"Kau memang wanita bodoh dan keras kepala! Harus berapa kali aku mengingatkanmu, hah!" Teriak nyonya Miranda dengan wajah gusar ke arah Laura.
"Aku sudah berusaha menghubungi Mama sebelum memutuskan hal itu, tapi ponsel Mama tidak bisa di hubungi semalaman."
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Laura. Nyonya Miranda terlihat semakin emosi mendengar ucapan wanita itu, hingga melayangkan sebuah tamparan di wajah wanita yang terlihat lelah dan berantakan itu.
"Mulai sekarang jangan pernah membantah apapun yang di katakan oleh Arfa, dan temui wanita itu lagi, minta maaf kepadanya, bila perlu kau bersimpuh di hadapannya, lakukan apa yang aku katakan, dan jangan pernah membantah! Apa kau mengerti Laura?" Suara nyonya Miranda terdengar menggema di seantero ruangan itu.
"I-iya Ma, aku mengerti," jawab Laura dengan terbata.
"Coba kalau dari awal kau mendengarkan ucapanku, kau pasti tidak akan sampai kehilangan kartu kredit, mobil dan kamar kesayanganmu. Sekarang kau tanggung dulu akibat dari kebodohanmu itu, dasar keras kepala," gerutu nyonya Miranda serayak melangkah ke kamar utama yang ada di lantai bawah.
Begitu nyonya Miranda masuk ke dalam kamarnya, wanita itu lalu melangkah dengan gontai ke arah kamarnya yang baru, yang terletak sedikit ke belakang di bawah tangga.
Laura mencoba pasrah dengan keadaannya saat ini. Wanita itu akan berusaha menerima apapun yang di katakan oleh ibu mertuanya, sembari menyusun rencananya sendiri.
Laura mengedarkan pandangan matanya ke seluruh sudut ruangan. Benar-benar berbanding terbalik dengan keadaan kamarnya. Hanya ada kipas angin, meja rias kecil, lemari pakaian tiga pintu standar. Tidak ada shower, keran air hangat, apalagi bathtub, yang ada hanya ember penampung air dan closet jongkok di dalam kamar mandi. Sungguh mengenaskan.
Laura kemudian duduk di sisi tempat tidur, wanita itu lalu membuka ponselnya untuk menghubungi Selly, satu-satunya orang kepercayaannya yang ada di kantor Arfa. Laura lalu mengetikkan beberapa pesan untuk orang kepercayaannya itu.
[Sel, saya ada tugas baru buat kamu]
[Tugas apa Bu? Sekarang saya sudah tidak bisa macam-macam di sini Bu. Apalagi semua karyawan di sini begitu menyukai istri baru pak Arfa] balas Selly
[Tenang saja, tugas kamu mudah kali ini, saya akan kasih kamu bonus spesial kalau kamu berhasil]
[Yang bener Bu Laura? Kalau begitu apa tugas saya Bu?] tanya Selly
[Kamu awasi pelakor itu, cepat kabari saya kalau pas kamu lihat dia sedang jalan sendiri, saya akan berada di dekat kantor, supaya bisa cepat-cepat menemuinya] balas Laura.
[Ibu enggak bakal macam-macam kan? Enggak bakal mau ngapa-ngapain Bu Aleena kan? Saya enggak berani bantu kalau Ibu mau berbuat kasar lagi, bisa mati saya di gantung pak Arfa Bu] balas Selly.
[Tenang saja Sell, saya bukan wanita bodoh. Saya juga tau itu. Kamu tidak perlu kuatir]
[Oke Bu kalau begitu] balas Selly.
[Besok pagi kamu mulai awasi pelakor itu ya, aku akan menunggu di kafe dekat kantor]
[Oke Bu, siap] balas Selly.
Laura pun mengakhiri obrolannya dengan Selly. Wanita itu lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan pandangan menerawang.
"Seandainya perusahaan keluargaku tidak bangkrut, papa dan mama masih ada di sampingku, pasti aku tidak akan mengalami nasib seperti ini, aku akan bisa melakukan apapun yang aku mau," gumam Laura.
"Tak apa, aku akan membuatmu merasa berada di atas angin dulu pelakor, setelah itu aku akan membuatmu terjatuh hingga sehancur-hancurnya. Lihat saja w************n. Hahaha."
Laura tertawa terbahak-bahak seorang diri di dalam kamarnya, ia tidak perduli jika semua penghuni rumah mengira jika dirinya telah gila.
Keesokan paginya, wanita itu sudah bersiap pergi ke kantor Arfa. Sebelum berangkat nyonya Miranda kembali mengingatkan agar Laura mengikuti semua arahan dan petunjuk darinya.
"Jika kau berbuat kesalahan lagi, bersiaplah angkat kaki dari rumah ini, karna aku tidak akan membantumu lagi," ucap nyonya Miranda mengingatkan.
"Iya Ma, aku akan mengingatnya baik-baik," sahut Laura.
Wanita itu kemudian melangkah keluar dari rumah, setelah taxi online yang di pesannya datang.
Begitu sampai di area perkantoran Arfa, Laura segera masuk ke sebuah kafe dengan memakai masker, agar tidak ada orang yang mengenalinya. Wanita itu segera mengambil tempat duduk yang langsung menghadap ke jalan raya sambil menunggu informasi dari Selly.
[Bu, Bu Aleena barusan keluar dari ruangan pak Arfa dan menuju ke bawah, Ibu harus cepat, sekarang] Bunyi pesan yang di kirim oleh Selly.
[Kamu yakin dia sendirian? Tanpa pak Arfa?] tanya Laura.
[Iya Bu. Akhir-akhir ini Bu Aleena sering turun dan keluar sendirian] balas Selly.
[Saya ke situ sekarang] balas Laura.
Wanita itu bergegas ke kasir untuk membayar pesanannya, setelah itu keluar dari kafe dengan langkah terburu-buru menuju ke kantor Arfa.
Tanpa memperdulikan teriakan security yang melarangnya masuk, Laura menerobos pintu utama dan langsung berlari ke arah loby. Bahkan dirinya nyaris menabrak seorang office girl karena saking terburu-burunya.
Bersamaan dengan itu, Aleena keluar dari lift kusus dengan wajah cantik dan terlihat sangat anggun. Beberapa karyawan wanita yang berpapasan dengan Aleena langsung menyapa wanita itu dengan hormat, Aleena pun membalas sapaan mereka dengan senyum ramah.
"Bu Aleena, awas Bu, Nenek sihir datang," ucap salah satu karyawan setengah berbisik, begitu melihat kedatangan sosok Laura dari jauh.
"Aleena, tunggu!" Seru Laura begitu melihat Aleena akan bergegas pergi dari tempat itu.
Begitu tiba di depan Aleena, Laura langsung duduk bersimpuh di hadapan wanita itu. Ia menunduk dalam, sambil terisak sedih, tidak peduli jika seluruh karyawan di kantor itu melihat dengan mata terbelalak sambil berbisik-bisik membicarakannya.
"Aleena, aku minta maaf atas apa yang sudah aku lakukan kepadamu, hiks, tolong maafkan aku Aleena. Aku harap kau memaklumi semua tindakanku sebagai sesama wanita, hiks hiks. Aku tau kau sangat terluka dan sakit hati atas perlakuanku, tapi tolong, mengertilah dengan perasaanku. Aku juga merasa sakit hati dan terluka atas perlakuan mas Arfa kepadaku, hiks hiks, sampai-sampai aku tidak bisa mengendalikan amarah di hatiku," ucap Laura dengan nada sedih, dan air mata yang terus menetes di wajahnya.
Sementara wanita di depannya hanya diam membisu tanpa berkata sepatah kata pun.
"Aleena, aku mohon, maafkan aku, tolong maafkan aku. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan bersikap baik kepadamu, aku akan menerima kehadiranmu demi mas Arfa. Aku baru sadar, jika kebahagiaan mas Arfa adalah dirimu. Aku mohon Aleena, terimalah permintaan maaf dariku, aku mohon padamu," ucap Laura, semakin membungkukkan tubuhnya di hadapan Aleena.
"Ibu tidak perlu meminta maaf kepada saya."
"Tidak-tidak. Aku bersalah padamu Aleena, aku wajib meminta maaf padamu. Tolong, maafkan aku Aleena, maafkan aku. Dengan kau memberiku maaf, aku berharap mas Arfa juga mau memaafkan aku, aku mohon Aleena," sahut Laura cepat.
"Memangnya Ibu punya salah apa sama saya? Perasaan baru pertama kali ini saya bertemu dengan Ibu. Dan nama saya bukan Aleena, tapi Arema Bu."
Laura langsung terdiam mendengarnya. Matanya langsung tertuju ke arah dua kaki dengan sendal jepit di depannya. Dan begitu Laura mendongakkan kepalanya, wajah wanita itu langsung merah padam.
Ternyata wanita yang ada di hadapannya bukanlah Aleena, melainkan seorang cleaning service, lengkap dengan peralatan kebersihan di kedua tangannya.