Hei, kamu! Iya kamu!
Mungkin bagi kamu aku adalah remah-remah rengginang. Tidak nampak dan akan hilang dengan sekali sapuan telapak tangan.
***
Nekat adalah satu kata yang menggambarkan Chelsea saat ini. Sebenarnya bisa dibilang gila atau sinting. Gadis yang baru saja ditolak untuk bekerja di perusahaan WINA tersebut, malah datang dengan penampilan secantik dan semenarik mungkin untuk bekerja.
Yah, sebenarnya jika dipikir-pikir, sebutan cewek muka badak lebih pantas disematkan padanya.
Apapun itu, Chelsea terima. Dia justru tidak peduli. Karena tujuannya berada di sini hanya satu; demi melihat makhluk Tuhan yang paling tampan di dunia. Siapa lagi jika bukan Bastian Abrizan Wirasena, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan WINA ini?
"Aduh, Non! Saya kira kuntilanak, pagi-pagi sudah nongol di depan gerbang!" seru Pak Satpam yang bertugas jaga. Matanya masih terkantuk-kantuk saat membukakan gerbang akibat dari gedoran tangan Chelsea. Nama ASEP tertulis di badge name tag d**a kanannya.
Chelsea meringis, lalu menyerahkan sebuah kantung plastik yang berisi tiga bungkus nasi uduk.
"Selamat pagi, Pak Asep! Nama saya Chelsea! Dan saya adalah pegawai baru di perusahaan ini!" sapa Chelsea ramah, lengkap dengan senyum lebar dan manis di bibir.
Bukannya menyambut balik dengan ramah dan bahagia, si Asep malah memutar kepalanya, menatap jam yang tergantung jauh di dinding luar pos satpam tempat ia semalaman menginap.
"Waduh, Non! Ini kan masih jam 6 pagi! Nggak ada karyawan yang datang jam segini!" ucap Asep. "Nanti jam 9 baru masuk jam kerja operasional."
Chelsea mengangguk. "Saya tau kok, Pak! Tapi ini hari pertama saya bekerja. Dan karena terlalu bersemangat, akhirnya saya berangkat pagi-pagi sekali! Lalu ... karena saya adalah calon istri yang baik, ini, saya sampai membelikan sarapan buat Bapak!"
Asep mengerjab. Lha dalah ... Ternyata mbak-mbak cantik ini calon istrinya? Terimakasih pada Dewi (istrinya yang sekarang), karena sudah berhasil mencarikan istri kedua yang bening kayak gini! Aduhaiiii, mimpi apa dia semalam?
"Helllooooo? Mau nggak nih?" Chelsea menggoyangkan plastik putih di depan muka Asep. Asep pun langsung mengangguk.
"Mau dong! Ayok deh, mau ke KUA kapan ini Non? Mau besok? Malam ini? Atau jam segini juga saya mau! Bening gini!" sahut Asep bersemangat.
Chelsea mengernyit karena ketidak nyambungan dari Asep, tapi tak lama kemudian Asep mengambil kantong plastik putih dari tangan Chelsea dan mempersilakannya masuk.
"Ayo, Non. Sini masuk!” ajak Asep sambil membuka pintu gerbang. “Nah, sebaiknya saya panggil Non cantik ini dengan sebutan apa ya? Yayang beb? Adinda? Cintaku sayangku manisku pujaan hatiku? Hehe... " tanya Asep mengiringi langkah kaki Chelsea menuju pos satpam.
Setelah menemukan sebuah kursi panjang, Chelsea meletakkan tas kain slempangnya dan duduk di sana.
"Hmmm? Maksud Bapak apa nih? Kenapa Pak Asep harus manggil saya kayak gitu?" Chelsea mengernyit tidak paham. Dahinya membentuk lipatan-lipatan dalam.
"Ah, Non ini. Nggak usah malu-malu sama saya."
"Hah? Malu kenapa? Nggak, saya biasa aja kok!" sahutnya langsung.
"Yah, harus dong, Non! Sama calon suami itu memang harus begitu, nggak boleh kaku!" Asep membuka kantung plasik yang tadi diberikan Chelsea, mengambil satu bungkus dan disodorkan pada wanita cantik itu. "Non belum makan, kan? Ayo makan bareng saya."
