn membelalak tak percaya. “Kau yang menculik Aara?” Arsen tersenyum tipis. “Menculik? Itu terlalu kasar.” “Apa yang kauinginkan?” Mata Keydo mengunci tatapan Arsen. Pria itu datang ke rumah ini sudah tentu bukan sekedar menunjukkan diri penuh kebanggaan untuk memberitahu karena telah berhasil meniduri dan menghamili putri tunggal seorang Keydo Ellard, kan? Niatnya sudah tergambar jelas di mata dan kesombongan pria itu. Arsen diam sejenak. Tampak berpikir lalu seringai samar menghiasi sudut bibirnya ketika menjawab, “Mungkin ... sebuah pernikahan.”   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD