Tawaran tentang kenaikan gaji lima kali lipat memang disambut antusias oleh para OB. Mereka membicarakannya dengan semangat baik di kantin, toilet maupun ketika mengepel lantai. Menurut mereka, itu bisa jadi sangat sepadan dengan risiko di notice oleh Bastian.
"Bayangkan saja, gaji kita 3 juta. Kalau kali lima, satu bulan gaji kita jadi lima belas juta. Apa nggak kaya kita lama-lama? Orang gaji satu bulan aja sama dengan gaji sekretaris, bahkan lebih!"
"Kamu benar! Kalau gaji saya lima belas juta satu bulan, istri saya nggak akan ngomel-ngomel lagi tiap akhir bulan karena duit udah nipis. Hehe. Dan saya juga bisa program bayi anak ke tiga."
"Betul-betul! Kalau gaji saya satu bulan lima belas juta, aduh, tahun depan saya sudah bisa lamar pacar saya. Asiiik!"
Terus saja, pembicaraan tentang gaji itu dibahas. Bahkan juga sempat menimbulkan keirian dari para Office Girl.
"Wahhh, nggak adil nih! Masa cuma para OB aja yang dapet tawaran! Ini namanya diskriminasi gender!"
"Iya nih! Kan saya mau juga gaji lima belas juta per bulan! Ck, apa harus saya operasi kelamin biar bisa dapat tawaran itu?"
"Hehehe, asik!! Begini caranya saya dan Bang Rozak bisa nikah bulan depan. Suruh dia buat ikutan jadi OB khusus buat Pak Bastian ah." Ada juga yang malah bersyukur seperti ini.
Intinya, pengumuman tersebut menyedot banyak perhatian kaum OB dan mereka yang biasanya menolak membersihkan ruang kerja Bastian kini menjadi semangat untuk melakukannya.
Pak Budi cukup puas dengan respon yang dia dapat untuk sementara, namun dia tidak bisa benar-benar puas sebelum menemukan satu OB yang benar-benar bisa melaksanakan tugasnya. Bukan hanya mau di awal, namun berakhir sama seperti Dion dan dua OB yang lain sebelum ini.
"Oke, oke! Karena banyak sekali yang ingin menjadi OB khusus di lantai tiga puluh maka akan ada beberapa tes untuk kalian. Mulai besok, saya akan membuatkan jadwal siapa saja yang kebagian membersihkan lantai tersebut. Jika mental kalian aman, maka mungkin saya bisa mengajukan nama kalian ke CEO. Paham?" petunjuk Pak Budi, yang sekarang sudah mengumpulkan para OB di ruang staff kebersihan.
"Paham, Pak Budi!" sahut para OB bebarengan.
Kerumunan pun dibubarkan. Jam kerja telah usai dan itu artinya mereka harus pulang ke peraduannya masing-masing.
Chelsea, yang sejak pagi sudah patah hati sebab tau jika dia tidak bisa lagi membersihkan ruang kerja Bastian merenung di salah satu bilik toilet. Ingin menangis tapi tak bisa keluar air mata. Hasilnya, dia menonton sebuah drama korea tersedih sepanjang sejarah hingga membuat dia menangis tersedu-sedu.
"Sudah, Chel! Nggak usah nangis! Kamu masih tetap bisa bekerja di perusahaan ini kok!" Bu Siti berseru dari luar bilik. Wajah keibuannya prihatin dengan keadaan Chelsea. Dia bukannya tidak tahu kalau Chelsea naksir berat sama Bastian, CEO mereka yang sayangnya penyuka sesama jenis.
"Lagian apa enaknya sih bersihin ruangan Pak Bastian? Nanti kotor dikit pasti di komplain sama dia. Nih ya, saya ceritain dulu ada OB yang ngelap mejanya meninggalkan setitik debu saja Pak Bastian sudah manggil dia dan mengomel dari A sampai Z. Dan yah, seperti yang bisa kamu duga, OB itu langsung mengundurkan diri setelah keluar dari ruangan Pak Bastian sambil menangis."
Chelsea masih sesenggukan di dalam.
"Sudah Chelsea. Jangan nangis terus ya! Satu lagi, jangan berpikir pendek seperti misal bunuh diri mungkin? Kan nggak asik kalau toilet ini yang tadinya aman tau-tau jadi horor? Seram!"
"Apa sih Bu Siti? Ngapain saya bunuh diri?" Tiba-tiba terdengar sahutan dari dalam bilik toilet.
Chelsea mematikan film yang dia tonton, menyeka hidung dengan tisu kemudian membuka pintu toilet yang tadi dia kunci. "Lagian saya enggak nangisin Pak Bastian."
"Nggak nangisin gimana? Orang tadi mewek kencang gitu?"
"Serius Bu Siti. Ya iya sih tadi saya galau patah hati karena nggak bisa lagi bersihin ruangan calon suami saya sendiri. Baru dua hari Bu Siti, dan saya sudah ketahuan. Padahal kan saya mau jadi Office Girl cuma biar bisa dekat-dekat sama Pak Bastian."