Chelsea mengangguk saja. Ia memang belum makan. Menerima bungkusan nasi itu, Chelsea langsung membuka bungkus. Aroma lezat nasi uduk pun dengan cepat menyergap hidung, membuat cacing-cacing di perut Chelsea berdemo untuk segera diberi makan.
"Jadi, Non Chelsea bekerja di bagian apa?" tanya Asep disela makannya.
Chelsea meneguk makanan susah payah. Ia menoleh ke sana kemari mencari air tapi tak menemukan apapun. Salahkan dia yang lupa membeli air putih tadi!
"Kenapa? Non haus?" tanya Asep, yang tidak diduga sangat peka.
"Iya, Pak," angguk Chelsea. Asep pun segera berlalu, masuk ke dalam pos penjagaan dan keluar membawa dua botol air mineral.
"Makasih," tukas Chelsea. Ia membuka tutup botol namun sia-sia. Chelsea memang tidak pernah bisa membuka tutup botol sendiri.
"Nggak bisa buka ya, Non?" Lagi-lagi, satpam bernama Asep ini peka sekali. Ia mengambil botol Chelsea, memutar tutupnya dengan sekali gerakan lalu menyerahkannya pada wanita cantik tersebut. "Ini, Non!"
Mata Chelsea berbinar lega. "Makasih lagi, Pak! Saya pikir di dunia ini nggak ada lagi cowok peka, ternyata saya salah!" puji Chelsea, yang membuat Asep cengar-cengir salah tingkah.
Setelah meminum air, Chelsea mendesah segar. Ia menutup botol kembali lalu melanjutkan sarapannya.
"Saya juga belum tau di bagian apa, Pak! Nanti deh, saya pikirin."
Awalnya Asep sempat bingung apa maksud dari gadis berkulit putih mulus itu. Namun setelah merenung beberapa saat, Asep tau jika Chelsea sedang menjawab pertanyaannya yang tadi.
"Lho, ngelamar kerja kok nggak tau di bagian mana?" heran Asep. "Non baru mau daftar?"
"Kemarin saya udah daftar kok!" sahut Chelsea. Wajahnya berbinar polos, mirip seperti bocah yang baru menginjak usia remaja. "Tapi nggak diterima."
Asep yang sedang meminum air jadi tersedak. Buru-buru ia mengelap sudut bibirnya yang basah. "Hah?!" serunya. "Kalau nggak diterima, ngapain ke sini, Non?"
“Ya buat kerja!”
“Lah tapi kan nggak diterima! Udah mending Non pulang dan biarin calon suamimu ini yang menafkahi kehidupan Non!” tukas Asep sembari menepuk da-danya dengan bangga. “Gini-gini Non nggak tau kan kalau penghasilan saya ini setara CEO?”
“CEO yang lagi bangkrut ya, Pak?”
Asep meringis dan mengangguk malu-malu. “Kok Non tau?”
Chelsea tertawa kecil, kemudian ia membereskan bungkus makanan yang sudah habis, membuangnya di tong sampah terdekat.
Saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi dan para karyawan mulai berdatangan satu per satu, Chelsea pamit pada Pak Asep dan temannya yang menggantikan jaga shift di pos satpam. Tak lupa gadis itu mengucapkan banyak terima kasih pada Asep karena sudah menemaninya sepagian tadi.
"Sering-sering juga nggak apa, Non! Apa sih yang nggak buat Non Chelsea?" tukas Asep sambil menyisir rambut ke belakang. Matanya berkedip-kedip menggoda yang justru membuat Chelsea menatapnya aneh.
"Ya udah, saya masuk duluan Pak! Makasih sekali lagi!" seru Chelsea, melambaikan tangan dan langsung masuk ke dalam gedung berlantai belasan tersebut.
***
"Manda!" Chelsea berjalan cepat ke arah sahabatnya yang sudah berdiri di balik meja resepsionist. Wanita dengan rambut disanggul rapi di belakang tersebut sibuk merapikan meja kerjanya agar nampak lebih rapi jika ada client.
"Man, Pak Bastian datang jam berapa biasanya?" tanya Chelsea.
"Kenapa emang?"
"Ya mau minta kerjalah, sayang," jawab Chelsea sambil memutar bola mata.
"Kamu ini dibilang ngeyel banget sih, Chel!" ketus Manda. "Pak Bastian belum datang."
"Oh," Chelsea mengangguk-angguk kecil. Ia memutar tubuh, lantas iris mata hitamnya tertuju pada dua orang Office Boy yang lewat sambil membawa keranjang sampah dan beberapa alat kebersihan. Tiba-tiba saja sebuah lampu pijar menyala di kepala Chelsea.
"Man, aku pergi dulu ya!"
"Lho, mau ke mana? Chelsea!!!"
Chelsea tidak menjawab, dia hanya melambaikan tangan di udara lalu buru-buru mengikuti dua office boy tersebut. Sampai akhirnya dia sampai di sebuah ruangan khusus staff kebersihan gedung. Chelsea menemukan kerumunan pria ada di sana, berdebat dengan mimik muka serius.
"Andi, Putra! Kalian berdua ya yang hari ini membersihkan ruangan Pak Bastian!" seru Pak Budi, ketua Kebersihan gedung. perawakannya tinggi besar dengan perut tambun. Warna kulitnya yang putih membuat wajahnya lebih sering memerah.
Di sisi lain, Andi dan Putra yang disebut namanya langsung pucat. Bibir mereka bergelatuk dan tubuh mereka gemetaran.
"P-P-Pak. S-s-saya ... Saya sakit perut. Ganti yang lain aja. Huaaa!" Andi menginterupsi lebih dulu, lantas kabur ke kamar mandi sambil memegangi perut.
Pak Budi kini melirik Putra di mana Putra langsung memegangi pinggangnya dan meringis sakit. "Kayaknya saya ng-nggak bisa juga Pak. Saya encok tadi malam habis tanding futsal sama istri atas ranjang. Ad-aduduh! Sakit banget. Awh, awwwhhh!"
Dan sebelum Pak Budi menyebutkan nama lain, para OB yang berkumpul di sana langsung berakting dengan segala jenis penyakit. Mulai dari mengeluh kepalanya pusing, mual, mulas dan bahkan berakting pingsan di tempat.
Hal itu membuat Pak Budi memijit pelipisnya. Dia bukannya tidak tahu jika anak buahnya semuanya sedang berakting. Ini sudah terjadi sejak pertama kali dia bekerja di sana. Tiada hari tanpa drama dari para OB ketika mereka dijadwalkan untuk membersihkan ruang kerja Bastian, atasan mereka sendiri.
"Membersihkan ruangan satu dengan yang lain kan sama saja, kenapa sih kalian selalu mendadak seperti ini ketika saya suruh kalian membersihkan ruang kerja Pak Bastian?!" omel Pak Budi.
"Kalau begitu Pak Budi aja yang bersihin!" celetuk salah satu OB, yang langsung diangguki setuju oleh yang lainnya.
"Lho, saya ini tugasnya bukan buat bersih-bersih, tapi mengawasi kinerja kalian!"
"Pak, kesehatan mental kami jauh, jauuuuh lebih berharga dan penting dari pada apapun!"
"Betuuul!"
"Pak, saya masih normal!"
"Saya juga normal, Pak. Saya sudah punya anak tiga! Jangan kau rusak saya nanti istri saya bisa jantungan dan saya jadi duda!"
Pak Budi greget sendiri. Rasanya ingin sekali memecat mereka semua. Tapi jika itu dilakukan, sama saja itu bunuh diri. Karena sebenarnya Pak Budi pun takut membersihkan ruang kerja Bastian. Takut di grepe-grepe. Iiiihhh...
Chelsea yang sedari tadi mendengarkan dan memperhatikan dari jauh tiba-tiba mengangkat tangan. "Permisi!" serunya sambil menghampiri kerumunan OB tersebut. "Permisi, maaf mengganggu tapi saya saja yang bersihin ruang kerja Pak Bastian!" Chelsea tiba-tiba menawarkan diri.
Baik Pak Budi dan seluruh OB memperhatikan Chelsea, mulai dari atas hingga bawah. Siapa gerangan perempuan yang tiba-tiba muncul ini?
"Kamu salah satu Office Girl?" tanya Pak Budi.
