Tetua Sergio memberikan tawaran menggiurkan, dan Aletta tahu dengan ini dia pasti akan menjadi pendamping hidup Raziel. ‘Apa pria rubah ini tahu kalau aku menyukai Raziel dan memanfaatkan celah itu untuk mengendalikan ku? Sial! Meski aku mencintai Raziel sekalipun, tidak mungkin bagi seorang Aletta dikendalikan orang lain semudah itu.’
Sudah jelas niat Tetua Sergio. Saatnya Aletta memberikan serangan terakhir sebelum dayangnya kembali.
Tak!
Aletta meletakkan gelas tehnya dengan kasar hingga menimbulkan bunyi. Dengan tegas Aletta berdiri dan melihat ke arah Tetua Sergio dengan tatapan tajam. “Terima kasih anda sudah menyampaikan niat tersembunyi anda, Tetua Sergio. Namun perlu anda ketahui, meski saya mencintai Yang Mulia sekalipun, tidak ada sedikitpun niat dalam diri saya untuk mendapatkan posisi yang anda tawarkan. Urusan hati, biar saya yang menyelesaikan. Dan satu hal lagi, meski anda tidak bisa mendapatkan saya untuk dijadikan PION dalam Istana untuk dikendalikan. Kedepannya, anda pun tidak bisa menemukan wanita lain. Saya pastikan Yang Mulia pun tidak akan menerima permintaan ini meski itu harus mengarahkan seluruh bangsawan di Kerajaan. Ketegasan Yang Mulia, bukankah anda yang lebih mengetahuinya, Tuan Sergio?”
Senyum licik itu terpatri di bibir seksinya. Aletta sangat puas karena telah memberikan pukulan telak pada Tetua yang sok berkuasa itu. Dan seperti yang diinginkan, Tetua Sergio geram bukan main. Dia menampakkan wajah aslinya tanpa menunggu hitungan menit.
Tetua Sergio berdiri dari posisi duduknya, dia menatap balik dengan tajam pada Aletta. “Baik! Jika itu keputusan yang anda berikan, maka saya tidak perlu lebih lama berada disini. Meski anda memiliki kuasa sekalipun untuk mengatakan banyak hal. Anda masihlah harus ingat! Saya pastikan anda menyesal karena telah mempermalukan saya seperti ini. Ingat itu, Lady Aletta! Camkan itu baik-baik!” Ancamnya sembari menunjuk secara tegas pada Aletta. Setelah itu, Tetua Sergio pergi dengan cara tidak terhormat.
Setelah kepergian Tetua Sergio, Aletta lantas terduduk lemas. Ia berkali-kali menghela napas. “Huft … perang urat syaraf memang melelahkan.” Ia menyandarkan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata sebentar.
Beberapa saat kemudian, Elyana datang dengan troli makanannya. Namun dia cengo saat melihat Aletta seorang diri tanpa Tetua Sergio disana. “Lady, apakah Tetua Sergio telah pergi? Lalu bagaimana dengan teh dan cemilannya?”
Kaget tiba-tiba mendengar suara orang saat dirinya hampir masuk alam mimpi, detik berikutnya Aletta menoleh. “Ah … kau rupanya, El. Aku kira siapa?!” Matanya melihat ke arah troli yang penuh dengan cemilan. “Mengenai teh dan cemilannya, taruh saja di meja. Lalu bisa tolong sampaikan pada Yang Mulia bahwa saya mengundangnya untuk minum teh bersama?”
“Baik, Lady.” Elyana membawa troli ke dekat meja dan menyusun makanan itu dengan rapi disana. Setelah itu dia pamit untuk mengundang Yang Mulia Raziel seperti yang diperintahkan Aletta.
Aletta kembali menyandarkan tubuhnya dengan mata terpejam dan membiarkan lengan kanannya di atas wajahnya untuk menutupi sinar mentari sore yang cukup menyengat. Kali ini Aletta memikirkan perkataan Tetua Sergio. ‘Apa benar di wajahku terlihat jelas kalau aku menyukai Raziel?! Masa sih? Jangan-jangan Raziel juga tahu aku menyukainya meski aku tak memberitahunya sekalipun. Ah … sungguh memalukan!’ batinnya berteriak memikirkan hal itu.
Harga dirinya sebagai wanita benar-benar runtuh sudah. Percuma Aletta menggoda Raziel, pada kenyataannya Raziel lah yang mengetahui lebih dulu bahwa dia menyukainya dan masih saja memperlihatkan sikap bahwa tidak mungkin Raziel menyukainya. “Yah, pada akhirnya Raziel memang mencintai Roshalia seorang ‘kan? Bahkan meski dia mencintai wanita lain, tetap saja itu tidak jauh dari peran Roshalia yang memasuki jiwa wanita lain itu. Benar-benar membuatku muak!”
Mulut Aletta terus menggerutu meski dia memejamkan mata sekalipun, mungkin bisa dibilang dia patah hati tapi tak sepenuhnya sakit sampai harus mengakhiri nyawa. Hanya … merasa kesal saja. Bahkan setelah 300 tahun, pria bernama Raziel itu masih mencintai jiwa yang sama.
Di saat mulutnya terus menggerutu, tanpa Aletta sadari dari arah belakang Raziel sudah datang bersama Elyana yang mengikuti di belakangnya. Kedua tangan Raziel saling bersidekap sambil terus memperhatikan tingkah Aletta yang terus saja menggerutu.
Sampai pada Aletta mengatakan muak akan apa yang dilihat, saat itu pula Raziel menyahut. “Oh … jadi kamu muak melihatku mencintai Roshalia selama 300 tahun lamanya dan tidak merubah perasaanku pada jiwa lain. Begitu?!” celetuk Raziel. Ia memajukan wajahnya dan berhenti tepat di atas wajah Aletta yang tengah menengadah dengan mata tertutup..
Suara Raziel yang keras dan berat menyadarkan Aletta dan membuatnya menarik tangan dari wajahnya. Begitu melihat wajah Raziel di atasnya, seketika Aletta membelalakkan matanya.
“Aargghh..!” Teriak Aletta. Tangan kirinya refleks mendorong wajah Raziel yang ada di atasnya dan beranjak dari duduknya. Aletta langsung berdiri dan membalikkan badan ke arah Raziel. “Astaga! Raziel b******k! Bisa tidak, jangan buat orang lain jantungan! Huft …” Aletta melirik dengan sebal. Dia mengelus dadanya yang berdebar dan menghela napas karena ternyata orang yang mengagetkannya adalah Raziel.
“Pffft … hahaha… jika saja kamu bisa melihat wajahmu sendiri, ALetta… kau tampak horor saat ini.” Ledek Raziel dengan gelak tawa yang tidak bisa ditahannya. Ia bahkan sampai terpingkal-pingkal saking horornya wajah Aletta saat sedang menahan emosi karena kelakuannya.
Geram dengan tawa yang tak berperikemanusiaan itu, Aletta lantas menonjok perut Raziel hingga mengaduh. “Rasakan! Siapa suruh kau tertawa nista di depanku!” sungutnya dengan perasaan puas.
“Balas dendammu tidak berperasaan, Letta! Mana bisa aku meledek, kamu membalasnya dengan menonjok. Peraturan dari mana itu? Tidak adil!” keluh Raziel. Ah … rasanya sudah lama tidak bercanda ria seperti ini sejak 200 tahun, mungkin.
“Salah sendiri, kamu bicara sembarangan. Dasar tidak punya hati! Aku wanita yang cantik begini, kamu seenaknya saja bilang wajahku horor. Menyebalkan!”
Menggerutu, itulah Aletta saat berada di samping Raziel. Jarang-jarang dia bisa menggerutu sesuka hati di depan orang lain. Jika di depan umum, dia akan selalu dan wajib jaga image. Mau sehancur apapun perasaannya. Karena jika Aletta menunjukkan kelemahannya, maka akan mudah bagi orang untuk menghancurkannya.
Melihat Aletta terus menggerutu tanpa mempedulikannya, apalagi saat matanya sekilas melihat ke meja terdapat banyak cemilan dengan teh yang dipersiapkan untuk dua orang, Raziel pun memilih duduk di samping Aletta.
“Berhentilah menggerutu. Telingaku sakit mendengarnya, tahu! Ngomong-ngomong, sepertinya kamu sudah menyiapkan cemilan untuk menyuguhiku.”