11. Steve, inikah akhir Cinta Kita?

1055 Words
Di ruang rawat Gladys sudah sadar dari pinsannya, dia tersenyum melihat Bianca dan Steven datang bersama dan berfikir bahwa mereka yang telah mengantarnya. “Pandaku, bagaimana keadaanmu sekarang? Bukankah sudah ku katakan untuk jaga diri baik-baik!”. Kata Steven, dia mengusap kening Gladys layaknya anak kecil. Steven dan Bianca berdiri berdampingan di samping ranjang Gladys dan membantu Gladys beranjak duduk dari tidurnya. “Stev.. Kau selalu memperlakukanku seperti anak kecil, lihatlah adikmu menertawaiku”. Ujar Gladys memanyunkan bibirnya. “Habisnya kalau bukan anak kecil bagaimana bisa kau terbaring di Rumah Sakit seperti ini? Dengar pandaku.. Kesehatanmu adalah segalanya. Bagaimana kalau kau resign dari pekerjaanmu dan nantinya…”. Belum selesai Steven berbicara dengan cepat Gladys memotong perkataannya. “....Tidak Stev, Maafkan aku. Aku tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini. Kau tahu sendiri aku adalah anak yang terbuang di Keluarga Fiorenz. Meski Keluarga Fiorenz adalah Keluarga terpandang, pada kenyataannya aku bukanlah salah satu dari mereka. Jika aku keluar dari pekerjaan ini, bagaimana aku akan bertahan hidup. Di tambah lagi dengan status tinggi Keluargamu, aku semakin merasa kerdil di hadapan kalian”. Ujar Gladys, wajahnya terlihat sendu dengan mata yang berkaca-kaca. Steven baru memahami bagaimana penderitaan yang Gladys alami selama ini. Dia baru tahu bagaimana perasaan Gladys sesungguhnya, membuatnya memeluk Gladys tanpa menjelaskan kembali apa yang ingin dia katakan. “Sayang, Maafkan aku yang tidak memahami perasaanmu. Selama ini kau pasti mengalami begitu banyak kesulitan dan aku justru gagal memahami itu”. Kata Steven jujur. Moment yang begitu langka dan jarang terjadi di antara Gladys dan Steven. Kesibukan Steven sebagai Perwira Angkatan Darat 3 tahun ini membuatnya tidak ada waktu untuk memperhatikan Gladys. Maka dari itu Steven meminta Bianca untuk bekerja di Perusahaan bahkan Divisi yang sama, berharap Steven masih bisa mengawasi dan menjaga Gladys. Tapi pada kenyataannya tidaklah semudah itu. “Hei kalian, aku masih disini. Bisakah kalian bermesraan setelah aku pergi?”. Sela Bianca yang merajuk. Ya.. Bianca yang masih JOMBLO melihat hal indah didepan mata membuatnya mengingat statusnya. Gladys dan Steven yang melihat hanya bisa tersenyum melihat kejengkelan Bianca. “Stev lepaskan pelukanmu”. Bisik Gladys. “Lihatlah adikmu.. Dia sepertinya marah”. Gladys melepas paksa pelukan Steven. “Biarkan saja, salah sendiri dia tidak mencari pasangan. Atau.. Bie, kau mau Kakak comblangin dengan pria kenalan Kakak. Sekali-kalilah… kau kencan buta” Ledek Stev “Kak.. Awas saja kalau sampai rumah, ku hajar kau! Siapa juga yang mau kencan buta dengan kenalan Kakak. Kalau aku masih JOMBLO memang kenapa?. Sudahlah. Aku akan keluar dan tidak mengganggu kalian, Bye..!”. Bianca keluar ruangan dengan menekuk wajahnya yang marah layaknya kertas lipat. “Dasar gadis nakal, meski sudah dewasa sekalipun. Bagiku, Dia masih terlihat seperti gadis nakal 5 tahun yang lalu”. “Itulah Bianca yang selama ini menjadi sahabatku. Dia bisa menjadi terlihat dewasa ketika dalam kondisi tertentu dan bersikap kekanakan ketika berada didepanmu”. Tok.. Tok.. “Permisi.. Waktunya makan siang”. Sapa Suster didepan pintu dan masuk membawa nampan berisi makan siang untuk Gladys. “Terima kasih makanannya Sus”. Steven mengambil nampan berisi bubur dengan sup dan s**u berprotein dan menaruhnya di meja. “Sepertinya kalian pasangan kekasih, tapi dimana pria yang mengantar Nona? Bukankah tadi menunggu Nona didepan ruang IGD? Padahal pria tadi terlihat sangat memperdulikan Nona, tapi sepertinya saya salah”. Kata Suster yang ikut menangani Gladys di ruang Gawat Darurat. Gladys mengeryitkan kening, dia merasa ada yang di sembunyikan Steven darinya. “Sus.. Maksud Suster yang mengantar saya adalah pria lain?”. Tanya Gladys memperjelas. Steven yang tidak bisa mengendalikan kondisi yang terjadi memandang Suster dan mengisyaratkannya untuk diam. “Sus.. Biar saya yang membantu Gladys memakan makanannya. Kau boleh keluar”. Kata Steven tanpa memandang kepergiannya. Gladys yang menyadari ada yang di sembunyikan Steven darinya memandang Steven dengan tatapan tegas. “Stev.. Kau adalah satu-satunya pria yang ku percayai bahkan melebihi siapapun. Ku kira kau sudah memahami tentang diriku, tapi sepertinya aku salah. Mengapa kau tidak memberitahunya padaku!! Hal seperti ini pun kau sembunyikan dariku, apalagi hal besar! Kau benar-benar membuatku kecewa”. Kata Gladys, dia memalingkan wajahnya. Rasa cinta yang di bangun berdasar kepercayaan hancur sudah. Gladys yang selalu mendapat pengkhianatan dari orang-orang berfikir, ‘Jika Steven juga mengkhianati ku sama seperti mereka, bagaimana aku akan melewati semua ini?’. “Gladys maafkan aku, tidak seharusnya aku menutupinya darimu. Tapi dia hanya mengantarmu ke rumah sakit ini, dia tidak ada hubungannya dengan kita”. Kata Steven membela diri. “Apa kau bilang, dia tidak ada hubungannya dengan KITA!!. Stev.. Orang yang kau usir telah menolong nyawaku. Kau mungkin tidak peduli, tapi AKU PEDULI! Apa kau fikir aku tidak memiliki hati mengusir orang yang telah menolongku, setidaknya biarkan aku mengucapkan terima kasih”. Kata Gladys penuh kekecewaan. “Apa itu berlaku bagi Direkturmu! Apa kau hanya akan mengucapkan TERIMA KASIH jika itu Direktur Raziel? Gladys, dia bukan pria baik-baik. Mengapa kau masih mau diperalatnya!”. Kata Steven, dia mencekal kedua pundak Gladys. “Apa yang kau katakan Stev, Orang yang menolongku Direktur Raziel?” Tanya Gladys memperjelas. Dia melepas cekalan tangan Steven Perasaan terluka singgah begitu saja di sisi lain hatinya, Gladys tidak bisa menjelaskannya. Namun saat mendengar bahwa orang itu adalah Raziel dadanya tiba-tiba terasa sesak. Gladys teringat kembali dengan perkataan Suster bahwa orang yang menolongnya terlihat begitu khawatir. ‘Raziel, Kau begitu mengkhawatirkanku tapi aku justru mengusirmu. Apakah kau kecewa padaku yang seperti ini? Mengapa perasaan ini begitu menyakitkan'. Batin Gladys, perasaannya kacau dalam sekejap, sisi lain hatinya seakan begitu merasa terluka bila itu menyangkut Raziel. “Dys.. Mengapa kau diam? Apakah kau tidak bisa menjawabnya!!. Benarkah kau sudah menempatkan Raziel di tempat yang tidak seharusnya dia tempati?”. Tanya Steven dengan curiga, “Apa yang kau bicarakan Stev, aku tidak mengerti maksudmu. Walau itu Direktur sekalipun, aku hanya akan mengucapkan terima kasih sebagai tanda bahwa aku ini masih memiliki hati nurani”. Jawab Gladys tanpa memandang wajah Steven, karena sebagian hatinya memang memperdulikan Raziel. “Hmm.. Kau bohong Dys, Gladys yang kukenal tidak akan mengalihkan wajahnya ketika berbicara denganku. Sudahlah.. Kau mungkin sedang lelah, aku akan membiarkanmu sendiri untuk sementara waktu!”. Steven keluar begitu saja tanpa memalingkan wajahnya kebelakang. Seketika keadaan berubah! Baru saja mereka saling berpelukan dan mengutarakan perasaan masing-masing, tapi dalam sekejap terdapat celah yang begitu dalam hingga membuat Gladys berfikir akan sulit untuk mereka bersatu. ‘Stev… Inikah akhir dari kisah kita! Ku kira kau orang yang Tuhan kirimkan untukku, tapi hanya karena hal sepele dalam sekejap kita bahkan tidak bisa saling mengerti dan terdapat celah yang begitu dalam. Huuft.. Mungkin ini yang terbaik! Dari awal kau memang terlalu sempurna untukku yang selalu berada di sudut kehidupan!’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD