Siasat Licik

1059 Words
BSM 7 "Jangan begini," desis Naren seraya menepis tangan Fara yang baru saja mendarat di lengannya. "Kenapa sih, Mas? Kan aku juga pengen deket-deket sama Mas?" kilah Fara. Ia masih saja terus berusaha mendekati Narendra malam ini. "Kamu kan janji sama aku kalau kamu mau nolak perjodohan ini? Mengapa malah ada acara makan malam? Kamu belum bilang sama mama?" bisik Naren kesal. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Fara agar yang lainnya tidak mendengar ucapannya. "Kan Mas belum kasih apa yang aku minta? Kalau Mas bisa nuruti apa yang aku mau, aku pasti bilang sama Tante Sarah." Seulas senyum miring terbit dari bibir Fara. Ada sebuah rasa di dalam hatinya yang sedang bermekaran. Dalam hatinya, ia sedang menikmati makan malam ini. Masa bodoh dengan janji yang tadi siang diungkapkannya. "Enak saja nolak. Aku juga mau kalau punya suami kayak kamu, Mas. Ganteng, mapan ditambah mamanya suka juga sama aku. Ngga akan kubiarkan perjodohan ini gagal," batin Fara bersorak. "Kapan aku harus turutin apa yang kamu minta? Tapi janji kamu bilang secepatnya ke mama buat nolak ini semua," bisik Naren. Ia mencari kesempatan untuk berdiskusi dengan Fara sementara orang tuanya sedang berbincang mengenai masa lalu mereka. "Lebih cepat lebih baik," jawab Fara cepat. Batinnya bersorak lagi. Akan ada masa dimana ia bisa menghabiskan waktu dengan calon suaminya. Sudah terbayang dalam benak Fara apa saja yang akan ia lakukan dengan Narendra saat hari itu tiba. Narendra mendesis. Wajahnya seketika berubah kesal. Antara kesal tapi ini harus ia lakukan untuk menjaga hubungannya dengan Nara. Demi hubungan asmara yang telah terjalin lama dan rasa saling menyayangi begitu dalam. "Lihat lah, Jeng. Anak kita sudah mulai mau dekat-dekat itu," bisik Bu Sarah pada Bu Rahma, mama Fara. Mata yang dihiasi dengan eyeliner dan eyeshadow warna soft milik wanita paruh baya itu turut melirik sepasang anak muda di depannya yang juga sedang berbisik. "Alhamdulillah ya? Ngga ada drama apa pun soal perjodohan ini. Sepertinya mereka setuju dengan perjodohan ini." Bu Rahma menyahuti. Sebuah senyum terkembang dari bibirnya saat mata itu dengan lekat menatap putrinya yang tampak bahagia. "Ajak Farah jalan-jalan keluar sana, Ren, biar kalian makin akrab," titah Bu Sarah pada putranya saat ia melihat beberapa kali Naren menepis tangan Fara dan tampak cemberut saat Fara mengajaknya bicara. Bu Sarah ingin hubungan antara anak dan calon menantunya itu kian akrab dan bisa segera diresmikan. "Waah, ide yang bagus, Tante," sahut Fara kegirangan. Dua lesung pipit di pipi Fara tampak jelas saat ia sedang tersenyum lebar. "Mama!" pekik Naren tertahan. Ia tak setuju dengan usulan sang mama yang tanpa meminta pertimbangan dirinya lebih dulu. "Sudah lah, Ren. Ngga ada salahnya kalian jalan berdua? Biar makin dekat. Ini kesempatan untuk kalian saling mengenal." "Kesempatan apa sih, Ma?" pekik Naren tak terima. Ia memutar bola mata dengan malas. "Kesempatan untuk kita dekat," sela Fara lirih. "Apaan sih," desis Naren sambil mendelik menatap Fara. Fara berpura-pura memasang wajah gondok untuk mengambil hati Bu Sarah. "Sudah pergi jalan-jalan sana," usir Bu Sarah lagi. Ia tak menghiraukan ucapan Naren yang memberikan penolakan. "Iya, Tante." Farah tersenyum senang. Jalan mulus sudah terbentang di depan mata, mana mungkin ia membatalkan perjodohan ini begitu saja sementara Naren adalah laki-laki yang telah lama diidamkannya. Naren dengan kesal melempar tisu makan ke kursi yang baru saja di tempati. Ia lalu pergi meninggalkan dua keluarga yang masih asik berbincang itu. Sedangkan Pak Hadi hanya mampu geleng-geleng kepala saja melihat sikap dua orang terdekatnya itu. Bu Sarah sengaja meminta Naren dan Fara pergi agar bahasan pertunangan keduanya tak mendapatkan reaksi buruk dari Narendra. Ia harus mencari cara agar perjodohan ini tetap terjaga sampai hari pernikahan itu digelar. Fara pun tak mau kehilangan kesempatan untuk dekat dengan calon suami gantengnya itu. Ia berjalan dengan langkah cepat untuk mengejar jarak Narendra yang semakin menjauh tak memperdulikan keberadaan Fara yang berada di belakangnya. "Mas, tunggu!" teriak Fara saat Naren terus saja melangkah. Ia kewalahan mengikuti langkah lebar calon suaminya itu. "Auww," pekik Fara sambil menumpu badannya yang terjatuh dihalaman dengan telapak tangannya akibat tak mampu mengejar langkah Narendra. Tubuh ramping itu terduduk di atas paving. Wajahnya meringis kesakitan dan menahan tangis. Mendengar pekikan suara Fara membuat Narendra menghentikan kakinya dan sejenak menoleh ke arah Fara berada. "Mas, tolongin," rengek Fara sambil memandang Naren dengan tatapan memohon. "Ck. Ada aja!" gerutu Naren. Meskipun menggerutu, kakinya tetap memutar langkah guna menolong Fara. Hatinya masih peka untuk bisa membedakan mana hal baik dan buruk. "Sini aku bantu," ujar Naren sambil mengulurkan tangannya. Dengan cepat Fara meraih tangan Naren dan melingkarkan lengannya di bahu lelaki yang akan dijodohkan dengannya. "Ngga bisa jalan, Mas," rengek Fara saat sudah pada posisi berdiri. Wajah yang merintih kesakitan membuat Naren iba dan terpaksa mengangkat tubuh langsing itu dengan lengannya. "Makasih ya, Mas," ujarnya manja. Kepala Fara terasa besar sekali melihat sikap Naren yang menuruti keinginannya. Hatinya mendadak jadi tak rela menyia-nyiakan kesempatan ini. Fara menyandarkan kepalanya di bahu lebar milik Naren. Aroma parfum yang menguar dari badan lelakinya itu membuat Fara kian menelusupkan kepala di dalamnya. Ada rasa hangat yang menjalari badan Fara saat kulitnya yang lembut bersentuhan dengan kulit Naren yang bersih. Terbersit ide dalam pikiran Farah untuk mengabadikan momen yang jarang terjadi ini dengan kamera ponselnya. Ini akan menjadi senjatanya untuk memiliki Naren seutuhnya. Beberapa jepretan sudah abadi dalam galeri ponsel Farah. Ada senyum miring yang tercipta dari bibir berwarna soft pink itu. Kemudian ia kembali menyimpan ponsel dalam genggamannya sebelum Narendra menyadari akal liciknya. Keduanya lantas berhenti di sebuah taman yang tak jauh dari lokasi resto tempat keluarga mereka mengadakan pertemuan. "Duduk di situ saja, Mas," pinta Fara seraya menunjuk satu kursi panjang yang terbuat dari keramik. "Iya, lah! Badan kamu berat banget!" ketus Narendra. Wajahnya terlihat keberatan menahan bobot tubuh Fara dengan kedua lengannya. Fara hanya menjawab dengan cebikan bibir. Tetapi dalam hati ia bersorak gembira. "Aku mau ke toilet dulu," ujar Narendra setelah meletakkan tubuh Farah di atas kursi keramik. "Aku tunggu di sini, ya?" jawab Fara sambil tersenyum. Ia tak lagi menunjukkan raut muka yang kesakitan. Tak menjawab ucapan Fara, Narendra langsung pergi begitu saja. Ia enggan berlama-lama dekat dengan wanita yang dijodohkan oleh mamanya padahal paras Fara terbilang cantik. Setelah Narendra pergi, Fara segera melancarkan aksinya. Ia mengunggah foto itu tanpa kalimat apapun. Hanya ada gambar berbentuk hati berwarna merah sebagai ungkapan hatinya. "Satu langkah untuk mengambil kamu dari kekasihmu," gumam Fara. Senyum licik terukir dari bibirnya beriringan dengan gambar yang terunggah sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD