“Apapun yang kamu katakan, aku menerimanya. Tapi kamu juga harus ikut denganku! Kamu membuat kesabaranku habis, Dys!” Steven mempertegas perlakuannya pada Gladys. Dia mengabaikan sikap memberontak wanita itu dan terus memaksanya tanpa ampun.
Gladys sekuat tenaga memberontak agar bisa lepas dari cengkraman Steven, namun perbedaan kekuatan tubuh mereka membuat Gladys tidak bisa berkutik sama sekali. Yang ada tangan dan tubuhnya semakin di cekal kuat dan menariknya paksa hingga mereka sampai di mobil hitam milik Steven.
“Diam! Jika kamu berani kabur, aku tidak segan-segan untuk melakukan hal lebih dari ini, pandaku!” ucapnya tersenyum seringai dengan kepala dimiringkan semakin menambah kengerian sisi lain dari seorang Steven.
Seringai dibalut tatapan beringas itu membuat tubuh Gladys gemetar, ia refleks tidak bisa berbuat apapun. Tubuhnya lemas dan pada akhirnya hanya bisa menuruti perintah Steven. Ia berdiri bagai orang bodoh menunggu Steven yang sedang membuka pintu mobil untuknya.
“Masuk!” perintah Steven.
Dengan begonya, Gladys yang masih gemetar ketakutan menuruti begitu saja perintah Steven dan hendak memasuki mobil. Namun, baru beberapa detik Gladys mendudukkan pantatnya di jok mobil dan Steven hampir menutup pintunya. Terdengar suara berat dan rendah menginterupsi.
“Tuan Steven Morgwen. Ada urusan apa anda membawa wanita saya pergi tanpa izin? Apa anda pikir saya sudah mengizinkannya karena anda pernah memiliki hubungan dengannya!” Raziel berdiri tegas dengan tatapan meremehkan.
Kata ‘pernah memiliki hubungan’ yang dikatakan Raziel sukses menyiram emosi Steven hingga membuat emosinya hampir meledak. Tidak ada lagi kata sabar yang tersisa di hati Steven. Dia membanting pintu mobil sampai Gladys terhenyak kaget.
Kini Steven sepenuhnya berdiri menghadap Raziel. Kedua tangannya mengepal erat dengan urat-urat di dahinya yang nampak jelas bahwa dia tengah menahan lonjakan emosi di hatinya. Kesabarannya hampir habis, tapi dia tidak ingin menampakkan kecerobohannya di depan lawan kuat seperti Raziel.
Dua pria dengan aura mendominasi itu saling melempar tatapan tajam tanpa ada yang lebih dulu memulai berbicara. Namun, Steven bukanlah pecundang yang akan diam saja di sindir dengan kata ‘pernah memiliki hubungan’.
Steven pun berujar, “Apa maksud anda dengan kata ‘pernah memiliki hubungan’ Direktur Raziel? Apa hak anda mengatakan bahwa Gladys adalah wanita anda? Sejak kapan Gladys Arshelia Fiorenz diklaim sebagai milik anda?” pertanyaan itu terdengar tenang, namun ada tekanan besar dibaliknya.
Dan Raziel hanya tersenyum dengan seringai tipis di bibirnya. Dia tertawa hambar seolah mengejek pria di depannya. “Hahaha … Tuan Steven Morgwen, kebetulan anda menanyakan tentang hal ini. Maka akan saya katakan sekarang bahwa Gladys Arshelia Fioren mulai detik ini adalah kekasih saya. Jadi, saya harap Tuan Steven melepaskan kekasih saya sekarang juga!”
“Direktur Raziel, sepertinya ada kesalahpahaman disini. Siapa yang mengatakan bahwa saya telah memutuskan hubungan dengan Gladys? Lagi pula, mana mungkin wanita yang selama ini mencintai saya tiba-tiba saja berubah haluan menjadi kekasih pria seperti anda. Dipikirkan saja membuat orang ingin tertawa. Jadi… Direktur Raziel, berhenti membual.”
“Tuan Steven Morgwen, saya baru menyadari ternyata anda cukup serakah dalam menjalin hubungan. Sudah jelas anda akan melaksanakan pernikahan 5 hari lagi. Tapi dengan tanpa rasa malu anda mengklaim Gladys masih milik anda. Tidakkah anda terlalu serakah dan menyakiti dua hati wanita sekaligus?! Saya sungguh tersanjung dengan sikap anda.”
Sungguh… ini pertama kalinya Raziel banyak bicara basa-basi dan berdebat tanpa ada gunanya dengan pria brengsk macam Steven hanya demi seorang wanita dan itu bukan Roshalia. Tapi anehnya dia mau melakukannya bahkan gigih ingin mempertahankannya. Aneh ‘kan?
Apa keadaan ini memang seperti yang Aletta katakan?! Raziel menaruh hati pada wanita selain Roshalia. Namun, benarkah itu juga disebut cinta? Atau hanya sebatas pengganti?
Kembali pada Steven, dia geram bukan main begitu Raziel menembak tepat pada sasaran dengan kata-katanya. Dia melangkah mendekat pada Raziel, dan dengan satu gerakan Steven melayangkan tinjunya. Namun naas, Steven mencari lawan yang salah. Dia adalah Raziel Vincent de Alzhio, pria dengan kekuatan tertinggi di klan vampir. Mana mungkin mudah untuk di serang. Dengan gesit, Raziel menghindar dan menyerang balik Steven dengan hanya satu tamparan.
Plak!
Seketika Steven tersungkur ke belakang dengan tidak elitnya. Wajahnya memerah keabuan, sudut bibir kanannya robek dan mengeluarkan darah. “Brengsk! Aku tidak menyangka kekuatannya bisa sebesar ini. Sepertinya aku harus hati-hati jika ingin menjadi lawannya.” Gumam Steven lirih. Matanya menatap nyalang pada Raziel. Steven pun mencoba berdiri dari posisinya dan menyeka sudut bibirnya yang berdarah.
“Jujur, saya malas meladeni anda, jadi sampai sini saja. Jika anda masih belum puas dengan tamparan yang saya berikan, silahkan datang temui saya kapan saja. Tuan Morgwen yang terhormat!”
Setelah mengatakan itu, Raziel tidak menghiraukan apa yang Steven lakukan. Ia melangkah ke arah mobil dan membuka pintu mobil itu. Hal pertama yang dilihatnya adalah sosok Gladys yang diam dengan kedua tangannya saling bersidekap. Tubuh Gladys masih gemetar, bibirnya mengatup tanpa berani bersuara.
Mendengar suara pintu dibuka, tatapan Gladys yang tadinya kosong kembali tersadar dan menoleh ke arah Raziel. “Ra—ziel…”
Melihat bagaimana keadaan Gladys dengan pakaian yang lusuh dan berantakan, apalagi mendengar panggilan lirih dengan tatapan sayu itu membuat Raziel refleks melepas jasnya dan memakaikannya pada Gladys.
Kedua manik mata itu bertemu. Melihat bagaimana tatapan Gladys yang masih menampakkan ketakutan dengan tubuh gemetar, Raziel pun berujar. “Tenanglah, aku disini. Steven tidak akan berani berbuat macam-macam padamu,” ucap Raziel dengan nada selembut mungkin.
Kedua pelupuk mata Gladys pun mengembun, ia pada akhirnya meneteskan air mata dengan sudut hati yang merasa lega bahwa Raziel datang untuknya. “Hiks…” isakan keluar dari mulut Gladys bersamaan dengan kedua tangannya yang dilingkarkan pada leher Raziel. Gladys sepenuhnya jatuh dalam pelukan pria itu.
Dapat Raziel rasakan betapa ketakutannya Gladys saat ini. Tubuhnya gemetar hebat membuat Raziel membalas pelukan itu dan mengusap punggungnya beberapa kali untuk menenangkannya.
“Aku takut. Steve, dia… dia seolah berubah menjadi orang lain.” ucapnya dengan kedua tangannya mencengkram kemeja Raziel kuat-kuat.
“Sssstt… tenangkan dirimu, aku akan membawamu keluar dari sini. Aku janji, pria brengsk itu tidak akan berani mendekatimu lagi.”
Gladys perlahan mulai tenang. Raziel pun menyelipkan tangannya di bawah tengkuk dan kedua tumit Gladys. Ia mengangkat Gladys dan membawanya ala bridal keluar dari mobil meninggalkan tempat itu dengan Steven yang menatap tajam ke arahnya.
“Berhenti, Raziel! Siapa yang mengizinkan kamu membawanya pergi!” teriak Steven dengan tegas, namun Raziel hiraukan.