SB - 05

1705 Words
Marah pada K' Tana bukan hal baru bagiku. Aku sudah sering marah padanya. Tapi ya, hanya di dalam hati dan hanya aku sendiri yang tahu. Aku tidak pernah benar-benar marah padanya meski seperti yang kalian tahu bahwa aku-punya-sumbu-pendek. Tapi sumbu pendek tidak berlaku untuk manusia satu itu. Aku bisa memaklumi semua sikap dan perilakunya. Dia seperti mendapat perlakuan khusus oleh diriku yang tak kusadari.  Kasus kencannya dengan Nayna tempo hari belum kubahas baik dengannya atau dengan Nayna. Rasanya tak siap menerima apapun jawaban yang akan mereka berikan. Ya, meski aku tak akan bisa mengelak jika seandainya mereka memang ada hubungan.  Astaga. Apa kalian tidak mendengar suara kretak barusan? Hatiku patah lagi entah untuk ke berapa. Aku sudah berhenti menghitungnya sejak lama. Sudah bosan dan aku tahu tak akan pernah selesai. Kecuali aku menyerah atau aku dan K' Tana jadian. Untuk yang terakhir itu sedikit mustahil.  Ting!  Pesan dari Vano. Astaga. Memang aku ini tidak pekaan atau aku tidak peduli? Ya Tuhan. Aku benar-benar lupa pada Vano. Setelah nonton malam itu, kami tidak pergi ke mana-mana lagi. Aku pun hanya bertemu dengannya di kampus dan jika di mengirim pesan pun hanya membahas masalah OSPEK saja. Meski aku sedikit merasa aneh dengan sikap Vano. Kuakui bahwa aku menyadari dia sedikit berubah. Dia menjadi lebih aktif bicara denganku dan sesekali bertanya tentang hal di luar pekerjaan kami.  Btw, kami masih punya sedikit masalah. Kami belum dapatkan tempat untuk acara puncak. Padahal harinya sudah dekat dan perlu banyak persiapan.  Vano11 : Tarin, kami sudah mendapat beberapa referensi lokasi. Kau bisa ke sini nanti?  Aku segera membalas pesan Vano, mengatakan bahwa aku akan datang jam 1. Hari ini aku hanya ada kuliah pagi saja. Sebenarnya ada kelas siang tapi sudah dibatalkan karena dosen yang mengajar mengisi seminar di kampus lain.  Setelah pesanku dibaca dan dibalas Vano dengan oke, tak ada apa-apa lagi di layar ponsel. Semua chat penting sudah aku balas. Tapi mataku tertuju pada satu room chat yang selama satu minggu ini terasa sangat senyap—seperti hatiku. Tak ada obrolan apapun di sana.  K' Tana sedang sangat sibuk dengan kegiatan di jurusannya. Aku hanya bertemu dengannya jika kami butuh berdiskusi dengan SC. Selebihnya tak ada komunikasi apapun. Eit tak usah khawatir. Kami tidak sedang marahan. Hal semacam ini tidak asing terjadi. Bukan sesuatu yang aneh. Jika tak ada kebisingan di grup, itu tandanya K' Tana benar-benar sibuk.  Terakhir aku mengobrol dengannya adalah membahas tentang aku dan Vano. Astaga, apa bahkan ada aku dan Vano? Kenapa tidak ikhlas sekali? Aku tidak menyukai Vano, itu faktanya. Mau sehebat apapun dia, aku sudah terlanjur suka pada K' Tana. Tidak semudah itu untukku beralih rasa pada orang lain. Aku akui Vano tampan, pintar, cerdas, pandai berkomunikasi dan punya public speaking yang bagus. Vano juga punya tampang yang jauh di atas rata-rata. Tapi perasaanku tak hanya sekedar apa yang bisa aku lihat. Aku tidak menyukai orang hanya karena wajah mereka.  Astaga. Kenapa jadi rumit begini? Jika Vano benar-benar menyukaiku, maka itu gawat. Aku harus membuatnya menyerah karena aku yakin tak bisa membalas perasaannya. Aku tak ingin nanti kami terlanjur berada pada situasi tak nyaman. Aku dan Vano masih punya banyak urusan yang harus diselesaikan.  Drrtt.. getar ponsel benar-benar membuat aku kaget. Aku sedang melamun barusan, memikirkan bagaimana caranya untuk membuat Vano menyerah.   "Halo."  /Kau di mana?/  "Condo. Kenapa?"  /Aku di kantin dekat condomu. Cepat ke sini/  "T—"  Tut.. tut.. Sudah diputus secara sepihak. Memang s****n manusia satu ini. Seenak jidatnya saja melakukan sesuatu. Dia pikir duniaku hanya dia?!  Karena akan segera ke kampus, jadi aku sudah berpakaian rapi. Kemeja loose warna soft blue dipadu dengan highweist jeans warna hitam. Jangan lupakan sendal dengan banyak tali yang aku gunakan. Aku memang menyukainya.  "Kau mau ke mana rapi begini?" K' Tana bertanya begitu aku sudah ada di depannya. Ya dengan bodohnya aku tetap menemuinya, meski kesal sekali tadi.  "Kampus." Aku belum duduk. Aku masih berdiri dan aku sendiri tak tahu kenapa aku melakukan hal ini.  "Kau kenapa? Bisulan?"  "Sembarangan."  Si manusia tak peka ini kembali tertawa. s****n. Dia sangat tampan sekali jika begini. Harusnya memang aku abaikan saja telfonnya tadi. Jika begini bagaimana caranya untuk perlahan menghapus rasa. Dan sialnya lagi aku sangat merindukannya.  "Duduklah. Rasanya seperti aku sedang ditagih hutang oleh tukang kredit."  Aku menatapnya kesal tapi berakhir pasrah dengan duduk di kursi di depannya. Kursi di kiri dan kanan kosong. Tak ada siapa-siapa. Jika dilihat kondisi meja, sepertinya dia memang sendiri sejak tadi. Atau dia baru bertemu Nayna? Sejak malam itu aku jadi sering menduga-menduga. Sulit sekali untuk berpura-pura aku punya pikiran yang positif.  "Ada apa memanggilku ke sini?"  Kali ini tak ada senyum di wajah K' Tana. Aku tak yakin tapi dia seperti sedang marah.  "Apa sekarang harus ada alasan untukku memintamu datang atau untukku menemuimu?" Nada dia bertanya terdengar sarkas dan aku merasa bersalah serta kesal bersamaan.  "Aku hanya bertanya."  "Kenapa? Sejak dekat dengan Vano apa aku tidak bisa menemuimu dengan bebas?"  W-what??! Ke mana arahnya ini?  "Apa maksud mu? Kenapa membawa nama Vano?" Aku murni bertanya karena merasa ini tak ada hubungannya. Tapi mendengar kalimat K' Tana selanjutnya membuat aku semakin marah.  "Mungkin pacarmu melarangmu bertemu dengan aku."  "Aku dan Vano tidak pacaran. Berhenti menyebut kata-kata itu dan berhentilah menjodoh-jodohkan aku dengannya."  "Kenapa kau marah padaku?"  Bisa-bisanya dia masih bertanya. Ini benar-benar menyebalkan. Harusnya kami berbincang dengan asyik membahas kegiatan seminggu ini. Tapi kenapa malah jadi bertengkar seperti ini? Benar-benar tidak asyik sama sekali. Mood ku hancur.  Aku diam, tak memberikan respon apapun padanya. Agaknya dia tahu aku marah. Kami dibungkus keheningan sampai abang penjual menghampiri meja kami, mengantarkan minuman dingin yang sepertinya sudah ia pesan sebelum aku datang.  "Ini.." akhirnya dia meletakkan sebuah paper bag ukuran kecil di atas meja.  "Apa?"  "Untuk Nayna."  Jleb. Sungguh, tenggorokanku terasa sangat kering dan oksigen terasa tersendat—tak mengalir ke paru-paru.  Aku masih menatap kosong paper bag bernuansa pink itu.  "Nayna minta dibelikan ini kemarin saat aku di Bali."  Tunggu. Aku menatapnya langsung satu detik setelah kalimat itu meluncur dari mulutnya.  "Apa? Kau ke Bali? Kapan?" Ke mana aku kemarin? Apa yang sudah aku lewatkan? Kenapa aku tidak tahu dia ke Bali?  "Kemarin..."  "Hah?"  "Oh itu aku tidak memberitahu karena aku tau kau sibuk. Kau—"  Aku menghela napas cukup keras dan itu membuat K' Tana terdiam. Dan demi apapun, aku benar-benar marah sekarang.  "Kau tidak memberitahuku karena Vano?"  Dia mengerutkan keningnya. Aku tak tahu apa dia akan menjawab atau tidak. Tapi aku tidak dalam mood yang bagus untuk mendengar penjelasannya. Jadi aku memilih pergi saja.  "Aku akan berikan pada Nayna." Dan setelah mengatakan itu aku melangkah pergi, tak menoleh lagi.  ...  Kantin penuh sekali. Perutku sangat lapar karena sejak pagi aku hanya memakan sepotong roti. Ingatkan untukku ke minimarket nanti. Persediaan makananku sudah habis. Aku tak bisa jika tak punya persediaan roti. Itu s*****a pamungkas untukku mengganjal perut jika aku sedang sibuk atau jika aku sedang malas bergerak.  Kuliah tadi sangat membosankan. Aku tidak memperhatikan sedikitpun penjelasan Prof. Sepertinya pikiranku terbang ke mana-mana.  "Hai Tarin, kau sendirian?"  "Ya." Memang biasa aku dengan siapa?  "K' Tana sudah pulang?"  Aku menaikkan alis.  "Dia ke Bali kan kemarin."  Apa semua orang tahu dia ke Bali dan hanya aku yang tidak?  "Kau tau dari mana?" Astaga, kenapa aku bertanya.  "Oh, aku melihat postingan Nayna."  Oke, aku semakin tak mengerti. Postingan apa? Apa aku memang terlalu sibuk kemarin hingga tak tahu apa-apa padahal semuanya terpampang nyata?  Postingan story Nayna pasti sudah tidak ada. Hmm, padahal aku ingin tahu apa yang ia posting di sana hingga membuat semua orang tahu kalau K' Tana sedang di Bali. Apa Nayna memposting foto K' Tana di Bali? Atau...  "Aneh ya.."  "Hah?" Aku tersentak dari lamunan.  "Padahal K' Tana di real life sangat dekat sekali denganmu. Tapi aku hampir tak pernah melihat kau memposting sesuatu dengannya. Aku malah selalu melihatnya di postingan Nayna. Seperti kemarin mereka video call dan Nayna mempostingnya di story."  Ohhhh.. jadi begitu.  "Tidak ada yang aneh." Aku menanggapi kata-kata teman satu jurusanku ini. Biasanya aku tak pernah menanggapi pertanyaan atau pernyataan mereka. Aku memilih untuk menyelesaikannya dengan cepat seperti tersenyum dan mengangguk. Setelahnya mereka tak bertanya lagi. Apa mungkin itu yang membuat mereka salah paham padaku dan K' Tana? Seperti yang tempo hari Vano bilang. Semua orang mengira aku dan K' Tana ada hubungan.  Harusnya aku bahagia. Ya, harusnya. Tapi entahlah. Aku sama sekali tidak merasa ada kupu-kupu beterbangan di perutku seperti yang orang-prang bilang. Apa karena fakta yang sebenarnya terjadi dengan apa yang orang-orang pikirkan berbeda?  "Kami semua dekat. K' Tana dekat denganku dan dekat juga dengan Nayna." Oh iya, ingat kan saat aku bilang Nayna dari jurusan psikologi? Tapi kenapa semua orang mengenalnya? Itu karena dia cantik dan mudah bergaul. Meski aku dan Nayna sama-sama punya banyak teman. Tapi kami punya gaya berbeda dalam bergaul. Ibaratnya aku berteman karena aku butuh bersosialisasi. Sedangkan Nayna punya banyak teman karena dia memang orang yang menyenangkan.  "Tapi aku melihat kau lebih dekat dengan K' Tana.."  "Itu karena kita satu fakultas. Jadi yang selalu kalian lihat adalah aku dan K' Tana. Tapi kedekatan kami sama—maksudku K' Tana, Nayna, dan aku."  "Ohh begitukah?"  Di tengah obrolan, aku melihat Nayna memasuki kantin fakultas kami bersama teman-teman jurusannya. Aku pamit pada temanku ini untuk menghampiri Nayna. Sampainya di meja Nayna, aku bergabung dengan mereka. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bahas. Aku fokus pada tujuanku menghampiri Nayna.  "Apa ini?" Ia bertanya.  HADIAH DARI BALI.  "Kiriman dari K' Tana.." aku tersenyum. Untuk apa tersenyum? Astaga. Manusia memang munafik. Kita akan munafik pada waktunya.  "Oh, astaga, aku hampir lupa. Dia sudah pulang?"  Apa Nayna sedang berlaga bodoh sekarang? Ini tidak lucu. Dia tahu K' Tana ke Bali bagaimana mungkin dia tidak tahu jika K' Tana sudah pulang?  "Iya."  "Oh, dia tidak memberitahuku."  Mungkin dia ingin memberikan kejutan untukmu. Astaga, Tarin. Sadarlah. Sadar. Kenapa kau jadi irrasional begini? Kendalikan dirimu. Nayna ini temanmu, bukan musuhmu.  "Eh ini dia menelfon.." Nayna tunjukkan layar ponselnya padaku. Nama K' Tana tertera di sana. Tak ada yang spesial. Dia menulis nama K' Tana dengan biasa. Tapi, kadang sesuatu yang terasa spesial itu justru biasa. Dan sebaliknya, sesuatu yang biasa lah yang sebenarnya spesial.  "Aku harus pergi, aku ada rapat." Aku bangkit dari kursi dan melangkah pergi.  "Kabari aku jika sudah selesai!"  "Oke."  ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD