"Kamu senang kan mendengarnya sayang? Hem?"
"I-iya Mas, aahh, a-aku senang." Aleena menjawab dengan terbata-bata di sela-sela desahan nafasnya.
"Apa lagi yang kau inginkan sayang? Aku sudah membuat wanita itu menjadi miskin, apa perlu aku membuatnya menjadi seperti gembel di jalanan? Hem?"
"Aku, aaahh, aku mengi-nginkan lebih dari itu Mas Arfa, aah," jawab Aleena sambil mendesah tertahan.
"Kau menginginkan lebih dari ini Aleena, aku akan dengan senang melakukannya," sahut Arfa, lalu meremas d**a dengan sebelah tangannya yang lain.
Plak!
Aleena memukul tangan Arfa dengan gemas. Bagaimana tidak, pria itu asyik memainkan jarinya di bagian inti tubuh Aleena yang duduk di pangkuannya. Alih-alih mengatakan agar dirinya tidak mengantuk, dan ingin mengatakan hal penting, Arfa justru menggoda istrinya itu dengan memainkan jarinya di bawah sana dan bergerilya di bagian tubuh yang lain.
"Mas Arfa kalau mau nanyak ya nanyak aja Mas, enggak usah pake grepe-grepe gini tangannya ih," ucap Aleena dengan bibir mengerucut.
Arfa hanya terkekeh pelan, pria itu lalu membenarkan posisi duduk Aleena di atas pangkuannya.
"Apa kau menginginkan sesuatu yang lain Aleenaku sayang? Tentang nasib wanita itu?" Arfa kembali bertanya, sambil berulang kali mendaratkan ciuman di pipi Aleena dengan gemas.
"Iya Mas, aku menginginkan wanita itu merasakan penderitaanku selama ini hingga berkali-kali lipat," jawab Aleena dengan sorot mata penuh arti.
Laura yang sejak tadi berdiri di depan pintu ruang kerja Arfa, hanya bisa menutup mulutnya dengan rapat menggunakan telapak tangannya.
Air mata yang sudah mengering sejak tadi, kembali menganak sungai di pelupuk matanya. Ia benar-benar tidak menyangka jika Arfa sudah takluk dan begitu mudah dikendalikan oleh wanita itu.
Bahkan dengan senang hati Arfa mengabulkan setiap keinginan Aleena, tanpa memikirkan perasaan Laura sebagai istrinya.
"Kau akan melihat wanita itu menderita hingga berkali-kali lipat Aleena ku sayang. Katakan apalagi yang kau inginkan?" tanya Arfa dengan lembut serayak membelai puncak kepala Aleena.
"Jangan berikan wanita itu fasilitas apapun termasuk fasilitas yang bagus di dalam rumah,: jawab Aleena dengan tegas.
"Baiklah Aleenaku sayang, aku akan menyuruh wanita itu untuk tinggal di kamar khusus pembantu dan menempatkan posisinya sebagai pembantu di rumah itu. Sekarang apa kau sudah senang mendengarnya?" tanya Arfa.
Aleena langsung mengangguk berulang kali sambil tersenyum manis ke arah Arfa.
"Aku akan melakukan apa saja untukmu, asal kau selalu tersenyum bahagia dan tidak menangis lagi," ucap Arfa lalu mencium bibir Aleena sekilas.
Braakkk!!
Laura membuka pintu dengan kasar. Wanita itu sudah tidak dapat mengendalikan emosinya lagi mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Arfa dan Aleena tentang nasibnya.
"Kau, mengapa kau bisa sampai ada di sini?," tanya Arfa dengan tatapan tajam, menghujam ke arah Laura.
"Mas, aku takut," cicit Aleena, sambil menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Arfa.
"Sstt, tenanglah sayang, kau tidak perlu takut. Ada Aku di sini," ucap Arfa, sambil mendekap tubuh Aleena dengan erat.
"Cih! Dasar wanita ular! Aku tahu kau hanya berpura-pura lemah dan takut di depan Mas Arfa," ucap Laura sambil menatap nyalang ke arah Aleena.
"Mas, dia pasti akan menyakitiku lagi," ucap Aleena lirih, serayak mengalungkan lengannya di leher Arfa dengan erat.
"Keluar dari ruangan ini, sebelum aku memerintahkan Alex untuk menyeretmu dengan paksa!" Teriak Arfa.
"Mas Arfa, sadar Mas! Dia itu tidak lebih dari sekedar wanita ular yang rendah dan menjijikkan! Dia hanya berpura-pura lemah dan takut di depan Mas Arfa! Dia hanya ingin agar masa Arfa bersimpati dan menuruti semua keinginannya!" ucap Laura dengan nada tinggi.
"Jangan membuat kesabaranku habis Laura," ucap Arfa dengan penuh penekanan.
"Sadar Mas Arfa! Sadar! Aku ini istrimu! Dan wanita itu hanya menginginkan kehancuran rumah tangga kita. Mengapa Mas Arfa tidak menyadarinya selama ini? Bahkan Mas Arfa tega membekukan semua kartu kredit milikku, dan mengambil mobil kesayanganku demi menyenangkan hati wanita jalang ini!" teriak Laura dengan penuh kemarahan.
"Tutup mulutmu! Kaulah wanita jalang itu! Kaulah wanita p*****r sesungguhnya! Jangan berani-beraninya kau merendahkan wanitaku!" Teriak Arfa tak kalah murka. Mungkin jika saja ia sedang tidak memangku Aleena, bisa jadi tubuh Laura sudah terlempar keluar dibuatnya.
"Mas Arfa aku mohon, buka matamu, Mas Arfa jangan mau diperdaya terus-menerus oleh wanita itu, ingat Mas, masih ada aku sebagai istrimu. Aku mohon Mas, tolong dengarkan aku sekali ini saja," pinta Laura dengan wajah memohon.
"Kau hanya membuatku ingin muntah saja. Alex! perintahkan anak buahmu untuk menyeret wanita ini keluar! Jangan biarkan ia masuk ke kantorku lagi!" Teriak Arfa yang terdengar menggema di seluruh penjuru ruangan.
Dan Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja Alex sudah muncul dari balik pintu dengan membawa dua orang anak buahnya.
"Seret wanita ini sampai ke bawah dan jangan biarkan dia masuk kembali. Jika dia melawan kalian boleh mematahkan tangan atau kakinya," ucap Alex dengan tatapan dingin ke arah Laura.
Tanpa ampun kedua pengawal itu langsung menyeret tubuh Laura keluar dari ruangan tersebut. Mereka tidak peduli jika Laura terus berteriak-teriak sambil memberontak ingin melepaskan diri.
"Mas Arfa! Jangan perlakukan aku seperti ini Mas! aku ini istrimu! Sadar Mas Arfa!" Teriak Laura sambil terus memberontak dari cekalan dua pengawal itu.
"Cepat seret wanita ini keluar! Aku sudah terlalu muak melihatnya!" titah Arfa dengan wajah mengeras.
"Mas Arfa! Tolong kembalikan kartu kredit ku Mas! Aku sangat membutuhkannya Mas Arfa! Kembalikan kartu kredit ku Mas!" Suara teriakan Laura menghilang di balik pintu, setelah kedua anak buah Alex berhasil menyeretnya keluar.
Sebuah senyum kemenangan Terukir di wajah Aleena melihat penderitaan Laura yang ia saksikan di depan matanya.
"Apa kau membutuhkan sesuatu lagi?" tanya Alex kepada Arfa.
"Tidak, aku hanya membutuhkan privasi untuk menenangkan kekasih hatiku ini," jawab Arfa serayak mencium kening Aleena dengan lembut.
"Ck. Kau seperti sedang mengalami puber kedua saja," gerutu Alex sambil berlalu dari ruangan itu.
"Maka dari itu, kau harus cepat menikah agar kau tau rasanya bercinta dengan wanita yang kau cintai," sahut Arfa sambil terkekeh.
Sementara itu setibanya di rumah, Laura kembali mengamuk. Arfa benar-benar menempatkannya di kamar kusus untuk para pembantu. Semua barang-barangnya susah di pindahkan ke dalam kemar tersebut. Bahkan petugas keamanan yang bekerja di rumah itu berani berbuat kasar ketika Laura nekat ingin kembali ke kamarnya di lantai atas.
Para pembantu yang bekerja di rumah itu hanya diam sambil melihat kejadian yang menimpa Laura. Mereka seolah tidak bersimpati sama sekali kepada wanita itu.
"Ada apa ini ribut-ribut!" Terdengar suara nyonya Miranda dari arah ruangan depan.
"Mama?"
"Dasar wanita bodoh keras kepala!"