Bu Siti menepuk punggung Chelsea sambil mengusapnya pelan. "Ya makanya, jatuh cinta itu sama pria yang normal saja. Jangan sama Pak Bastian! Kecuali kalau kamu laki-laki, bolehlah jatuh cinta sama dia."
Chelsea tidak berkomentar apapun. Menurutnya, orang-orang seperti Bu Siti mana paham kalau cinta itu bisa datang kapan saja dan dengan siapa saja? Tanpa bisa dicegah dan tanpa bisa direncanakan?
"By the way, siapa yang sekarang bersihin ruangannya Pak Bastian?" tanya Chelsea kepo.
"Belum ditentukan secara pasti. Kenapa memang?"
"Tidak apa-apa," geleng Chelsea. Tapi mungkin saya akan resign saja dari sini."
"Lho, kerja baru dua hari kok udah mau resign? Nanti kamu kalau butuh uang bagaimana? Buat makan, bayar kos mungkin, atau bayar hutang? Jaman sekarang susah lho cari kerjaan."
Meringis saja, Chelsea berjalan dengan Bu Siti menuju ruang ganti. Barang kali Bu Siti tidak tahu kalau banyak sekali tawaran kerja untuk Chelsea di perusahaan-perusahaan lain dan dengan posisi pekerjaan yang baik. Namun demi Bastianlah dia menolaknya. Tapi jika sudah begini, dia mau bagaimana lagi?
"Saya pulang dulu, Bu Siti. Makasih lho udah khawatirin saya tadi."
"Ck, udah biasa aja. Jangan patah hati ya. Dan coba cari laki-laki lain yang lebih normal."
Ingin sekali Chelsea memutar bola mata, namun yang dia lakukan hanya cekikikan. "Ya sudah, saya duluan Bu Siti."
"Iya, sama-sama! Kalau butuh kerjaan sebagai Office Girl ke sini saja!"
"Iya!" sahut Chelsea, melambaikan tangan ke udara.
Keputusannya sudah bulat. Dia resign sore itu juga.
***
"Hahahahaha! Jadi akhirnya kamu resign?! Hahahaha!"
Manda menertawakan keputusan Chelsea setelah gadis itu memberitahunya. Dia menganggap Chelsea amat lucu sebab baru saja dua hari yang lalu gadis itu menggebu-gebu penuh semangat mau mengejar Bastian, namun sekarang dia sudah menyerah.
"Demi kerang ajaib, Chel? Ini baru dua hari! Hahahahaha! Mana yang kata kamu demiii calon suami masa depan? Huuuu."
Bibir Chelsea manyun ke depan, sedikit kesal pada Manda. "Terus aja Man sorakin aku," decak Chelsea.
"Hahahaha! Ke mana nih Chelsea dua hari yang lalu? Yang katanya mau berjuang dan yakin Bastian adalah jodohnya? Hahaha! Udah aku bilang Chel, Pak Bastian itu gay! Minimal kamu harus punya batang kalau mau mimpi berjodoh sama dia."
"Huft, iya iya. Nanti kalau aku sudah kaya aku mau operasi jadi cowok deh."
"Serius kamu, Chel? Gila!" Kembali Manda menertawakan Chelsea. Diabaikannya tatapan para pengunjung restoran cepat saji yang menatap Manda sebagai orang yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwaa.
"Terus habis ini kamu mau gimana?" tanya Manda setelah tawanya reda. Dia mencomot sebuah ayam goreng dengan bumbu korea.
"Ya resign, cari tempat lain buat kerja," jawab Chelsea. "Mungkin aku akan terima tawaran dari PT Empat Roda kemarin."
"Emang belum kadaluawarsa undangannya?"
"Ya belum lah. Kan tiga hari batasnya Manda sayang. Jadi besok aku akan ke sana buat interview sama HRD nya."
Manda mengangguk-angguk saja. Mungkin ini keputusan yang terbaik dan terwaras yang dibuat oleh Chelsea. "Gitu dong Chel, sejak kemarin. Ngapain buang-buang waktu buat jadi Office Girl? Udah pekerjaannya nggak enak, berurusan sama banyak kuman, apalagi nanti kalau harus bersihin toilet. Ish, jijik!" kata Manda, yang dengan santainya masih bisa makan dengan lahap padahal sedang membicarakan masalah toilet.
"Ya makanya. Kamu itu harus berterima kasih pada seluruh Office Boy dan Office Girl di dunia ini! Gitu-gitu pekerjaan mereka paling berat tahu, tapi orang-orang cuma mandang sebelah mata aja. Coba nggak ada yang mau kerja jadi OB atau OG, pasti perusahaan-perusahaan mana pun bakal kumuh, kotor dan nggak layak huni."
"Ck, iya iyaaa. Yang mantan Office Girl," dengus Manda karena Chelsea terdengar begitu membanggakan pekerjaan tersebut.
"Waah, apa nih! Restoran cepat saji nomer satu ini ternyata punya pengunjung yang merusak pemandangan ya beb? Aduuuh, jadi pikir-pikir lagi kalau mau ke sini."
Tiba-tiba suara seorang wanita terdengar, membuat Chelsea dan Manda menoleh. Di sana ada Brian dan kekasihnya yang kemarin sempat berantem dengan Manda.
"Chel, kamu dengar nggak sih ada suara tanpa wujud? Aduh parah-parah! Masa restoran sebagus ini harus ada hantunya? Ish, merinding banget!" balas Manda pura-pura tidak melihat pacar Brian.
"Sayang! Mereka masih aja jahat sama aku! Padahal aku kan nggak ngapa-ngapain sama mereka. Huhu." Cewek itu pun mengadu pada Brian, pura-pura menangis di bahunya.
Manda memutar bola mata, sementara Chelsea hanya menggelengkan kepala pelan. Dia mencomot sebuah ayam di depannya dan memakan dengan lahap. Mengabaikan sang mantan kekasih yang entah kenapa jadi sering muncul di sekitarnya.
"Udah, Lalis sayang. Mereka hanya sirik sama suara merdu dan kecantikan kamu. Makanya mereka nggak lihat," ujar Brian yang berusaha menenangkan sang pacar.
"Huek!" sahut Manda sambil berakting ingin muntah. "Cantikan juga aku ke mana-mana. Lagian ya Brian Elbarak! Ngapain sih kamu muncul terus di sekitar sini? Nggak ada tempat lain apa? Oh, atau jangan-jangan kamu gagal move on dari Chelsea?!" tuding Manda.
Chelsea sendiri langsung tersedak karena namanya dibawa-bawa. Dia memukul pelan lengan Manda agar tidak membawanya berurusan lagi dengan Brian. Bagaimana pun, Brian adalah pacar pertama Chelsea. Sudah cukup buruk kenangannya dengan laki-laki itu, dia tidak ingin bertambah buruk lagi kenangan tentang percintaannya mengingat Brian adalah satu-satunya pria yang pernah menembaknya.
Tiba-tiba tangisan Lalis terhenti. Tubuhnya berputar seratus delapan puluh derajat menatap Manda dan Chelsea bergantian, kemudian kembali pada Brian.
"Siapa itu Chelsea? Kok kamu nggak pernah cerita kalau dia mantan kamu?" tunjuk Lalis, menunjuk pada Chelsea. Dia hanya menebak Chelsea yang mana dan segera tahu.
Brian mengerjab, merasa salah tingkah.
"Kenapa harus cerita sayang? Kan nggak penting juga sih!" tukas Brian.
"Nggak penting gimana sih? Aku kan cewek kamu! Ya aku berhak tau dong! Katanya mau jujur-jujuran dan nggak main rahasia-rahasiaan," gerutu Lalis dengan bibir mengerucut ke depan.
"Maaf, Sayang. Aku cuma ngerasa ini nggak penting banget buat diceritain."
"Terus, kenapa kamu putus sama dia?"
Chelsea sudah akan membuka mulut, mencegah pembicaraan tidak menyenangkan ini terus berlanjut. Bahkan dia sudah siap untuk berdiri dan meninggalkan tempat. Akan tetapi Brian sudah keburu berkata,
"Aku kan cuma main-main sama dia. Lagian dia nggak cantik, kamu kan tahu aku suka cewek cantik kayak kamu. Manja lagi. Jadi cintaaa banget sama kamu sayang."
Lalis merasa berbunga-bunga diklaim di depan mantan pacar kekasihnya. Dia pun langusng memeluk Brian. "Ah, aku juga cintaaa banget sama kamu."
Chelsea yang sejak tadi diam saja kini jadi geregetan. Dia mendengus sebal tidak percaya atas jawaban dari Brian.
Main-main katanya? Dia tidak cantik katanya?
Brengsek!!
Chelsea sudah akan mengamuk. Dia sudah menggebrak meja dan berdiri. Namun belum juga dia memaki Brian, sebuah makian keras dari mulut Manda sudah menyolot lebih dulu.
"b******n!!" umpat Manda. DIa menunjuk murka pada Brian. "Muka kayak taik gini berani ngatain Chelsea yang mukanya kayak bidadari! Asal kamu tahu ya cewek kecentilan, cowok kamu ini tukang selingkuh! Chelsea mutusin dia karena dia selingkuh di depan matanya sendiri!!"
Lalis terkejut. Dan belum sempat dia bertanya lebih jauh, Manda sudah menarik tangan Chelsea, membawanya pergi dari restoran cepat saji tersebut.
Sudah cukup penderitaan Chelsea hari ini. Dia sudah resign dari perusahaan WINA dan jangan sampai malamnya dirusak oleh seorang mantan yang tak tahu diri!