Chelsea menggeleng. "Enggak."
"Terus kenapa di sini? Ini ruang khusus staff kebersihan!"
"Eum, saya lagi cari kerja Pak. Please, kasih saya kerjaan. Saya janji akan bekerja keras. Saya bisa jadi Office Girl paling rajin di gedung ini! Saya juga ramah, friendly, baik hati dan nggak sombong. Pokoknya Bapak nggak akan rugi kalau mempekerjakan saya di sini!"
Pak Budi berdehem, kemudian melirik seorang perempuan paruh baya yang baru Chelsea sadari ada di sana. Tadi dia pikir semua yang ada di sana laki-laki.
"Bu Siti, masih ada lowongan buat staff perempuan?" tanya Pak Budi pada Bu Siti, wanita yang menjabat sebagai ketua tim Office Girl.
"Kayaknya nggak ada, Pak," jawab Bu Siti.
"Tuh, nggak ada lowongan."
"Pleasseeee," mohon Chelsea dengan dua tangan ditangkupkan di depan d**a.
Pak Budi hendak menolak dan mengusir Chelsea namun tiba-tiba Putra maju dan menarik lengan bosnya.
"Bos, udah pekerjakan saja. Nanti suruh dia bersih-bersih di ruangan Pak Bastian," bisiknya, yang didengar dan langsung disetujui oleh teman-temannya.
"Betul Pak, dari pada nggak ada yang mau!"
"Kalian ini! Kan kalian tahu sendiri kalau Pak Bastian ini hanya mau ruangannya dibersihkan sama Office Boy! Kalian lupa Office Girl yang terakhir kali membersihkan ruang Pak Bastian dan kena amuk sampai dia mengundurkan diri? Mau cari masalah lagi?"
Semua kepala menunduk. Dulu memang pernah ada insiden itu.
"Ahh, kenapa sih Pak Bastian mesti gay? Kalau dia laki-laki normal, pasti nggak akan kayak gini!" keluh salah satu OB yang langsung mendapat keplakan tangan dari Pak Budi.
"Hati-hati kalau berbicara! Bagaimana pun dia itu yang gaji kalian semua," decak Pak Budi.
"Ya terus gimana solusinya? Aryo saja sekarang lagi demam tinggi setelah kemarin bersihin ruangan Pak Bastian. Katanya dia kena sawan karena Pak Bastian buka baju di depan mukanya. Ihhh, saya nggak mau Pak! Amit-amit! Tunjuk yang lain saja kalau begitu!" sahut Putra sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Kasak-kusuk antar para OB pun terjadi. Saling menunjuk satu sama lain siapakah yang bermental kuat seperti baja dan masih muda hingga bisa menghadapi kelainan CEO mereka. Namun tak ada yang berani maju, semua menggelengkan kepala dan memilih meringkuk di pojok ruangan.
"Sudah saya bilang, saya saja yang bersihin!" ungkap Chelsea menghadap Pak Budi.
"Tapi ruangan Pak Bastian itu harus dibersihkan sama laki-laki!"
"Oh? Siapa yang bikin peraturan bodoh kayak gitu sih?" gerutu Chelsea, namun dia langsung sadar jika pasti Bastian sendiri yang memintanya. Chelsea pun buru-buru berkata lagi. "Pak, sekarang saya tanya nih. Pak Bastian biasanya datang jam berapa?"
"Setengah sepuluh paling pagi, tapi bisa juga setelah makan siang karena beliau langsung bertemu klien di luar kantor," jawab Pak Budi dengan dahi mengernyit. "Kenapa memang?"
Chelsea menjentikkan jari lentiknya, lalu tersenyum miring. Menyampaikan solusi terbaiknya.
"Kalau gitu nggak masalah kan tim Office Girl tambah satu anak buah lagi? Jadi, urusan membersihkan ruang kerja Pak Bastian biar saya yang tangani. Eits, dengar dulu Pak. Saya ini cukup rajin dan cekatan lho dalam hal bersih-bersih. Bisa kan saya bersihkannya sebelum Pak Bastian datang?"
Pak Budi nampak berpikir. Dahinya berkerut tipis. Tiba-tiba Bu Siti mendekati Pak Budi.
"Udah, terima saja, Pak! Dia benar. Kan ini bisa jadi solusi."
"Maksudnya Bu?"
Bu Siti menarik napas singkat, lalu menatap Chelsea. "Nama kamu siapa?"
"Chelsea, Bu."
"Kamu nggak keberatan datang ke sini lebih pagi? Jam delapan misalkan?"
"Tentu nggak apa-apa dong, Bu! Tadi saja saya datang jam enam! Hehe," ringis Chelsea tanpa dosa.
"Bagaimana dengan kalian? Kalian nggak keberatan datang lebih pagi ke kantor?" tanya Bu Siti pada para OB.
"Setengah jam lebih awal tidak apa-apalah Bu! Lagi pula Pak Bastian selalu datang setengah jam setelah jam kerja operasional," sahut Putra mewakili suara dari teman-temannya.
"Setuju! Dari pada kita yang harus masuk ke medan perang itu! Oh no! Ya nggak teman-teman?"
Pak Budi lah satu-satunya orang yang hendak mengeluarkan protes, namun Bu Siti langsung membungkamnya dengan pernyataan, "Sudah, Pak! Dari pada nggak ada yang mau bersihkan ruangan Pak CEO sama sekali? Yang OB takut di notice sementara para OG di sini juga tidak ada yang mau dengan alasan takut kena pecat, kan mending nyuruh dia yang menawarkan diri secara sukarela." Lalu Bu Siti menatap Chelsea lagi.
"Hei, nak! Kamu siap menerima risiko kerja di sini? Misalkan jika kamu kepergok, kemudian kena marah Pak Bastian dan berujung dengan pemecatan tidak hormat kamu dari perusahaan ini?"
"Saya juga bisa dipecat, by the way," ucap Pak Budi, namun Bu Siti pura-pura tidak mendengar. Pun dengan para OB yang lain. Mereka lebih tertarik dengan jawaban Chelsea saat ini.
"Tentu saja! Tapi Bu Siti harus tahu kalau saya akan berusaha agar tidak dipecat dari perusahaan ini. Lihat saja, akan saya buat Pak Bastian notice keberadaan saya di sini!" kata Chelsea berapi-api, membuat para OB menatapnya aneh.
Bagaimana mungkin seorang Bastian me-notice keberadaan seorang perempuan? Mustahil sekali mengingat CEO mereka merupakan penyuka sesama jenis.
"Oke, kita lihat saja nanti ke depannya," angguk Bu Siti. Dia pun menoleh pada Pak Budi. Sebagai sesama pengawas mereka memang sering harus berkoordinasi antar satu sama lain agar pekerjaan bisa menjadi lebih mudah.
Akhirnya karena semua OB telah menyetujui keberadaan Chelsea dan bahkan memaksa dirinya untuk segera menerima gadis itu, Pak Budi hanya bisa menghela napas pasrah mengikuti kemauan anak buah.
"Oke. Kamu diterima bekerja di sini," putus Bu Siti.
"Beneran?? Asiiiikkkkk!!" seru Chelsea sambil melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil.
"Selamat, Chelseaa!! Selamat bergabung bersama kami. Wah, kamu penyelamat para OB di sini. Saya akan jadi penggemar kamu mulai dari sekarang!" seru Putra tiba-tiba maju dan menggenggam tangan Chelsea. Menatap wanita itu penuh harap.
"Setuju. Nanti siang, biarlah kami yang metraktirmu makan. Oke kawan-kawan?!" seorang pria ikut maju, tak mau kalah dengan Putra.
"Tsk, kalian ini! Traktir makan apa orang makanan di kantin ini gratis tiap siang!" Pak Budi menggeplak kepala dua bawahannya tersebut, menyebabkan mereka mengaduh.
"Oke, Chelsea. Tidak ada banyak waktu lagi. Segera ganti pakaian kamu dan kalian semua! Segera ke tempat kalian masing-masing. Yang bekerja di lantai bawah dan sekitar gedung, segera kabari jika melihat mobil Pak Bastian sudah datang. Mengerti?"
"SIAP, PAK!" jawab para OB serempak. Segera bergegas meninggalkan tempat.
Yah, ini lebih baik bukan dari pada harus membersihkan ruang kerja Bastian?